Hello, Memory Keduapuluh Dua!

Start from the beginning
                                        

Ada hening sejenak sebelum Maura kembali mengeluarkan suara.

"Maaf ya, Wa," ucap Maura pelan, menunduk penuh rasa bersalah.

"Untuk?"

"Gue nggak ada waktu lo butuh. Padahal lo selalu ada setiap gue butuh." Maura menghela napas. "Dan sekarang waktu lo tiba-tiba nggak ada, gue baru sadar kalo kehadiran lo penting banget gue." Maura menoleh ke samping. "Dan kehadiran gue juga penting buat lo kan?"

Dewa belum ikut menoleh. Kakinya diketuk-ketukkan ke tanah dengan berirama. Mengisyaratkan kebimbangan.

"Gue disuruh pindah ke Jakarta." Hanya itu yang dijawab Dewa.

"Dewa..."

"Awalnya gue nolak. Tapi lama-lama gue mikir, kayaknya ide itu boleh juga."

"Wa..." Lewat matanya, Maura menyorotkan permohonan agar Dewa tidak benar-benar pergi.

"Tapi barusan aja, lo bikin gue bimbang lagi. Gue jadi pengen nolak lagi pas tau ternyata kehadiran gue penting buat lo." Dewa menoleh sambil tersenyum. "Kenapa sih lo bikin gue berharap lagi kalo akhirnya nanti lo redupin harapan itu lagi?"

"Gue nggak maksud begitu."

"Iya, emang cuma gue aja yang salah tanggap." Dewa tertawa hambar.

"Tapi gue emang serius... jangan pergi, Wa. Di sini aja, kita lulus bareng-bareng."

Dewa tersenyum. "Abis lulus lo mau ke luar kan?"

Maura mengangguk. "Singapore."

"Gue juga mau ke sana."

"Beneran?"

Dewa mengangguk. "Ngikutin lo."

"Kok ngikutin gue sih?" Maura mengerutkan keningnya. "Jangan ikut-ikutan, Wa. Lo harus kejar mimpi lo sendiri."

"Mimpi gue kan elo."

Maura diam. Terkunci pada tatapan Dewa yang mata cokelatnya ikut tersenyum dengan bibirnya. Di bola mata itu sulit untuk Maura membedakan antara candaan atau keseriusan Dewa.

Dewa terkekeh kecil ketika Maura masih terpaku dengan ucapannya tadi. Ia lalu menepuk-nepuk kepala Maura. "Yuk masuk lagi. Ntar gue coba bujuk Omah lagi biar nggak jadi pindah."

***

Hari jumat Dewa baru muncul di sekolah. Hari terakhir classmeeting dan besok pengambilan raport.

Setelah membujuk Omahnya susah payah, akhirnya Dewa tidak jadi pindah. Tapi dengan satu syarat. Jika Dewa kembali kabur ke rumah Omahnya lagi sebelum kelulusan, maka keputusan Omahnya memindahkan Dewa sudah tidak bisa diganggu gugat lagi.

Dewa berjanji untuk memenuhi syarat itu. Sambil memikirkan strategi harus ke mana nanti kalau ia ingin kabur lagi.

"Gue sampe lupa gimana rasanya naik mobil ini," kata Maura sebelum turun dari mobil Dewa.

Nando sudah lebih dulu turun. Seperti biasa, ia tak banyak bicara.

"Gue juga lupa rasanya nginjek tanah sekolah ini."

Hello, Memory!   [COMPLETED]Where stories live. Discover now