Hello, Memory Keduapuluh Satu!

Comenzar desde el principio
                                        

Setelah mendapatkan kuncinya, Maura kembali keluar dan menghampiri Nando. "Yuk," ucapnya menuju garasi.

Alarm mobil berwarna merah itu berbunyi. Dua lampu sign-nya berkedip.

"Lo bisa nyetir?" Nando bertanya.

Maura mengangguk. "Lo bisa nyetir?" tanyanya balik.

Gantian Nando yang mengangguk.

Lalu detik kemudian kunci yang semula berada di tangan Maura melayang ke arah Nando. Nando pun menangkapnya dengan cepat.

"Lo aja yang nyetir," kata Maura, berjalan ke sisi sebelah kiri mobil.

"Kok gue?"

"Sebenernya gue nggak suka bawa mobil. Udah ayo cepetan, banyak tempat yang harus kita datengin. Nanti keburu sore."

Maura membuka pintu mobilnya dan duduk manis di dalam. Nando pun akhirnya pasrah ikut masuk ke kursi kemudi.

"Gue nggak punya SIM," kata Nando setelah duduk di samping Maura.

"Nggak ada polisi kok."

Nando menghela napas. Yup. Indonesian. Punya SIM hanya sekedar untuk bebas dari penilangan. Makanya bikinnya pun tinggal nembak.

"Trus sekarang kita ke mana?" tanyanya sambil memakai seatbelt.

"Ke bengkel."

***

Hans tidak ada di sekitaran bengkel saat Maura turun dari mobilnya. Dengan cepat ia pun berjalan ke dalam ruang staff bengkel dan bertemu salah satu pegawai Hans. Sementara Nando menunggu di dalam mobil.

"Maaf, Teh, Kak Hans di mana, ya?" tanya Maura pada wanita yang duduk di balik komputer. Satu-satunya orang yang berada di ruangan itu.

"Di luar nggak ada ya?"

Maura menggeleng.

"Mungkin lagi di kamar mandi atau lagi keluar sebentar. Tunggu dulu aja."

Maura mengangguk dan hendak berbalik. Tapi wanita berkacamata itu bertanya lagi.

"Ngomong-ngomong ada apa ya nyari Pak Hans?"

"Ada perlu, Teh," jawab Maura.

"Oh... Tapi kamu tuh yang suka ke sini sama Dewa itu kan?"

"Iya." Entah karena Dewa selalu dikenal atau memang terkenal, Maura pun juga jadi ikut dikenal orang-orang.

"Teteh kebetulan pernah liat Dewa ke sini nggak beberapa hari kebelakang?" tanya Maura.

Wanita itu langsung mengangguk. "Hari minggu kemarin sih dia ke sini sama..... eh tapi sebelumnya maaf Teteh mau nanya, kalian pacaran nggak?"

"Enggak, Teh. Kita sahabat." Maura menjawab tanpa pikir panjang. Seolah status diantara mereka memang tidak perlu dipertimbangkan.

"Bener?"

"Bener."

Wanita itu lalu mengangguk paham. "Hari minggu kemarin dia di sini sama cewek. Duduk berdua di ruang tunggu situ," tunjuknya ke sofa depan ruang staff bengkel.

Tadi Maura tidak merasa perlu mempertimbangkan dengan serius jenis hubungannya dengan Dewa. Tapi entah kenapa sekarang saat mendengar Dewa bersama perempuan lain jantungnya tiba-tiba berdetak sakit.

"C-cewek yang gimana, Teh?" Suara Maura berubah lemah.

"Kalo ditanya gimananya mah Teteh bingung jelasinnya atuh. Pokoknya cantik. Cantik banget."

Hello, Memory!   [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora