Hello, Memory Ketigapuluh Tiga!

Start from the beginning
                                        

Suara mobil terdengar dari luar. Jantung Maura tiba-tiba jadi berdebar. Grogi langsung melandanya. Tangannya diremas di atas paha sambil menyiapkan kata-kata yang ingin disampaikan pada Dewa nanti.

Namun ketika pintu rumah terbuka, bukan wajah Dewa yang muncul. Melainkan seorang wanita cantik dengan tubuh berisi dibalut dress yang bisa terlihat kemahalannya. Tangannya menjinjing tas merk ternama. Kacamata hitam yang semula menutupi matanya, diturunkan untuk bisa jelas menatap Maura.

Wanita itu adalah wanita sama yang pernah bertemu dengannya saat pengambilan raport. Yang pernah saling tatap dengan Pras. Meskipun setelah itu Pras pun menjelaskan pada Maura kalau Maminya Dewa adalah mantan pacar sahabatnya dulu saat SMA. Membuat kekhawatiran juga kecurigaan Maura dan Dewa akhirnya sirna.

"Siang, Tante." Maura berdiri dan buru-buru melangkah ke arah Mami Dewa. Tangan lembut berjari lentik itu pun dicium oleh Maura.

"Iya siang." Mami Dewa tersenyum ramah. Kepalanya lalu miring sambil memperhatikan wajah Maura yang samar-samar diingatnya. "Kamu itu kan... yang..."

Maura mengangguk sopan. "Iya, Tante, aku temennya Dewa, anaknya Papa Pras, yang waktu itu pernah ketemu di sekolah."

"Iya iya." Mami Dewa akhirnya ingat. "Siapa namanya, Sayang?"

"Maura."

"Oh, Maura..." Gantian Mami Dewa yang mengangguk-angguk. Wanita itu memang selalu seperti ini jika bertemu dengan teman Dewa. Berakting menjadi ibu yang ramah, yang seolah tidak terjadi apa-apa di keluarganya. Demi pencitraan. "Ke sini sendiri?"

"Iya, Tante."

"Dewa-nya mana? Pergi pasti ya dia?"

"Kayaknya sih, Tan. Tapi udah ditelpon sama Bi Warni kok."

"Oh yaudah kamu ke atas aja. Tunggu di kamar Dewa aja."

Maura melebarkan matanya. "Eh?"

"Iya ayo, daripada di sini sendirian bosen."

"T-tapi Tante..." Maura hendak menolak.

"Kenapa? Kamu pacarnya Dewa kan? Gapapa ayo santai aja."

"Eh? B-buk..."

Mami Dewa langsung berjalan tanpa mau mendengar lagi jawaban Maura. Padahal Maura ingin menolak, karena dia belum pernah sekalipun masuk ke kamar cowok. Apalagi cowok yang disukainya. Maura takut malah jadi penasaran dan menggeledah isi kamarnya.

Tapi karena Mami Dewa sudah tidak mau mendengar alasan lagi, akhirnya Maura pun mengikutinya dari belakang. Menaiki tangga.

Sampai di depan pintu kamar yang ditempel stiker Arsenal, mereka pun berhenti. Mami Dewa membalikkan badannya menatap Maura lagi.

"Kamu tunggu di dalem aja ya, Dewa palingan juga masih lama pulangnya. Tante mau ke kamar sebentar trus mau langsung pergi lagi. Gapapa ya ditinggal?"

"Iya gapapa, Tante," jawab Maura, segan.

Mami Dewa hanya tersenyum lalu berjalan ke kamarnya sendiri. Dan setelah wanita itu masuk ke kamarnya, barulah Maura memberanikan diri membuka pintu kamar Dewa perlahan. Maura takut jika nanti Dewa tahu kalau dia menunggu di kamarnya, Dewa akan marah. Bagaimanapun, kamar itu adalah ruang privasi.

Hello, Memory!   [COMPLETED]Where stories live. Discover now