Part 3 Si Arogan

12.6K 906 58
                                    

DERING ponsel mengganggu tidurnya yang baru saja terlelap.

Pria itu mengerang pelan dengan mata masih terpejam. Tangannya terulur ke meja kecil di samping ranjang dan mulai meraba-raba. Tidak menemukan apa pun, sememtara dering ponselnya semakin mengganggu.

Pria itu mendecakkan lidah dan terpaksa membuka mata untuk mencari ponselnya, karena sepertinya pendengarannya tidak berguna. Ternyata ponselnya tergeletak di lantai, ia langsung memungut ponselnya dan menjawab panggilan yang sudah mengganggunya hampir lima menit.

Pria itu langsung memaki orang yang berani meneleponnya pada pagi buta seperti ini.

"Berengsek! Bisakah kau tidak menggangguku?"

Terdengar balasan tenang dari si penelepon.

"Apa kau membangunkanku pukul dua hanya untuk memberitahu tentang itu?" suaranya benar-benar terdengar tidak ramah, mungkin sebagian orang akan langsung ketakutan, tetapi tidak bagi si penelepon.

"Sebenarnya ini sudah pukul tiga dan kau harus segera meninggalkan kamar hotel. Kutunggu di lobi," ujar si penelepon dan langsung memutus sambungan tanpa menunggu balasan.

"Sialan!" maki pria itu. Ia bergerak turun dari ranjang, tidak mempedulikan tampilan tubuhnya yang telanjang. Diambilnya pakaian yang teronggok di lantai lalu mengenakannya.

"Kau mau pergi?" suara wanita dengan sedikit serak khas bangun tidur.

Pria itu hanya balas mengangguk tanpa perlu repot-repot mengalihkan perhatian ke arah wanita itu.

Wanita itu berdeham dan berbicara pada punggung kekar tersebut. "Ini masih terlalu pagi. Kau tidak mau tinggal lebih lama?"

Tidak ada tanggapan, pria itu masih sibuk memunguti barang-barangnya.

"Siapa yang tadi menelepon?" tanyanya lagi dan mulai beringsut duduk dan membiarkan selimut yang menutupi tubuh polosnya melorot hingga ke pinggang.

"Asistenku ada di bawah, dan mau tidak mau aku harus pergi," jawab pria itu ringan.

Wanita itu mencibir, "Philip seperti pengasuhmu, sungguh memuakkan."

Akhirnya pria itu memilih berbalik dan bergeming sejenak menatap lurus-lurus ke arah wanita yang dengan terang-terangan menggodanya agar tetap tinggal. Ekspresinya datar, kemudian sengaja mengukir senyum tipis. Dia menegakkan tubuhnya dan memberi balasan yang bisa berhasil membungkam mulut wanita itu. "Sayang, Philip mencegahku terlibat masalah."

Berengsek!

Wanita itu diam. Ya, ia memang cuma sekedar teman tidur pria itu. Mereka hanya saling mencari kepuasan di atas ranjang. Jika sekarang dia marah, maka besar kemungkinan langsung dibuang dan merelakan kemewahan yang ia terima.

Puas dengan tidak ada tanggapan lagi, pria itu menyerahkan kartu berwarna hitam yang langsung membuat mata wanita itu berkilat senang. "Belilah apa pun yang kau suka. Kau akan datang ke pesta malam ini bersamaku."

***

Sabtu yang benar-benar cerah. Lebih tepatnya, hatinya yang cerah karena pada kenyataan hari ini mendung dengan udara dingin hingga menusuk tulang meskipun sudah memakai mantel dan syal tebal. Hari ini pasti akan turun salju.

Anna terus bersiul tidak merasakan pipinya yang hampir beku, tangannya menggenggam dua kantung berisi kopi pesanan menuju kantornya dengan santai.

"Coffee latte dengan grean tea cream ... americano dengan vanilla cream ... caramel macchiato ... espresso ...." Anna membagikan setiap pesanan dengan suara ceria dan wajah berseri. Tidak ada yang peduli kenapa Anna hari ini begitu ceria karena bagi rekan-rekan satu divisinya, yang terpenting dia tidak melakukan kesalahan saat bekerja.

Lavender Blooms (Fated to Love You)Where stories live. Discover now