1 - nine dangerous dorks

10.4K 1K 469
                                    

SEMBILAN belas tahun adalah batas usia minimal seseorang untuk dapat memperoleh kartu identitas serta surat izin berkendara di Negara Arterierrn. Terlalu tua, menurut Max. Ia yang baru genap berumur tujuh belas bahkan sudah bisa mengemudi truk monster lebih baik ketimbang mayoritas orang dewasa. Tetapi peraturan tetaplah peraturan—dan warga Distrik Petrova merupakan pengikut taat hukum yang berlaku di negaranya.

Hela napas berat terembus keluar dari hidung Max. Seorang polisi tilang kini tengah berjalan ke arah mobilnya, hendak meminta sesuatu yang sama sekali tidak dimiliki Max. Apalagi kalau bukan kartu identitas dan surat berkendara?

"Siang." Sapaan singkat si polisi memaksa Max menurunkan kaca jendela mobilnya. "Tunjukkan surat izin berkendara Anda."

Pemandangan di luar mobil yang tampak agak gelap menyadarkan Max kalau ia masih mengenakan kacamata hitamnya. Baru saja ia ingin berpura-pura buta jika tidak ingat orang buta tidak bisa menyetir mobil.

"Ah, baiklah. Tunggu sebentar," jawab Max akhirnya.

Tidak perlu panik. Max masih punya senjata rahasia, yaitu mengulur-ulur waktu. Ia pakarnya dalam bidang ini. Sederhana memang, tetapi trik ini telah menjebak ratusan polisi dari berbagai distrik. Jauh lebih baik daripada harus langsung menodongkan senjata.

Tangan lelaki itu terjulur ke dashboard kursi penumpang di sebelahnya, perlahan mulai membongkar isinya. Ada belasan kaset musik lawas, buku-buku berisi lirik lagu, jurnal bergambar norak, tiga kotak parfum yang sudah kosong, sebotol minyak zaitun yang tinggal seperempat, perban sobek, dan masih banyak lagi benda-benda tak berguna lain. Setelah semua dikeluarkan, Max melirik si polisi bernama Greta Casales itu—tertulis di name tag-nya—lantas menggaruk-garuk pipi.

Salah satu alis tipis Greta terangkat. "Tidak ada?" Ia menebak, tak sedikitpun terlihat heran.

"Aku ingat aku selalu membawanya," ujar Max serius. "Biarkan aku mencari lagi."

Perhatian Max kini tertuju ke arah ransel asing yang tergeletak di jok belakang. Dengan gerakan santai, ia meraih tas itu dan mulai menumpahkan isinya yang tak seberapa. Hanya kaus ganti, ponsel, dan granat—ups.

Dasar. Ini pasti punya Valor. Atau Ray! Max menyumpahi kedua nama itu dalam hati. Segera saja ia singkirkan granat berjumlah tiga butir tersebut ke dekat pedal sambil berharap agar tidak secara tak sengaja menarik cincin peledaknya. Maaf-maaf saja, Max tidak mau mobil cinta pertamanya ini berakhir dalam ledakan.

Sementara itu, Greta Casales masih senantiasa bertengger di sisi mobil. Entah sejak kapan buku catatan serta pena telah berada di genggamannya. Menilai dari ekspresi sang polisi yang kelihatan bosan, sepertinya ia sudah sering berurusan dengan pengendara sejenis Max; remaja berusia ilegal tanpa izin berkendara resmi yang kerjaannya cuma menambah tugas polisi tilang.

Waktu merangkak cepat selama Max mengobok-obok tas tanpa arti, mencari apa yang kira-kira bertekstur mirip kertas, dan tidak punya kemampuan buat menghasilkan ledakan. Hasilnya? Tentu saja nihil. Tiga menit berharga Greta Casales terbuang sia-sia, yang ironisnya, justru berharga bagi Max. Si pengemudi belia menghitung lagi sampai detik ketiga (kenapa? Karena itu tanggal lahirnya) sebelum asal melempar tas kosong tersebut kembali ke tempat semula. "Kurasa ... " Max memijat pangkal hidungnya dengan gestur super-ekstra-menyesal-dan-sumpah-takkan-mengulangi-lagi. "Aku meninggalkan surat-suratku di rumah."

"Sudah kuduga," dengus Greta. "Siapa namamu, Nak? Sebutkan juga plat mobilmu."

Aduh, sial. Max mengacak-acak surai dirty blonde-nya tanpa ampun. Pemberian waktuku yang kurang atau Atlas yang memang lamban?

"Cepatlah. Jangan buang waktuku."

Sudah kulakukan sejak tadi, batinnya jengkel. Max berdeham beberapa kali—lagi-lagi mencoba mengulur waktu yang diyakininya tinggal sebentar sampai 'pertunjukan'. Diam-diam, kedua matanya mencuri pandang ke arah gedung pertokoan sejauh sembilan meter dari lokasi mobilnya terparkir. Atlas lelet! Apa yang dia tunggu?

heart of terrorWhere stories live. Discover now