Part 50 Love at Thousandth Sight

4.9K 600 19
                                    

Kai menghentikan mobil di depan rumahku, lalu mematikan mesin. Sekarang hari Jumat, tapi kami tidak ngantor karena hari libur nasional. Kai mengantarku pulang karena dia ada kerjaan di dekat sini.

Aku turun dari mobil dan disambut oleh Paijo. "Wof... wof...!" Labrador cokelat itu berdiri di balik pagar.

Mbak Mar muncul dengan tergopoh-gopoh dan membuka gerbang kayu.

Aku menebarkan pandangan ke garasi. Di sana hanya ada Honda Jazz putih milik Mas Gentala. "Pada ke mana, Mbak?"

"Sarapan di luar."

"Mas Gentala ikut?"

"Iya."

Kai mendekatiku sambil menyeret koperku. Sementara Paijo berdiri di hadapanku sambil mengibaskan ekor. "Duduk!" Paijo duduk sambil menggonggong.

"Diam!" Paijo diam, lalu menjulurkan lidah.

"Mingkem!" Kali ini Paijo tidak mematuhi perintahku. Pelajaran selanjutnya adalah mengajarinya untuk menutup mulut. Aku mengalihkan perhatianku ke Mbak Mar. "Mbak tolong bawain koperku ke kamar."

"Iya, Mbak."

"Aku bawain," Kai mengajukan diri.

Aku berpaling ke Kai. "Mbak Mar ini temannya Xena, wanita perkasa."

"Aku saja, Mbak." Kedua tangan Kai memegang handle koper yang berisi buku dan barang-barang yang sudah memenuhi kamar kostku. Berat koper itu kira-kira dua puluh kilogram.

Kasihan juga sih kalau Mbak Mar mesti naik tangga sambil bawa koper.

"Biarin, Mbak. Dia punya cita-cita jadi kuli angkut," timpalku.

Mbak Mar dan Kai tertawa.

"Lalitya lucu ya," balas Kai.

Mbak Mar mengangguk.

"Ayo." Aku masuk ke dalam rumah, lalu naik ke atas. Kai mengekor di belakangku. Kami sampai di lantai dua dan berpapasan dengan Mbak Kiki. Dia mengeong, lalu menggosok-gosokkan badan ke kakiku.

"Hai, Mbak Kiki." Aku membungkuk dan mengelus kepalanya. Kemudian, aku berdiri dan berjalan ke kamar diikuti oleh kucing itu dan Kai. Begitu masuk kamar pandangan mataku langsung tertuju pada tumpukan buku, sketsa dan pensil warna berserakan di atas meja. Kugantungkan tasku ke sandaran kursi, lalu kurapikan mejaku.

"Apa ini?"

Kubalik badanku. Kai berdiri di depan peta dunia yang kutempel di tembok. Dia mencabut salah satu push pin yang kupasang di peta. "Merah artinya tempat yang sudah dikunjungi, kuning tempat yang pengin dikunjungi, hijau tempat yang enggak bakal dikunjungi."

Kai mengembalikan push pin warna merah. Aku mendekatinya untuk mencari tahu apakah dia mengembalikan benda itu di tempat yang benar atau tidak. Push pin itu diletakkan di Bratislava padahal seharusnya di Budapest. Kutaruh push pin itu ke tempat semula. Aku memutar badan. Kai mendatangi Mbak Kiki yang mendekam di sudut ruangan. Mata biru kucing itu menatapnya tajam, seolah-olah ingin memastikan apakah Kai ini teman atau musuh. Kai berjongkok dan membelai kepala Mbak Kiki. Biasanya ketika ada orang asing kucing itu langsung kabur atau ngumpet di kolong. Tapi, kali ini dia diam di tempat.

"Biasanya dia kabur kalau ada tamu, Mbak Kiki enggak gampang percaya orang," ujarku.

"Binatang peliharaan itu mencerminkan pemiliknya."

"Maksudmu ibuku enggak gampang percaya orang?"

Tangannya berhenti bergerak. Dia berdiri dan berjalan ke arahku. "Aku enggak ngomongin ibumu."

Love Me If You DareWhere stories live. Discover now