Part 8 When He Sees Me

8.8K 950 12
                                    

"Jadi kamu beneran resign?" tanya Roy. Cowok kurus yang tinggi badannya tidak terlalu jauh dariku itu menyandarkan tubuhnya di dekat tempat cuci piring.

"Iyalah masa bohong, sih," balasku sambil mengisi botol minuman dengan air dari dispenser.

"Wah, berarti kita enggak bakal ketemu lagi dong," kata Roy. "Boleh kan kalau kapan-kapan main ke kost?"

Ew, males banget sih. "Oh, aku bakal pindah kok," balasku. Aku terpaksa berbohong karena enggak mau si Roy tiba-tiba muncul di kost.

"Pindah kemana?" tanya Ria yang tiba-tiba ada di belakangku. Dia mengambil cangkir dari dalam lemari, lalu memasukkan kopi dan gula ke dalam cangkir itu.

"Mm... Mungkin balik rumah, kan masuk kantornya jam sembilan," jawabku. "Permisi dulu ya, deadline nih." Aku buru-buru meninggalkan dapur sebelum mereka menghujaniku dengan banyak pertanyaan.

Hari ini adalah hari terakhirku di Magnitude. Perasaanku agak sedih juga meskipun aku merasa terasing di tempat ini. Aku juga tidak kenal semua penghuni kantor. Jadi, rasa senang melebihi rasa sedih. Yang pasti, kalau ada orang kantor yang kurindukan, mereka adalah Pak Barry dan Pak Musa. Aku bakal kangen nasehat mereka. Aku juga bakal kangen mengobrol soal politik dan dunia dengan mereka.

Setelah pamit dengan teman-teman kantor, aku pulang ke kost. Tidak ada acara perpisahan atau makan bareng. Aku memilih untuk makan malam bareng dengan Cesta dan Manuel.

"Oliver, ambil bolanya!"

Kami mendengar teriakan seorang cewek dan gonggongan anjing. Oliver sedang bermain bola dengan cewek yang beberapa waktu lalu kulihat bersama Kai.

"Manuel mana?" tanyaku.

Aku dan Cesta menunggu Manuel di depan rumah Kai. Kami mau makan mie Aceh di dekat kost. Cesta sibuk dengan ponselnya. "Bentar lagi muncul," jawab Cesta sambil melihat ke arah kost Manuel. "Nah, itu dia."

"Michelle enggak ikut?" tanya Manuel.

"Lagi sibuk sama Oppa," jawab Cesta. "Cap cus yuk, sebelum penuh."

Oppa adalah sebutan yang kami berikan untuk cowok yang lagi PDKT sama Michelle. Meskipun mereka seumuran, tapi Michelle penggemar drama Korea dan K-Pop. Biasanya penggemar K-Pop kan suka manggil cowok yang disukainya Oppa.

Jarak antara kost dengan rumah makan tujuan kami hanya sepuluh menit jalan kaki. Sampai di sana, suasana cukup ramai, tapi kami berhasil mendapatkan tempat duduk.

Tahu-tahu si Kai nongol di dekat meja kami. "Hai, makan mie Aceh enggak ngajak-ngajak," kata Kai. Perkataan ini entah ditujukan pada siapa.

"Tadi enggak bilang kalau mau mie Aceh," balas Manuel.

Kai duduk di samping Manuel dan memesan dua bungkus mie Aceh untuk dibawa pulang. Pasti buat dia dan cewek itu.

"Kalian kakak adik?" Pertanyaan Kai ini tentu saja ditujukan padaku dan Cesta.

"Iya," jawab Cesta. "Mirip enggak?"

Kai mengamati kami dengan saksama, membuatku jadi salah tingkah dan tidak nyaman. Ada sesuatu dalam caranya melihatku. Pupilnya membesar yang diiringi seulas senyum. Tapi, bukan jenis pandangan cowok mesum yang melecehkan, atau seorang psikopat yang sedang mengamati calon korbannya. Kalau pandangan jenis itu sih pasti sudah kutimpuk pakai es batu yang ada dalam gelas es jerukku. Justru sebaliknya, aku menyukai caranya memandangku. Ini menyebalkan sekali.

"Enggak gitu mirip sih. Tapi, kalau dilihat-lihat mirip juga," jawab Kai.

"Kapan kamu mulai kerja," tanya Kai sambil memandangku.

Love Me If You DareWhere stories live. Discover now