Hello, Memory Keduapuluh Enam!

Start from the beginning
                                        

Ibu dan anak memang harus dekat. Tapi juga tetap punya jarak.

"Ya udah makan dulu yuk," ajak Finda. "Ntar sore mau ke rumah Dewa kan?"

"Nggak jadi, Ma. Dewa nya pergi."

"Oh..." Finda mulai mengerti arti tatapan sedih itu. Meskipun belum sepenuhnya mengerti. Tapi Finda yakin ini tentang kepergian Dewa itu dan kegagalan Maura memberi kado yang sudah dibuatnya dengan niat sungguh-sungguh. "Ya udah kapan-kapan aja ngasihnya. Kan kado bisa dikasih kapan aja, yang penting ucapin selamat dulu aja."

Maura mengangguk. Lemas. Kemudian ia pun bangun dan mengikuti Finda keluar kamar untuk makan.

Ucapin selamat pun belum tentu aku bisa, Ma.

***

Bel rumah Maura berbunyi. Dari dalam kamarnya Maura bisa mendengar itu. Dan ketika sadar kalau ini sudah pukul tiga sore, Maura yakin tamu di depan adalah Nando. Karena Nando tidak memiliki ponsel, jadi Maura tidak sempat mengabarinya kalau acara ke rumah Dewa batal.

Maka sebelum Bi Kokom memanggilnya ke kamar, Maura sudah lebih dulu keluar dan menghampiri Nando. Pakaiannya masih pakaian rumah, sehingga membuat Nando bingung.

"Kok belom siap-siap, Ra?" tanya Nando yang sudah duduk di sofa ruang tamu.

"Nggak jadi ke rumahnya Dewa," jawab Maura sambil duduk di sofa depan Nando.

"Kenapa?"

"Dewa nya pergi."

"Terus kadonya gimana? Gue udah bawa nasi kuning bikinan nyokap gue padahal."

Maura melirik paperbag yang dibawa Nando. Ternyata bukan hanya dirinya saja yang sudah menyiapkan sesuatu untuk Dewa.

"Nasi kuning?"

Nando mengangguk. "Kalo ada yang ulangtahun emang paling enak makan nasi kuning kan?"

Maura mulai tersenyum. Perlahan kesedihannya pun pudar. Berkat Nando berada di sini.

"Jaman kecil banget tuh bagi-bagi nasi kuning ke tetangga pas ulangtahun ya?" kata Nando lagi.

"Tapi gue nggak pernah bagi-bagi nasi kuning," balas Maura kemudian.

Nando langsung memasang wajah tak enak. Kaku. "Oh, iya sih... emang nggak semuanya juga sih." Nando pun menggerakkan bola matanya ke sana-sini, salah tingkah. "Sorry, ya, Ra, gue emang nggak bakat ngelucu kayak Dewa."

Maura akhirnya tertawa, walaupun kecil. "Tadi lo lagi ngelucu? Ya ampun, kenapa ngelucu pake muka sama nada serius gitu?"

Nando menggaruk belakang lehernya. "Abisnya gue bingung mesti gimana ngeliat muka lo sedih gitu. Pasti lo kecewa ya karna Dewa malah pergi?"

Tawanya perlahan menghilang. Maura kembali diam, namun tak sampai lama. Dia lalu tersenyum lagi sambil menggeleng-geleng. "Karna udah ada lo di sini gue nggak sedih lagi kok."

"Syukur deh," balas Nando. "Emang Dewa pergi ke mana?"

"Katanya sih mau ada acara tahun baru di Jakarta."

Hello, Memory!   [COMPLETED]Where stories live. Discover now