Part 2 Who Are You?

16.4K 1.5K 11
                                    

Aku langsung berjalan cepat menuju jembatan penyeberangan.

"Kenapa tadi enggak bawa sandal apa sneakers, sih?" omelku karena tidak bisa berjalan cepat dengan sepatu yang kupakai.

Meskipun sudah jam masuk kantor, masih banyak pekerja kantoran berlalu lalang baik di jembatan penyeberangan maupun di trotoar. Beberapa di antara mereka ada yang berjalan dengan langkah cepat. Ada juga yang berjalan dengan santai dan membuatku ingin berteriak agar mereka berjalan cepat. Aku berkali-kali melirik jam tanganku. Untungnya, aku bisa sampai di tempat wawancara tepat pukul sepuluh.

"Pagi, Mbak. Saya ada janji wawancara," kataku pada seorang resepsionis berwajah masam yang duduk di meja resepsionis.

Dia memberiku selembar kertas. "Tolong diisi. Nanti kalau sudah selesai, balikin ya," kata cewek yang memakai baju satu ukuran lebih kecil itu tanpa senyum.

Aku mengambil kertas yang dia berikan, lalu mencari tempat duduk. Di ruang tunggu ada satu sofa panjang dan dua sofa tunggal. Ada seorang cewek yang duduk di salah satu sofa tunggal. Dia sedang mengisi kertas seperti yang kupegang. Aku menyimpulkan kalau dia adalah pesaingku dalam perebutan posisi Media Research Analyst di LSM yang bergerak dalam pembangunan desa ini. Aku duduk di sofa tunggal lain yang menghadap sofa yang diduduki cewek itu. Cewek berkacamata dengan rambut yang dikuncir ekor kuda itu mendongak, lalu tersenyum. Aku membalas senyumnya.

Aku membaca kertas yang diberikan oleh resepsionis. Lembar itu berisi beberapa pertanyaan singkat untuk psikotes. Sainganku sudah menyerahkan lembaran kertas ke resepsionis dan diminta masuk ke dalam untuk wawancara. Sementara aku masih fokus pada lembar jawaban. Setelah selesai menjawab semua pertanyaan, aku menyerahkan lembaran itu ke resepsionis. Dia memintaku masuk ruangan di sebelahnya. Di dalam ruangan itu ada seorang cewek berwajah bulat yang menyambutku. Dia memintaku duduk menghadap komputer.

"Mbak Audrey ini ada tes ya. Dikerjain di Word kalau sudah selesai di save ke Document, nama file nya nama lengkap Mbak!" perintah cewek itu.

"Oke, Mbak," balasku.

Cewek itu meninggalkanku. Tanpa membuang waktu aku langsung mengerjakan tes. Perhatianku teralihkan saat pintu di dekatku terbuka lebar. Sainganku keluar dari ruangan dengan wajah tegang. Dia melihatku, tapi hanya diam saja, tanpa senyum. Aku kembali memusatkan perhatianku pada tes yang sedang kukerjakan. Sepuluh menit kemudian, si wajah bulat datang dan memintaku masuk ke dalam ruangan di dekatku.

Aku masuk dan melihat ada seorang bule perempuan kira-kira berusia empat puluhan tahun duduk bersama seorang pria kulit hitam berkacamata. Bule itu berpenampilan sederhana, nyaris tanpa makeup. Wajahnya mengingatkanku pada Anita Roddick, pendiri The Body Shop. Rambut ikalnya digerai tanpa sentuhan sisir. Sangat berbeda dengan dua pegawai yang kutemui tadi. Mereka sama-sama full makeup.

"Have a seat please!" kata perempuan itu  ramah. Aku duduk di depan mereka dengan gugup. "Well, I am Gertrude and this is Jackson," perempuan itu memperkenalkan dirinya dan cowok yang wajahnya mirip Didier Drogba.

"Hello. It's a pleasure to meet you," sapaku.

"So, tell me about yourself!" kata Gertrude.

"I am Audrey Lalitya Arundati. You can call me Lalitya." Aku memperkenalkan diriku. Setelah itu, Gertrude menghujaniku dengan berbagai pertanyaan mulai dari kenapa aku tertarik dengan pekerjaan ini hingga apa kelebihan dan kelemahanku, sedangkan Jackson hanya diam saja. Aku berusaha menjawab semua pertanyaan dengan baik.

"Ok. Any question?" tanya Gertrude.

"No," jawabku singkat.

"Ok. Thank you for coming. We will contact you later," kata Gertrude sambil mengulurkan tangannya.

Love Me If You DareWhere stories live. Discover now