Setengah berlari Maura menghampiri mobil Dewa sambil terheran-heran mengapa bisa Dewa berada di sini. Begitu sampai di samping mobil Dewa, Maura mengetuk-ngetuk kaca mobil Dewa yang membuat si empunya menurunkan kacanya sambil tersenyum lebar.
"Hai," sapa Dewa.
"Lo kok di sini?" tanya Maura, bingung.
"Emang nggak boleh?"
"Bukannya lo di Jakarta?"
"Iya tadi."
"Trus kok malah ke sini?"
"Soalnya gue kangen sama lo," jawab Dewa lantang, dengan senyuman mematikannya.
"Ish!" Maura mencebik. Kesal tidak pernah dijawab serius. Cewek itu lalu melirik ke arah lain sambil bersidekap.
"Ra," panggil Dewa lagi. Dua tangannya menyandar pada pintu mobil yang kacanya telah diturunkan sepenuhnya. "Makasih, ya," sambungnya sambil menikmati wajah Maura dari tempatnya.
"Makasih apaan? Lo bener-bener abis minum ya?" Maura memutar kepalanya dan menunduk untuk balas menatap Dewa. Namun kemudian tatapannya langsung terkunci saat melihat senyum dan binar pada mata Dewa. Kini tiap kali Dewa menatapnya seperti itu, Maura selalu jadi salah tingkah. Dadanya berdebar, merasa seperti jadi orang yang paling disayang.
"Makasih kado spesialnya," jawab Dewa.
"O-oh itu...." Maura berdeham kecil, suaranya seja tadi memang agak sedikit serak. Entah kenapa. "Iya sama-sama. Kan lo yang minta."
Dewa masih tersenyum. Dia lalu membuka pintu mobil dan keluar. Berdiri di depan Maura sambil menyandar pada body mobil. Dua tangannya masuk ke saku jaket sambil bergidik karena cuacanya yang dingin.
"Maaf juga ya, Ra, gue sempet lupa," ucap Dewa.
Maura akhirnya tersenyum. Rasa kecewa, sakit dan marahnya sudah hilang sejak melihat wajah Dewa. "Gapapa kok. Wajar kalo lo masih belum terbiasa," jawabnya.
"Tahun depan kalo gue lupa lagi tolong diingetin. Jangan dibiarin lagi ya."
"Iya."
Dewa mengangguk-angguk. Iya, semoga saja tahun-tahun berikutnya mereka masih terus bertemu dan punya waktu bersama. Karena seperti yang biasa terjadi, pertemuan setelah lulus tidak akan bisa seintens saat masih sekolah. Masing-masing akan punya kehidupan sendiri, teman baru dan tempat baru. Menyamakan jadwal pertemuan tidak akan lagi semudah saat bertemu di koridor sekolah.
Oleh karena itu, Dewa ingin memanfaatkan waktu yang tersisa dan terus berharap kalau mereka tetap akan seperti ini hingga selamanya.
"Kalo gitu gue mau dong denger ucapan selamat ulangtahun langsung dari lo lagi. Yang tadi kan cuma di memo doang. Lagian sekarang juga masih tanggal 31 kan." Dewa memainkan alisnya. Membuat Maura terkekeh.
"Okey, happy birthday, Dewa!" ucapnya sambil memajukan wajahnya ke dekat wajah Dewa. Tersenyum dengan kepala yang sedikit dimiringkan. Dan tangan yang mencubit kedua pipi Dewa.
Kalimat, gestur dan sentuhan itu membuat Dewa diam. Ucapan yang akhirnya didengarnya lagi setelah lima tahun membuat tubuhnya merinding. Menerbangkan kenangannya pada masa-masa ketika ucapan itu dilontarkan setiap tahun oleh anggota keluarganya dengan ceria. Sentuhan dan senyuman Maura membuatnya terpesona. Membuatnya jadi membayangkan sentuhan dan senyuman dari Maminya dulu.
"Setelah lima tahun, akhirnya gue bisa denger itu lagi. Lo jadi orang pertama dan terakhir tahun ini," lirih Dewa, terdengar pilu.
Maura berhenti tersenyum. Tatapannya berubah sedih. Seolah ikut merasakan apa yang Dewa rasakan. Dan ketika tangannya ingin ia jauhkan dari pipi Dewa, Dewa langsung menahannya. Sehingga tangan mereka bertemu dalam dingin.
YOU ARE READING
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
Hello, Memory Keduapuluh Tujuh!
Start from the beginning
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)