Nih cewek lagi kerasukan apa gimana? batin Maura.
"O-oke." Nando tambah bingung. Dia pun menoleh pada Maura untuk pamit sebentar lalu berjalan mengikuti Mia ke tempat mereka ingin mengobrol.
Maura pun hanya bisa memperhatikan mereka dari belakang masih dengan sebuah tanda tanya besar di atas kepalanya. Saat ada sebuah tangan bertengger di bahunya, Maura barulah berhenti menatap punggung Nando dan Mia.
"Ngapain lagi tuh artis-artis?" Orang yang melingkarkan tangannya di bahu Maura ternyata Dewa. Ya siapa lagi emangnya yang berani?
Maura menoleh. Dan saat menoleh, bukan hanya wajah Dewa yang dia temui. Tapi juga wajah Luna.
"Nggak tau," jawab Maura.
"Lo nggak mau ngikutin lagi?"
"Ntar gue diomelin lagi." Maura ingat kata-kata Nando di kantin waktu itu.
Dewa langsung tertawa. "Oh iya ya, lo kan bukan artis utamanya ya. Makanya buruan gerak cepet, sebelum ditikung lagi tuh sama si ratu drama."
Maura langsung menggerutu, mata dan bibirnya nampak lucu karena kesal pada Dewa yang bicara sefrontal itu saat sedang ada Luna di sini. Biar bagaimanapun, Luna ini kan sahabatnya Mia.
Lagipula, bisa-bisanya Dewa sesantai itu menyuruh orang yang pernah disukai dan ditunggunya mengungkapkan perasaannya pada orang lain. Semudah itukah untuk ikhlas bagi Dewa?
"Yaudah gue duluan ya, mau ke kelas Luna bentar," kata Dewa lagi. Dan tanpa menunggu tanggapan dari Maura, Dewa sudah berlalu begitu saja.
Pergi dengan Luna, meninggalkan Maura yang hanya bisa menatap kepergiannya dengan perasaan tak terdefinisikan.
***
Hari-hari berikutnya sejak Mia mendatangi Nando, pasangan mantan kekasih itu jadi lebih sering mengobrol berdua. Tiap pagi Mia selalu menunggu Nando di depan kelas, mengajak Nando berbicara berdua. Alasannya untuk menanyakan tugas-tugas yang dulu selalu dikerjakan Nando.
Awalnya Maura biasa saja, tapi semakin lama rasanya semakin khawatir. Dia seperti merasa... kesepian. Dewa semakin dekat dengan Luna, Nando semakin dekat dengan Mia. Dan dirinya... tinggal sendirian.
Seperti merasa kehilangan.
Untungnya hari ini, Dewa menyempatkan datang ke kelas Maura sebelum bel masuk. Duduk di meja Maura sambil mengunyah permen karetnya. Tasnya bahkan masih digendong dipunggungnya.
"Mana Nando?" tanya Dewa.
"Sama Mia."
"Lagi?"
Maura mengangguk. Tangannya dilipat di atas meja.
"Gue bilang juga apa, Ra... gerak cepet makanya!"
"Apa sih!" Maura melirik sinis.
"Bilang lah sama dia kalo lo suka sama dia. Jangan diem aja."
"Masa cewek duluan sih."
"Dih, lo kayak orang kuno aja deh. Biasanya juga pemikiran lo luas. Ngungkapin cinta emang cuma cowok doang yang boleh duluan?"
Maura menghela napasnya. "Gue mau berhenti aja deh, Wa."
"Apa?" Dewa lebih membungkukkan badannya untuk bisa menatap mata Maura lebih dekat. "Segampang itu?"
"Daripada nanti malah nggak bisa berhenti."
"Tapi segampang itu?" Dewa mendengus. "Lo bahkan belom nyoba buat bilang sama dia, Ra. Lo belom tau jawaban dia apa. Gue berhenti nunggu lo bukan cuma buat liat lo berhenti juga kayak gini. Kalo tau lo bakal berhenti gini mendingan dulu gue nggak usah berhenti deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
Hello, Memory Ketigapuluh Dua!
Mulai dari awal
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)