Part 13 Never Forget Your Old Friend

7.8K 933 11
                                    

Aku menatap kuitansi yang ada di tangan kananku dengan mata terbelalak. Antara tidak percaya dengan nominal yang tertera di dalamnya sekaligus tidak rela jika harus membayar sebanyak itu.

"Enggak salah ngitung nih, Bu?" tanyaku.

"Enggak, Neng. Kan harga benangnya naik," jawab penjahit langgananku.

"Sejak kapan naiknya? Naik berapa persen? Kenapa enggak bilang?" Aku memberondong penjahit itu dengan pertanyaan.

Ibu itu gelagapan. "Mm........ Naik dua puluh lima persen, Neng," jawab ibu itu setelah berpikir agak lama.

"Kenapa ongkosnya naik seratus persen?"protesku.

"Kan belum termasuk ongkos transportasi."

"Emangnya ongkos transportasi ikut naik? Kok aku enggak tahu."

"Udah deh, Neng mau bayar apa, enggak?"

Ih dasar, ini penjahit apa preman, sih? Untungnya sih cuma jahitin dua baju. Coba kalau jahitin sepuluh, bisa bangkrut aku. Aku terpaksa merelakan uangku untuk preman berkedok penjahit itu. Setelah membayar, aku pergi tanpa pamit dan berjalan ke kost yang jaraknya cuma 100 meter. Ah, mesti cari penjahit baru dimana nih? Tante Wid, penjahit langganan Ibu di Cibubur terlalu lama. Saking lamanya bisa berbulan-bulan. Penjahit dekat sini tidak ada yang sebagus si preman itu. Pokoknya harus cari penjahit yang butuh duit dan rela dibayar berapa saja. Cari di mana ya?

Sampai dekat rumah Kai, aku melihatnya sedang mengobrol dengan seorang cowok di depan gerbang rumahnya.

"Hai, Lalitya. Kamu baru sampai?" tanya Kai.

"Enggak, tadi mampir ke penjahit dulu," jawabku.

Sore ini memang kami tidak pulang bareng karena dia ada urusan, jadi aku ngebus.  Sebelum balik kost, aku mampir beli makan dan ke penjahit.

"Lalitya?" tanya cowok yang tadi ngobrol dengan Kai. Dia memamerkan senyum manisnya.

"Kamu enggak ingat aku?" tanya cowok itu.

Aku mengamati wajahnya. Siapa nih? Kayaknya kenal, tapi enggak ingat. Mungkin teman sekolah apa kuliah. "Er........ Sorry, kamu siapa, ya?" tanyaku.

"Mahessa, teman kuliahmu," jawab cowok itu.

Mahessa teman kuliah? Jaman kuliah hanya ada satu anak bernama Mahessa. Dia anggota klub fotografi yang jadi idola cewek-cewek karena wajahnya mirip Nicholas Saputra versi KW super. Sekarang sudah tidak mirip Nicholas Saputra, tapi masih tetep keren apalagi kalau tersenyum. Tunggu dulu, Mahessa ingat sama aku? Berarti aku tidak benar-benar tak terlihat dong waktu kuliah. Oke, kami memang berteman di Facebook. Aku yakin dia menambahkanku sebagai teman karena kami satu almameter dan memiliki banyak teman yang sama. Bukan karena dia ingat aku. Yah, orang cenderung mengingat orang yang banyak omong dan populer dan melupakan orang-orang yang pendiam dan tak terlihat sepertiku.

"La, kamu kenapa?" tanya Kai sambil menepuk pundakku.

"Kamu di mana sekarang?" tanyaku pada Mahessa. Kai memandangku dengan tatapan aneh.

"Masih di Jakarta, kamu kerja di mana?" tanya Mahessa.

"Sama kayak Kai," jawabku.

"Dulu Lalitya kayak apa waktu kuliah?" tanya Kai.

"Anaknya diem, kalau enggak diajak ngomong enggak bakal ngajak ngomong duluan," jawab Mahessa.

Aku tersenyum dan sudah tidak sabar untuk segera ngasih tahu Nandini.

"Oke. Cabut dulu ya. Sebelum hujan," kata Mahessa sambil mengeluarkan motor bebeknya ke jalan.

"Kamu bawa jas hujan, kan?" tanyaku.

Love Me If You DareWhere stories live. Discover now