PART 30 - CHECK UP

6.2K 422 21
                                    

Kesendirian adalah hal yang paling menyedihkan.
###

MENYEDIHKAN, memang.

Itulah yang dialami seorang Jovian. Di luaran sana banyak yang memuja-muja kepandaiannya serta siapa dirinya. Namun di balik itu semua tidak ada satupun yang tahu apa yang terjadi padanya. Dukanya, siapa yang mengetahui? Tidak ada.

Entah dia yang sangat pandai menyembunyikan semua dukanya karena tidak ingin berbagi dengan yang lain atau ada hal lainnya.

Ya, tadi cowok itu tidak sadarkan diri. Keadaanya sangat menyedihkan. Tidak ada yang mengetahui maupun menolongnya. Ia sendirian, di apartemen lantai tiga tersebut.

Hingga ia sadar pun tidak ada yang mengetahui. Ia mencoba bangkit dengan tenaga yang tersisa. Wajahnya pucat pasi. Bekas mimisan di hidungnya mulai mengering namun kepalanya serasa pusing. Seolah ia kehilangan tenaganya untuk bergerak.

Ia membaringkan tubuhnya sendiri di ranjangnya. Mengambil sebuah remot AC di nakas samping ranjangnya dan mematikan AC di ruangan tersebut.

Ia tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dirinya. Kenapa akhir-akhir ini ia sering merasa pusing dan mimisan.

Apa yang harus ia lakukan?
Mungkin periksa ke dokter adalah jalan satu-satunya agar ia tahu apa yang terjadi pada dirinya. Kebetulan besok hari libur baginya.

Dan untuk saat ini ia bahkan tidak sanggup memikirkan hal lain.

Yang saat ini dipikirkannya adalah... kedua orang tuanya. Yah... ibu dan ayahnya yang sama-sama jauh darinya.

***

Sinar sang surya menyeruak masuk melalui pintu kaca geser yang terbuka. Jovi yang sejak semalam bergelut dengan selimut tebalnya seketika terbangun.

Wajahnya terlihat berantakan. Wajahnya masih pucat dan terlihat masih lemas. Tangannya bergerak memegang kepalanya.

Ia berdecak.

Ia terdiam sejenak. Mencoba menyesuaikan semua panca inderanya. Ia dapat mendengar kebisingan mulai terdengar ke indera pendengarannya. Apalagi kalau bukan aktivitas yang selalu ada di ibu kota.

Setelah mengumpulkan sedikit tenaga, ia mencoba turun dari ranjang.

Ia berniat menutup pintu kaca geser tersebut. Dan seketika pandangannya tertuju pada ponselnya yang tergeletak di luar balkon.

Ia mengambilnya

Hoppsan! Denna bild följer inte våra riktliner för innehåll. Försök att ta bort den eller ladda upp en annan bild för att fortsätta.

Ia mengambilnya.

"Ck." Ia berdecak. Dilihatnya pinggiran ponsel itu tergores dan sedikit pecah. Untung saja ponsel itu masih di sana semalaman.

Kemudian ia berbalik setelah menutup pintu itu. Ia melemparkan ponsel tersebut ke ranjangnya dengan asal. Sedangkan dirinya berjalan menuju kamar mandi.

***

Jovi sudah keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit pinggangnya.

Di dalam kamar mandi tadi, ia mencoba merileks-kan tubuhnya. Ia berendam beberapa saat sambil memejamkan matanya. Menikmati sensasi air hangat yang melegakan baginya.

Ia mengamati tubuhnya di depan cermin.

Wajahnya sudah lumayan segar kali ini. Ia menyugar rambutnya yang basah. Suhu tubuhnya masih belum menurun sepenuhnya.

Ia masih terdiam di depan cermin. Mengamati bentuk tubuhnya yang hampir sesuai keinginanya. Ia memang jarang ke tempat gym. Bahkan bisa dibilang tidak pernah. Ia tidak memiliki waktu untuk itu. Hanya sekadar berolah raga di sekolah. Seperti berlari ataupun bermain basket dan voli.

Jovi tersenyum miring sekilas lalu beralih menuju lemari pakaiannya.

Ia mengambil setelan polo shirt-nya dan celana jeans hitamnya.

Setelah beberapa saat ia sudah siap dengan penampilannya. Ia mengambil air mineral dari kulkasnya lalu meminumnya sebentar. Setelah itu ia berjalan keluar.

Ia berniat ke rumah sakit untuk memeriksaakan kondisinya saat ini. Dan ia berharap tidak ada hal buruk terjadi padaya.

***

"Gimana Om?" tanya Jovi pada pria paruh baya berjas putih di depannya.

"Kondisi kamu memang tidak terlalu baik Jo, Om harap kamu baik-baik saja," kata pria itu

Hoppsan! Denna bild följer inte våra riktliner för innehåll. Försök att ta bort den eller ladda upp en annan bild för att fortsätta.

"Kondisi kamu memang tidak terlalu baik Jo, Om harap kamu baik-baik saja," kata pria itu.

Pria itu memandang sendu ke arah Jovi. Seolah menyembunyikan sesuatu.

"Jika hasil tes besok meunjukkan kamu ada apa-apa. Om Handi harap kamu tetap optimis Jo, jangan sampai itu mempengaruhi semangat kamu mengejar cita-cita kamu," lanjutnya. Jovi semakin dibuat gelisah oleh kakak dari almarhum sang ibu itu.

"Sebenarnya ada apa dengan Jovi, Om?" tanya Jovi gusar.

"Besok sore kamu datang ke sini ambil hasil ceck up kamu," jawabnya.

Jovi makin gusar.

"Kamu nggak perlu khawatir Jo, ada Om yang selalu siap bantu kamu. Om dan keluarga kamu sangat menyanyangi kamu. Walaupun... mama kamu udah nggak ada. Tapi begitu melihat kamu kami selalu ingat dia, Jo. Kamu satu-satunya kenangan yang bisa kami pandang dan kami ajak berbicara."

Jovi tersenyum haru. Ada perasaan bahagia jika ia bertemu dengan keluarga dari pihak almarhum ibunya. Beda jika dengan keluarga sang ayah. Entah apa... yang jelas ada perbedaan dari cara mereka memperlakukannya.

"Terima kasih, Om." Jovi beranjak dari duduknya.

Jovi mencium punggung tangan Handi sebelum meninggalkan ruangan tersebut.

Sedangkan pria itu menatap sedih kepergian keponakannya tersebut. Sepertinya ia tahu apa yang sudah terjadi.

***

Komisi Disiplin✔Där berättelser lever. Upptäck nu