Hello, Memory Keduapuluh Dua!

Mulai dari awal
                                        

Bosan menanggapi Dewa, Shinta lalu melirik Maura yang tampangnya masih kaku.

"Lo kaget ya?" tanya Shinta dengan senyum geli.

Maura menoleh. Wajahnya masih datar, tidak tersenyum sama sekali.

"Haha, lo beneran kaget ya? Jangan-jangan lo pacarnya Rama ya?"

Dengan cepat Maura menggeleng. "Bukan. Bukan." Membuat Dewa lagi-lagi kecewa.

"Ah, masa? Kok segitu kagetnya?"

Jawaban itu... Maura sendiri pun tak tahu. Jika ia kaget, berarti cemburu. Jika cemburu, berarti cinta. Tapi Maura yakin tidak cinta!

Sungguh problematika yang tidak ada ujungnya.

"Dia emang suka kagetan gitu. Malah kadang latah." Dewa menimpal dengan omongan asalnya saat melihat Maura tidak bisa menjawab Shinta. "Ya udah duduk aja lah yuk," ajak Dewa pada ketiganya. Mereka pun menurut.

"Kalian temen apanya si Rama?" tanya Shinta.

"Temen sekolah." Dewa yang menjawab.

"Satu angkatan sama si Rama?"

"Iya." Dewa lagi yang menjawab.

"Lo juru bicara mereka ya?" Shinta melirik sinis Dewa.

"Mereka lagi mogok bicara."

Shinta menendang tulang kering Dewa di bawah meja. Tapi sialnya, berhubung meja ini bulat, tendangan itu malah mengenai Nando yang duduk di sebelah Dewa. Sontak Dewa pun tertawa kencang sementara Nando meringis kesakitan.

"Ya ampun maaf ya!"

"O-oke gapapa," jawab Nando pelan, sambil meringis.

Berhadapan dengan Maura, Dewa justru tak melihat ekspresi apa-apa pada gadis itu. Saat suasana di antara mereka ramai seperti ini, Maura tetap diam. Seolah sedang memikirkan sesuatu yang membawa jiwanya melayang ke tempat lain.

"Ra!" panggil Dewa.

Maura sadar dan balas menatap Dewa dengan alis terangkat.

"Ikut gue yuk bentar," ajak Dewa lalu berdiri keluar kafe. Di belakangnya Maura pun mengikuti setelah pamit dengan Nando dan Shinta.

Dewa membawa Maura ke luar kafe. Berdiri dalam gelap di dekat kaca-kaca kafe. Suara bising kendaraan melatarbelakangi mereka.

"Lo gapapa, Ra?" tanya Dewa. Tidak menatap Maura. Mereka hanya berdiri bersebelahan, menyandar pada pilar.

"Harusnya gue yang nanya itu ke lo," kata Maura.

"Gue kan udah bilang, gue gapapa."

"Lo nggak pernah bohong sama gue. Kenapa sekarang bohong?"

"Gue nggak bohong."

"SMS waktu itu... tandanya lo kenapa-kenapa."

"Itu kan udah dari hari minggu. Sekarang gue emang udah gapapa. Berarti gue nggak bohong dong."

Hello, Memory!   [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang