Part 9 New Kid on the Block

8.2K 1K 7
                                    

Perutku terus bergejolak. Bukan karena lapar atau ingin bongkar muatan. Asam lambungku naik. Tingkat stres hari pertama kerja setara dengan hari pertama masuk sekolah baru. Kekhawatiran tentang teman yang nyebelin atau apakah ada WaO? Gimana kalau enggak betah? Sepertinya proyekku untuk mengurangi stres gagal total. Aku berangkat dari kost pukul delapan biar tidak telat. Sampai di kantor baruku suasana masih sepi karena belum pukul sembilan. Hanya ada satpam yang memintaku menunggu di ruang tunggu.

"Mbak tunggu aja ya, sebentar lagi Ira datang," kata satpam yang baru berusia awal dua puluhan itu.

"Iya, Pak eh Mas," balasku. Aku tidak tahu harus manggil dia apa.

"Panggil Aris aja, Mbak," kata satpam bernama Aris Saputra itu. Aku membaca nama yang tertera di bajunya lalu mengangguk.

Beberapa saat kemudian, Melanie datang bersama resepsionis bernama Ira.

"Mbak Audrey ayo masuk," ajak Melanie.

"Panggil aja Lalitya," kataku sambil mengikuti Melanie masuk ke ruangan tempat tes dulu. Kantor masih gelap gulita sehingga Melanie menyalakan lampu. Aku masih berdiri di depan pintu.

"Ini meja kamu," kata Melanie sambil menunjuk meja yang dia duduki pas aku tes kerja. Aku berjalan ke mejaku, lalu duduk. Melanie duduk di meja yang ada di seberangku. Dia asyik berkutat dengan laptopnya. Aku bingung mau ngapain dan menyalakan laptop.

Beberapa saat kemudian, satu per satu teman baruku bermunculan. Bu Mariana datang pukul sepuluh. Setelah Bu Mariana datang, Melanie mengajariku absen sidik jari dan memintaku untuk menandatangani surat kontrak. Dia juga memberitahu apa yang harus kukerjakan dan cara mengunggah artikel. Tugasku adalah menerjemahkan semua artikel yang dimuat Plesiran sejak pertama diluncurkan. Berhubung belum ada setahun diluncurkan jadi tidak terlalu banyak.

"Ini alamat email kamu. Password-nya nanti kamu ganti ya!" kata seorang cowok berwajah Jawa dengan logat medok sambil memberiku selembar kertas. Aku membaca tulisannya lalitya@plesiran.com password 123456.

"Makasih," balasku.

"Kalau butuh apa-apa panggil aku ya. Namaku Ricky," kata cowok itu sambil duduk di mejanya yang terpisahkan oleh satu meja berisi seorang cowok berkacamata.

"Yah, Ricky enggak bisa lihat cewek nganggur nih," celetuk cewek yang sedang berdiri di samping Melanie. Cewek itu berambut bob warna cokelat dan memakai eye shadow ungu.

"Kenapa? Cemburu ya? Makanya enggak usah jual mahal sama Ricky dong," sahut seorang cowok bertampang culun yang duduknya selisih tiga deret dengan Melanie.

"Ih males banget," omel si eye shadow ungu.

Aku memilih untuk fokus pada pekerjaanku. Belum ada lima menit, ketenangan kembali terganggu oleh kedatangan Kai.

"Pagi semua," sapa Kai.

"Siang kali. Baru bangun tidur ya," sindir si cowok culun.

"Sorry, enggak ingat kalau udah siang," balas Kai sambil melirikku. Dia berjalan di depanku dan masuk ke ruangan yang berada di sampingku.

Pukul dua belas adalah waktunya makan siang. Perutku sudah keroncongan, tapi aku tidak tahu mau makan di mana. Aku bahkan tidak tahu tempat makan dekat sini. Si eye shadow ungu sudah meninggalkan ruangan lima belas menit yang lalu bersama dua orang cewek berambut panjang yang seruangan dengannya. Mereka ngantor di ruangan yang ada di belakang tempat duduk Melanie. Si culun dan Ricky juga sudah menghilang, tapi cowok yang duduk di sebelahku masih belum beranjak dari tempatnya.

Aku mendekati Melanie karena sudah kelaparan. "Mel, tempat makan dekat sini di mana ya?" tanyaku.

"Makan bareng yuk!" ajak Mel sambil mematikan laptopnya, lalu mengambil dompet dari tasnya.

Love Me If You DareWhere stories live. Discover now