Maura diam, sambil berpikir. Itu artinya saat Dewa meneleponnya tadi, cowok itu sudah berada di depan rumah Maura. Maura jadi penasaran, mau ke mana Dewa sebenarnya.
"Oh iya, kemaren sebelum gue ke sini, si Aris nanyain alamat rumah lo, Ra."
Ucapan sepupunya kembali membuat Maura menoleh dan berhenti memikirkan Dewa. "Aris?" tanyanya memastikan.
"Iya, yang mantan lo itu. Kan dia sekarang tetangga gue."
"Trus lo kasih tau alamat gue?"
"Iya." Dengan santainya, cewek berambut pendek dengan gaya pakaian tomboi tu mengangguk.
Jawaban itu membuat Maura menghela napasnya malas. Jujur saja, Maura agak malas berhubungan lagi dengan Aris yang masih mengharap bisa bersama dengannya lagi. Sejak dulu Maura punya prinsip; kalo udah putus ya nggak bisa balikan lagi.
"Katanya sih hari ini dia juga mau ke sini."
Lagi-lagi Maura menghela napasnya. Sudah pusing kepalanya dihadapkan dengan perasaannya pada Dewa dan Nando, sekarang apa Aris harus juga datang?
***
Selepas dzuhur tadi, para sepupu dan om tantenya bersamaan pulang kembali ke Bandung. Kecuali keluarga Abi, karena mereka tinggal di Jakarta, mereka baru akan pulang malam hari nanti. Di ruang keluarga, dua keluarga itu berkumpul sambil menikmati kue buatan Finda dan kakak iparnya. Dan tiba-tiba bel rumah berbunyi. Bi Kokom pun bergegas membuka pintu.
Saat Bi Kokom datang ke ruang keluarga, yang dipanggilnya adalah Maura. "Ada temennya di luar, Non," kata Bi Kokom.
Maura langsung teringat dengan Aris. Apalagi, kakak Abi tadi sempat berbisik padanya, ikut menyakini kalau tamu di depan adalah Aris. Maka, Maura pun berjalan menemui tamunya dengan langkah malas. Sementara Abi, dari tempatnya duduk memperhatikan Maura dalam diam.
Di depan pintu, cowok berkacamata yang kulitnya putih itu membentuk senyum pada bibir merahnya. Menyapa Maura sambil menyerahkan bungkusan berisi makanan-makanan untuk orang rumah Maura. Masih selalu seperti kebiasaannya dulu.
"Lama nggak ketemu ya, Ra," ujarnya manis.
Sementara Maura hanya tersenyum tipis, sebagai formalitas. Sambil menerima bungkusan dari cowok itu.
Cowok yang mengenakan kemeja merah maroon itu melongokkan kepalanya ke dalam rumah Maura. "Lagi ada tamu, ya, Ra?" Cowok itu adalah Aris, yang selama kepindahan Maura ke Bogor masih sering menghubunginya via SMS atau telepon. Tapi jarang Maura tanggapi.
"Ada keluarganya Abi," jawab Maura.
"Oh... iya sekarang Abi jadi tetangga aku lho. Dua bulan yang lalu aku baru pindah rumah, dan ternyata satu komplek sama Abi." Aris tertawa.
"Iya udah tau." Maura masih menjawab dengan singkat, tanpa ikut tertawa. Bahkan menyuruh Aris masuk saja tidak.
Namun karena langit sudah semakin gelap dan suara bedug masjid sudah mulai terdengar, terpaksa Maura mengajak Aris masuk ke rumah. Padahal rasanya malas sekali jika harus mempertemukan Aris dengan Pras dan Finda lagi.
Wajah Aris nampak sumringah saat bertemu keluarga Maura. Sangat berbanding terbalik dengan wajah Maura dan Abi. Dan Finda yang mengerti arti dari ekspresi putrinya itu pun hanya bisa sekedar basa-basi saja pada Aris. Finda tahu kalau putrinya itu tidak nyaman.
"Naik apa ke sini, Ris?" tanya Pras.
"Mobil, Om," jawab Aris sesopan mungkin.
"Sendirian?" Pras nampak kaget. Dan Aris mengangguk. Lalu percakapan basa-basi Pras dan Aris pun berlanjut.
YOU ARE READING
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
Hello, Memory Keduapuluh Delapan!
Start from the beginning
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)