Part 33 Hello Mr. Heartache

5.5K 869 15
                                    

Telingaku menangkap alunan lagu You're My Best Friend yang dinyanyikan Queen. Suara itu diiringi getaran kencang. Kulirik ponsel Kai yang diletakkan di tempat botol yang ada di sebelah kananku.

Ngapain Larissa nelpon?

Tangan kiri Kai bergerak untuk mengambil ponselnya.

"Jangan diangkat. Kamu kan lagi nyetir. Bahaya," ujarku.

Dia melirikku, kemudian mengalihkan pandangannya ke jalan.

"Kalau kamu sendirian, ya terserah kamu. Kan risiko ditanggung sendiri. Tapi, kamu harus ingat kalau di mobil ini ada nyawa lain," tambahku.

"Oke, enggak kuangkat. Puas?" katanya sambil menoleh.

Aku tersenyum.

Ponsel itu berhenti berdering. Tapi, beberapa detik kemudian benda itu kembali bersuara.

You're the best friend
That I ever had
I've been with you such a long time
You're my sunshine
And I want you to know
That my feelings are true
I really love you
You're my best friend
Ooh, you make me live

Ih, lama-lama ponsel Kai bisa kulempar keluar jendela.

Seketika aku ingat satu pertanyaan yang sejak kemarin membuatku penasaran. Aku menoleh ke arahnya. "Larissa itu... siapa?" Kuberanikan diriku untuk bertanya dengan nada bicara yang kuatur sesantai mungkin.

"Maksud kamu?" tanyanya. Matanya fokus ke jalan raya yang semrawut. Sepertinya semua pengendara kendaraan bermotor berlomba untuk segera sampai tujuan. Lalu lintas pada Senin pagi memang lebih padat dari hari lain.

"Apa hubungan kalian?"

Dia melirik sekilas, lalu fokus ke depan. "Kenapa kamu penasaran?"

"Kamu tinggal jawab, dia itu teman atau... pacar," ucapku jengkel.

"Menurut kamu?"

Ih, nyebelin banget!

"Oke, lupakan kalau aku pernah nanya soal ini," balasku sambil melepas sabuk pengaman.

Mobil berhenti di depan gedung berlantai dua, berkonsep minimalis dan didominasi oleh kaca. Kai menurunkanku di pinggir jalan.

"Nanti mau bareng, enggak?" tanyanya.

"Enggak. Makasih, ya," ujarku sambil menoleh ke arahnya.

Dia mengangguk.

Aku bergegas turun. Beberapa saat kemudian, mobil Kai bergerak meninggalkan aku.

Hari ini aku tidak ngantor karena ada workshop yang harus kuikuti. Pelatihan untuk editor media online itu digelar di coworking space yang terletak di dekat kantor. Setelah mendaftar ulang di meja registrasi, aku memasuki auditorium mungil yang memiliki komposisi tempat duduk berbentuk anak tangga atau disebut amphitheater. Selama tujuh jam ke depan, pantatku bakal tersiksa karena duduk di bangku keras. Aku berdiri di depan pintu, mencari posisi tempat duduk paling enak.

"Mbak Lalitya!" teriak Venna sambil melambai ke arahku. Cewek berambut kuncir ekor kuda itu duduk di bangku terdepan.

Aku berjalan mendekat. "Hai, kamu ikut workshop juga?"

Dia mengangguk. "Iya, Mbak. Venna disuruh ikut sama redaktur Venna," balasnya antusias. Dia bekerja sebagai Content Writer di media online bernama misssasha.com. Media itu isinya tidak bermutu karena hanya membahas gaya hidup mewah dan memuja orang-orang yang lebih dikenal karena sensasi daripada prestasi.

Love Me If You DareWhere stories live. Discover now