Dewa tersenyum. "Nanti pulang sekolah gue ajarin ya."
"Serius? Beneran?" Maura nampak girang.
"Asal jangan sampe ngerusakin motornya ya," canda Dewa.
Sementara Maura masih kegirangan, Dewa justru tersenyum penuh maksud. Karena ini adalah langkah pertama untuk memperkuat keputusannya.
***
Jika sekolah lain akan pulang lebih awal di hari pertama masuk, sekolah ini tidak. Jadwal pulang tetap seperti biasa. Pelajaran pun beberapa sudah dimulai meski belum efektif. Tapi tidak seperti biasanya, tidak ada Dewa yang berdiri di depan pintu kelas Maura. Hal itu sontak membuat Maura bingung.
"Nyari Dewa ya, Ra?" Elma datang dari belakang tubuhnya.
Maura tersenyum canggung. Mengangguk pelan.
"Biasanya dia udah stand by di sini ya?"
"Masih di kelas kali." Maura membuat kesimpulan.
Elma mengangkat bahunya. Lalu tak lama, Aldo lewat bersama temannya, hendak menuju lapangan. Elma pun berteriak memanggil.
"Apaan sih berisik!" Aldo kesal.
"Temen lo mana?" tanya Elma, jutek.
"Lah ini temen gue," jawab Aldo sambil menujuk temannya yang juga ikut berhenti di sebelahnya.
"Temen lo yang gelo maksudnya, si Dewa."
Aldo mencibir. "Mana gue tau. Emang gue bayangannya."
Elma ikut mencibir. "Ya udah sana sana! Nggak guna banget nanya sama lo!"
"Yeuu, siapa suruh nanya gue." Aldo lalu melanjutkan kembali langkahnya.
Elma masih memaki kelakuan Aldo saat Maura melihat sosok Dewa di ujung koridor. Berdiri berhadapan dengan seseorang... yang ternyata Luna. Mereka berbicara di depan kelas Luna, dikelilingi mata-mata murid lain yang memandang penasaran.
Melihat Maura diam menatap satu tempat, Elma pun mengikuti arah pandang Maura. Cewek kurus itu langsung membulatkan bibirnya. Lalu kembali menatap Maura. "Eh tuh dia si Dewa," ucapnya datar. Saking bingungnya mau bicara apa.
Maura menoleh dan ekspresinya tetap biasa saja. "Iya, kirain udah pulang duluan," ujarnya seolah tak merasakan apa-apa setelah melihat Dewa dan Luna berdua. Membuat Elma agak bingung.
"Lo gapapa?" Elma memastikan.
"Emang gue kenapa?" Maura malah tertawa kecil.
Elma semakin mengerutkan keningnya. Padahal sebelumnya Elma yakin kalau Dewa menyukai Maura dan diantara mereka pasti ada apa-apanya. Tapi melihat respon Maura seperti ini Elma jadi tahu kalau ternyata memang tidak ada apa-apa diantara mereka.
"Trus lo mau nunggu Dewa di sini?" tanya Elma lagi.
"Emm... kalo emang dia ke sini ya gue tungguin. Kalo enggak ya gue pulang sama Nando aja."
Untung saja Dewa tidak mendengar itu. Andai saja dengar, dia pasti akan merasa kecewa. Untuk memutuskan tetap akan menunggu Maura atau tidak saja Dewa harus memikirkannya susah payah. Tapi Maura... bahkan Maura tidak butuh waktu lama untuk memutuskan akan menunggu Dewa atau tidak. Begitu mudahnya bagi Maura.
YOU ARE READING
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
Hello, Memory Keduapuluh Sembilan!
Start from the beginning
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)