Part 48 Kiss You Tonight

5.5K 746 19
                                    

"Meong... meong...."

Aku mendengar suara seekor kucing. Dan, kupercepat langkahku hingga mencapai teras. Di sana kulihat Michelle sedang berjongkok sambil mengelap wajah seekor anak kucing.

"Kucing siapa?" tanyaku.

"Tadi nemu di bak sampah. Kasihan, dia kehujanan," balasnya tanpa melepaskan pandangan dari makhluk mungil berbulu perpaduan merah dan putih itu.

"Kamu enggak ngantor?"

"Berangkat siang, Mbak. Sekolahku lagi ada acara."

"Nih, Chelle," ujar Cesta sambil menyodorkan mangkuk plastik berisi air.

Michelle meletakkan kucing ke dalam kardus bekas mie instan yang sudah dilapisi pakaian bekas. Lalu, dia menaruh mangkuk ke dalam kardus.

"Mau diapain, Chelle?" tanya Cesta sambil berjongkok di sebelah sahabatnya.

"Mau kupelihara sambil nyari orang yang mau adopsi," balasnya.

"Dipelihara di kost?" tanya Cesta.

"Di SASA sudah kebanyakan binatang. Pengurusnya kewalahan kalau mesti nambah satu lagi. Kalian enggak mau? Buat teman Mbak Kiki," ujarnya.

Cesta bangkit, lalu berjalan menuju pintu gerbang yang terbuka. "Mbak Kiki kucing ansos. Dia benci kucing lain. Aku berangkat, ya."

"Ayo bareng," ajakku.

"Mau ke mana?" tanya adikku sambil memandang kulot batik selutut warna biru dan blus berbahan katun lace warna senada yang kupakai.

"Ke rumah Kai."

"Katanya bosen kalau ketemu terus."

"Sampai sekarang masih belum bosen."

Dia memutar bola mata. "Mau ngapain?"

"Breakfast date." Aku berhenti di depan rumah Kai, lalu melambaikan tangan. "Dadah."

Cesta membalas lambaian tanganku, dan melanjutkan perjalannya. Aku masuk ke halaman rumah Kai. Sampai di teras, aku memencet bel.

"Kai-nya ada?" tanyaku saat Mbak Sum, pembantu Kai, membukakan pintu.

"Mas Kai di dapur," balasnya sambil membuka pintu lebar-lebar. Aku masuk ke ruang tamu. "Dapurnya di sana, Mbak," katanya sambil menunjuk ke salah satu ruangan.

Aku berjalan ke dapur dan kulihat Kai sedang berdiri di depan meja marmer sambil mengiris nanas.

"Kamu bisa masak?" tanyaku.

Kai menggeprek bawang putih, lalu mengiris bawang bombai. "Jangan menghina."

"Bukan menghina, tapi bertanya. Intonasi antara menghina dan bertanya kan beda. Lagian kalau menghina, aku bakal bilang 'Oh, kamu bisa masak.'"

Tawanya meledak.

"Kok malah ketawa, sih?" omelku.

Senyum mengembang di bibirnya. "Kamu sangat menghibur dengan caramu sendiri."

"Aku enggak bermaksud menghibur, lho."

Dia menyerahkan bawang daun dan dua buah cabai merah padaku. "Nih, kamu potong."

"Kirain aku diundang ke sini buat sarapan, bukan bantuin masak."

"Biar cepet," jawabnya sambil mengocok telur.

"Mau bikin nasi goreng ala Thailand?"

"Nasi goreng ala Kailash."

Aku mulai memotong bawang daun dan sebuah cabai merah. "Cabainya satu saja, ya.? Biar enggak kepedesen."

Love Me If You DareWhere stories live. Discover now