Hello, Memory Keduapuluh Dua!

Mula dari awal
                                        

Maura mencibir. Mereka bertiga berjalan menuju koridor. "Mentang-mentang peringkat satu, bebas absen seenaknya."

"Makanya coba geser dong posisi gue."

"Kita liat hasilnya besok. Gue pasti jadi peringkat satunya," tekad Maura penuh semangat.

Dewa tertawa. "Kalo ternyata tetep gue, lo mau kasih gue apa?"

"Emm..." Maura berpikir. Berjalan di tengah dua cowok ganteng itu. "Gue kasih satu medali gue buat lo."

"Ah, gue juga punya banyak."

"Ih, sombongnyaaaa!" Maura mengacak-acak rambut Dewa.

"Lukisin gue aja gimana?" tawar Dewa setelah tertawa.

"Ah, gampang!" Maura mengibaskan rambutnya. "Dan kalo gue yang peringkat satu, lo harus ajarin gue naik motor!"

"Ah, gampang!" Dewa mengikuti gerakan mengibaskan rambut cepaknya seperti Maura.

"Kalo gue yang peringkat satu gimana?" Di sebelah kiri, Nando tiba-tiba bersuara sambil senyum-senyum. Dewa dan Maura pun menoleh sambil geleng-geleng kepala.

"Wahhh... kalo itu sih berarti lo harus traktir kita nasi uduk bikinan nyokap lo," kata Dewa semangat. Diikuti anggukan setuju Maura.

"Sama bubur sum-sumnya! Kita ke rumah Nando!" timpal Maura dengan dua tangan mengepal ke atas.

"Nah, sekalian juga kenalin adek lo ke gue."

Maura langsung mencubiti pipi Dewa.

"Jangan cemburu dong, Sayang," kata Dewa sok manis.

"Ih, si gelo!" Maura bergidik ngeri lalu berjalan cepat mendahului dua cowok itu. Di belakangnya, Nando dan Dewa tertawa-tawa.

***

Surat edar tentang pengambilan raport untuk besok Dewa serahkan pada Maminya saat wanita itu sampai di rumah.

"Besok. Jangan telat lagi."

Maminya membuka surat itu masih dengan pakaian kerja dan tas tangannya. Wanita itu membaca sekilas tanggal dan waktunya lalu meletakkan kembali di meja.

"Besok kamu satu mobil aja sama Mami."

"Aku bawa mobil sendiri."

"Bareng Mami aja."

"Emang Mami mau muter-muter jemput dua temen aku dulu? Yang satu rumahnya di gang kecil. Jelek, becek, sempit."

Maminya berdecak. Kalah. "Wali kelas kamu laki-laki atau perempuan?"

"Laki. Nggak usah bawa-bawain tas mahal lagi."

"Ya udah, jam tangan aja kalo gitu."

"Nggak usah sogok-sogokan segala. Tanpa barang-barang itu juga aku tetep peringkat satu."

"Udah, kamu diem aja. Mami yang urus." Maminya lalu berjalan menuju kamarnya.

Di tempatnya, Dewa menggigit apel dengan kesal. Sambil mengganti saluran televisi. Dewa lalu mengambil ponselnya dan mengirimi sebuah pesan untuk Maura.

Hello, Memory!   [COMPLETED]Tempat di mana cerita hidup. Terokai sekarang