Ish! Maura menarik tangannya dan memalingkan wajah ke jendela lagi. Panggilan itu masih terdengar asing di telinganya. Membuatnya malu.
"Pokoknya besok naik motor aja ya," simpulnya.
"Iya, Sayang.... Lagian juga imam emang adanya di depan kok bukan di samping."
Mama... Papa... anakmu ini rasanya mau meledak!!! Dewa... kenapa sih kamu nggak bisa bikin pipi aku berhenti merona?
***
Esok paginya, saat Maura membuka pintu pagar rumah, Dewa duduk dan tersenyum di atas motornya. Membuat Maura langsung berlari ke arahnya dengan wajah sumringah.
"Yeaayyy beneran naik motor!" serunya girang.
"Apa sih yang enggak buat ibu negara mah," balas Dewa.
Maura tertawa, lalu refleks memeluk Dewa. "Makasih, Sayang!"
"Apa? Makasih apa?" Dewa menjauhkan tubuh Maura, tapi Maura menolak. Terlanjur malu. Ini pertama kalinya dia memanggil Dewa dengan sebutan itu. Refleks, saking senangnya.
"Ra, makasih apa tadi? Ih, coba bilang sekali lagi." Dewa masih mencoba mengangkat wajah Maura yang bersembunyi di lengannya. Dan akhirnya berhasil. Wajah cantik yang pipinya memerah itu berhasil ditatapnya. "Coba bilang sekali lagi, aku pengen denger," ujar Dewa lagi.
Maura masih melipat mulutnya rapat. Kepalanya menggeleng-geleng. Kekeuh tak mau mengulangnya.
Dewa pun tertawa. Lucu melihat tingkah Maura. "Ra, ke sekolah jangan pake blush on kali," godanya untuk pipi Maura yang masih merona.
Semakin malu, Maura memundurkan wajahnya dari tangan Dewa yang menangkupnya. Dia langsung naik ke atas motor dan memakai helm. Menutupi wajahnya dengan kaca helm.
Masih tertawa, Dewa memutar tubuhnya ke belakang. Mengetuk-ngetuk kaca helm Maura. "Jangan gemesin gitu, aku jadi makin sayang kan."
"Dewaaaa!!!" jerit Maura di balik helmnya. Rasanya ingin menyembunyikan wajahnya dari Dewa. Ingin mengempiskan dadanya yang mengembang bahagia sampai mau meledak.
Dewa terus tertawa. Namun tiba-tiba tawanya langsung terhenti ketika matanya tak sengaja turun ke bawah. Ke paha Maura. "Tck!" decaknya, agak kesal. Dengan gerakan cepat, Dewa membuka jaketnya dan meletakkannya di atas paha Maura yang rok abu-abunya terangkat tinggi. Menutupi paha Maura yang terekspos menggunakan jaketnya. Mengorbankan tubuhnya sendiri yang dibiarkan terkena angin.
"Pegang!" perintahnya pada Maura.
Maura menurut setengah bingung setengah terpana. Dewa benar-benar memperlakukannya dengan sangat manis, gentle dan penuh tanggungjawab. Membuat Maura makin tidak bisa menghentikan debaran di dadanya, rona di pipinya dan cinta di hatinya.
"Ini nih malesnya naik motor," kata Dewa lagi. Wajahnya masih sedikit kesal. "Besok-besok tutupin pake scarf! Kalo enggak, gue nggak bakal lagi mau naik motor."
Kaca helmnya Maura buka, senyum dengan pipi merahnya dia biarkan untuk Dewa lihat. "Jangan gemesin gitu, aku jadi makin sayang kan," ujarnya mengikuti ucapan Dewa. Tangannya lalu dilingkarkan ke pinggang Dewa, menyembunyikan kembali wajahnya di punggung Dewa.
Wajah kesal Dewa kini sudah berubah menjadi senyuman. Dia membalikkan tubuhnya lagi untuk menyalakan motor. Setelah memakai helmnya sendiri, motornya mulai dilajukan menuju sekolah.
Dan ketika motor sudah berjalan, Maura berbisik di dekat wajah Dewa. "Ini tuh posisi paling nyaman. Aku bisa peluk kamu sepuasnya, supaya kamu nggak bisa pergi ke mana-mana."
***
Di hari terakhir ujian, Dewa dan Maura saling berjanji untuk ke satu tempat yang sejak lama ingin mereka tuju. Besok, mereka ingin pergi ke Bukit Paralayang di puncak. Terbang di atas hijaunya puncak bak Superman.
"Besok jam delapan ya," kata Dewa saat mengantar Maura pulang ke rumahnya. Duduk di sofa depan TV.
"Pagi banget?"
"Weekend macet, Sayang."
Maura berdeham kecil. "Yaudah."
Saat sedang mengunyah melon-nya, ponsel Dewa berdering di saku celana. Maura yang duduk di sebelahnya langsung menoleh.
"Aldo," kata Dewa memberitahu Maura, lalu mengangkatnya.
"Kenapa, Do?" tanyanya setelah benda berwarna hitam itu menempel di telinganya.
"Wa, cepet ke sini sekarang! Gue liat Nando lagi diserang Marco dan temen-temennya."
Dewa langsung berdiri. Wajahnya yang tegang dan kaget membuat Maura cemas. Dia pun ikut berdiri.
"Tunggu, gue ke sana sekarang. Posisinya di mana?"
Maura semakin penasaran. Dan saat Dewa menutup teleponnya, Maura langsung bertanya. "Kenapa?"
Dewa menoleh. "Nando diserang Marco."
"Ya ampun!" Maura melebarkan matanya. Panik, cemas, takut dan khawatir bercampur jadi satu. "Kenapa? Di mana? Gimana bisa?"
"Ra." Dewa memegang dua bahu Maura, mencoba menenangkan kekasihnya. "Kamu tunggu sini ya, aku mau nyamperin ke sana."
"Aku ikut!"
Dewa menggeleng tegas. "Tunggu di sini. Bahaya."
"T-tapi kamu juga bahaya!"
"Aku kan udah biasa nonjok-nonjokin orang." Dewa tersenyum. Berusaha meyakinkan Maura kalau semuanya akan baik-baik saja. "Tunggu di sini. Nanti aku bakal balik lagi ke sini. Kamu nggak usah khawatir ya."
"Wa... tapi..."
Bahu Maura ditarik oleh Dewa. Dibawa ke dekapannya. Dipeluk erat-erat agar Maura bisa tenang. Dibelai rambutnya dengan lembut.
Entah kenapa, Maura merasa berat untuk melepas pelukan ini. Berat melepas Dewa pergi ke sana. Maura terlalu khawatir hingga pikiran-pikiran negatif berkeliaran di kepalanya. Maura takut Dewa terluka.
Apalagi ketika Dewa mengecup lama kepalanya. Dadanya berdesir hebat. Tubuhnya bergetar. Rasa takut itu semakin merajalela. Sampai rasanya ingin menangis.
"Sayang, percaya sama aku," bisik Dewa yang tak mampu membuat Maura sanggup sepenuhnya bisa mempercayai.
***
Nyatanya Dewa benar-benar tidak bisa dipercaya. Nyatanya setelah beberapa jam berlalu, hingga matahari mulai tenggelam, Dewa belum juga kembali.
Gantinya, sebuah panggilan dari nomor Aldo yang malah masuk ke ponsel Maura. Membuat tubuh Maura seketika jadi tak berdaya karena kemungkinan-kemungkinan buruk yang dia pikirkan.
***
tbc
<<< Inesia Pratiwi >>>
YOU ARE READING
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
Hello, Memory Ketigapuluh Empat!
Start from the beginning
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)