[DITERBITKAN]
Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan.
Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
"Tahun baru kan masih nanti malem. Mungkin aja Dewa sekarang masih di rumah kan?"
Maura langsung menatap Nando yang juga menatapnya dengan alis terangkat. Benar juga apa kata Nando. Barangkali Dewa masih di rumah.
"Eh tapi semalem katanya dia udah di Jakarta," kata Maura lagi.
"Jakarta-Bogor kan deket, siapa tau dia cuma pulang-pergi. Yang penting sekarang kita ke rumah Dewa dulu. Coba usaha dulu aja, kayak usaha lo yang udah bikin lukisan itu. Emangnya lo nggak penasaran mau tau hasil dari usaha lo?"
Maura langsung mengangguk. Nando benar. Nando selalu benar. Maura pun tersenyum dan langsung mengganti pakaiannya untuk segera berangkat menuju rumah Dewa. Membawa kado spesialnya.
Semoga saja usahanya membuahkan hasil baik.
***
Di pintu gerbang rumah mewah yang dijaga satpam itu, Nando menghentikan mobil Maura. Nando keluar dan berbicara dengan penjaga rumah Dewa itu, yang akhirnya berujung dengan dibukanya pintu gerbang rumah.
"Dewa ada di rumah, Nan?" tanya Maura saat mobil memasuki gerbang.
Nando tidak menjawab. Pura-pura fokus memarkir. Meski sudah tau jawabannya, dia ingin Maura melihatnya sendiri di dalam nanti.
Setelah mobil terparkir di halaman, Maura dan Nando keluar dari mobil. Maura membawa paperbag milik Nando, dan Nando membawa dua kanvas milik Maura.
Karena ini kali pertama Maura datang ke rumah Dewa, maka gadis itu pun memutar matanya ke sekeliling rumah dengan tatapan takjub. Luas rumahnya mungkin hanya setengah dari luas rumah Dewa ini. Rumah ini bahkan lebih cocok disebut villa daripada rumah.
Tapi mirisnya, rumah seluas dan semewah ini diisi oleh keluarga yang tak harmonis.
Ketika membuka pintu utama rumah, mereka disambut oleh Bi Warni yang sebelumnya pernah bertemu dengan Nando.
"Sore, Bi," sapa Nando.
"Eh... iya, sore, Den," balas Bi Warni sesopan mungkin. Padahal usianya jauh lebih di atas mereka. Harusnya mereka lah yang lebih sopan pada Bi Warni. "Den siapa ya namanya, Bibi teh lupa euy."
"Nando, Bi," jawab Nando.
"Oh iya, yang kakaknya Nanda," sahut Bi Warni lalu kemudian sadar dan meminta maaf. "Aduh, maaf, Den, kebiasaan nih suka diisengin sama Den Dewa."
Nando hanya tersenyum maklum. Sementara Maura kebingungan.
"Ayo, masuk dulu masuk," kata Bi Warni. "Duduk dulu, biar nanti Bibi telpon Den Dewa dulu."
Mereka ikut berjalan mengikuti Bi Warni. Sambil berjalan, Maura melirik Nando dan bertanya, "telpon? Berarti Dewa nggak ada dong?"
"Duduk dulu aja," jawab Nando tenang.
Maura pun menurut. Mereka duduk bersebelahan di sofa. Sambil menunggu Bi Warni, Maura kembali memutar matanya mengelilingi sisi rumah Dewa. Hanya satu kata yang dapat mendeskripsikan rumah ini: mewah.
Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.