"Makasih, Papa!!!"
Pras mengelus rambut putrinya sambil terkekeh. "Jangan dirusakin. Jangan ditabrak-tabrakin!" pesannya.
"Siap, Bos!"
Setelah itu, Maura langsung berlari ke kamarnya untuk mengganti baju dan mencoba motor barunya. Tempat pertama yang ingin dia tuju adalah rumah gurunya, Dewa.
***
Setelah memarkir motor dengan hati-hati, Maura turun dan membunyikan bel rumah Dewa. Mobil Dewa terparkir di halaman depan, otomatis pasti Dewa juga ada di dalam.
Tak lama, Bi Warni muncul di balik pintu dan tersenyum pada Maura. Merasa tak asing dengan wajah Maura.
"Eh, Non...? Non siapa tuh ya, lupa deh Bibi," kata Bi Warni.
"Maura, Bi," jawab Maura sambil tersenyum. "Dewa ada kan, Bi?"
"Oh iya, Non Maura yang ke sini waktu itu sama Den Nando kan ya? Den Dewa ada kok baru aja selesai mandi, bentar ya Bibi panggil dulu."
Maura mengangguk dan menunggu di ruang tamu. Sambil melihat-lihat isi rumah Dewa untuk kedua kali. Sesaat bibirnya menyunggingkan senyum saat melihat foto kecil Dewa terpajang di dinding. Ternyata sudah sejak kecil tampang Dewa memang bisa membuat orang tertawa. Lucu!
"Dih, ngapain lo?"
Suara Dewa membuat Maura menoleh. Tapi sedetik kemudian kepalanya kembali diputar ke arah lain. Itu karena Dewa setengah telanjang! Bajunya belum terpakai sempurna saat turun dari tangga.
"Nggak usah pamer, Wa, ya ampun!" seru Maura, suaranya menggema di ruang tamu.
Dewa tertawa dan pakaiannya sudah terpakai sempurna saat kakinya tiba di anak tangga terakhir.
"Lagian ke sini nggak bilang-bilang," balas Dewa setelah berada di depan Maura. "Ngapain ke sini?" tanyanya kemudian, sambil memutar paksa kepala Maura menghadapnya.
"Udah pake bajunya?" Maura mengintip lalu matanya terbuka sempurna saat kaos putih sudah terpakai di tubuh Dewa. "Gue mau pamerin sesuatu!" serunya kemudian.
"Apa? Lo mau nggak pake baju juga?" goda Dewa yang dihadiahi cubitan di pipinya.
"Otak lo ya ampun! Ayo keluar, gue kasih tau sesuatu," ajak Maura kemudian. Dewa pun mengikuti.
Setibanya di depan, Maura langsung memamerkan motornya dengan riang. Membuat Dewa tertawa.
"Norak banget baru punya motor," katanya.
Maura ikut tertawa. "Akhirnya wishlist gue kesampean juga!"
"Bagus deh kalo gitu. Berarti besok bawa motor ke sekolah dong nih?"
"Iya dong!" jawab Maura bangga.
"Ya udah berarti gue nggak perlu lagi muncul di rumah lo tiap pagi dan muncul di depan kelas lo tiap pulang sekolah."
Jawaban Dewa membuat senyuman Maura menghilang. Ketergantungannya pada Dewa selama ini ternyata punya efek seburuk ini. Sedih. Tapi sebisa mungkin Maura menutupi perasaan itu. Jika keputusan Dewa adalah berhenti, Maura tidak boleh menghalangi. Nanti... jika Maura sudah punya jawaban dari perasaannya, Maura pasti akan meminta pada Dewa untuk jangan berhenti.
YOU ARE READING
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
Hello, Memory Ketigapuluh Satu!
Start from the beginning
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)