15

113K 6.7K 90
                                    

Benci sama cinta itu relatif. Kalo sekarang benci setengah mati nanti cinta setengah mati.

***

Akhirnya, pelajaran-nya selesai. Saatnya istirahat siang dan menyantap makanan di kantin.

Beruntungnya, kepala Bila sudah merasa sedikit enakan. Mungkin, karena gurunya menyuruh Bila untuk tidak menyulitkan dirinya dengan menulis latihan yang ia berikan kepada seluruh teman sekelasnya. Lucky me, batin Bila.

Ia keluar kelas, masih dengan baju olahraga dan kunciran rambutnya yang agak acak-acakan. Ia merasa sungkan untuk mengganti bajunya. Sekali-sekali lah ya males, pikirnya.

Saat Bila keluar kelas, entah mengapa, orang yang ia cari pertama kali adalah cowok yang biasanya paling malas untuk ia temui. Rian.

Tiba-tiba, muncul Dion yang baru keluar dari kelas IPA 1. Bila langsung mengingat kebaikan Dion yang rela mengangkat badannya yang lumayan berat ini sampai ke UKS.

"Um, Dion!" panggil Bila, membuat Dion menoleh dan tersenyum seketika.

"Ya?" jawabnya manis.

"Boleh ngomong sebentar, gak?" tanya Bila, sedikit canggung.

"Iya, kenapa ya?" Dion berjalan mendekat ke arah Bila.

Bila kembali dibuat pusing oleh kelakuan kedua cowok yang dari tadi bersikap sangat berbeda kepadanya ini.

"Um, kita ngomongnya di ujung sana aja ya?" tanya Dion, menunjuk ke arah ujung, yaitu di lab fisika.

Bila awalnya ragu. Namun, mengikuti keinginan Dion dan berjalan membuntutinya.

Di sisi lain, Rian yang baru selesai mengerjakan latihan yang diberikan guru matematika itu, segera keluar dari kelas untuk cabut ke kantin. Sekalian mencari Dion untuk diajak pergi bersama. Tiba-tiba, muncul perasaan khawatir dengan keadaan Bila di dalam benaknya. Ia mulai bertanya-tanya tentang gadis itu.

Perasaan itulah yang membawanya menunggu di depan kelas Bila. Semua gadis di dalam kelas Bila berbisik-bisik dan bertanya-tanya mengapa si Manusia Sempurna Ciptaan Tuhan ini bisa berdiri di depan kelas mereka.

Cintia yang kebetulan baru mau keluar kelas mengetahui maksud dan tujuan Rian datang ke kelasnya.

"Eh, ada Manusia--" Cintia terhenti untuk memanggilnya si Manusia Sempurna Ciptaan Tuhan dan berdehem. "Maksudnya, Rian. Bila tadi udah pergi."

"Pergi kemana ya kalau boleh tau?" tanya Rian, yang matanya melihat ke seisi kelas, mengundang sorakan dari para gadis di dalam kelas Bila.

"Tadi sih gue liat dia pergi sama Dion."

Dion. Dion. Dion.
Nama Dion terngiang-ngiang di kepala Rian. Itu anak ngapain ngajak Bila? Pikir Rian.

Tiba-tiba, muncul perasaan aneh di hati Rian. Ia segera pergi untuk mencari kedua orang ini. Saat ia menoleh, ia melihat pintu lab fisika terbuka.

Dengan perlahan, ia menghampiri tempat kejadian perkara dan mencoba untuk mendengarkan, sekaligus mencari tahu siapa yang berada di dalam lab tersebut.

"Um, sebelumnya makasih banget udah nolongin gue tadi."

Suara ini! Rian menyeringai saat mengetahui sumber suara adalah gadis yang ia cari. Tapi, fakta bahwa ia bersama dengan cowok lain terlebih lagi Dion yang jelas-jelas mengakui bahwa ia menyukai Bila membuat Rian agak dongkol.

Ia kembali menguping dari balik pintu, sudah seperti seorang penguntit professional.

"Iya, Bila. Lain kali hati-hati, ya." Dion berkata lembut. Rian mencoba untuk menahan rasa gelinya melihat Dion yang berubah lembut tiba-tiba.

Sweet EnemyWhere stories live. Discover now