Part 35 Frog Prince

5.4K 780 18
                                    

Cahaya matahari yang menyinari bumi dengan murah hati mengiringi langkahku. Warna lensa kacamataku berubah menjadi gelap setelah aku berjalan beberapa meter dari kost. Sementara hawa panas menerpa tubuhku yang bernaung di bawah payung.

Enaknya naik ojek atau jalan kaki sampai halte?

Kulihat Kai muncul dari halaman. Dia berhenti melangkah saat melihatku.

"Mau ke mana?" tanyanya.

"Balai Kartini."

"Ngapain?"

"Aku ikut bazar majalah Karla."

"Aku mau ke Tebet. Bareng, yuk. Atau mau jalan kaki sambil mikir?" guraunya.

Berarti dia melewati tempat yang kutuju. Lumayanlah bisa ngadem. "Oke."

Kututup payungku dan kulipat. Lalu, aku masuk ke mobil dan meletakkan benda itu di lantai. Sesudah aku memasang sabuk pengaman, Kai menyalakan mesin dan mobil bergerak pelan.

"Apa pemikiran hebat yang kamu dapatkan hari ini?" tanyanya.

Aku menoleh. "Kayaknya nggodain aku bikin kamu bahagia, ya?"

Dia tergelak. "Kamu terlalu serius. Aku kasihan sama otakmu karena kerja terlalu berat."

"Justru aku kasihan sama orang yang punya otak, tapi enggak pernah dipakai. To find yourself, think for yourself," ungkapku. "Cogito ergo sum," tambahku.

"Saya berpikir maka saya ada."

"Iya."

"Carpe diem," cetusnya tanpa mengalihkan pandangan mata dari Jalan Gatot Subroto yang ramai lancar.

"Seize the day."

Dia menoleh. "Kamu juga harus menikmati hidup."

"Setiap orang menikmati hidup dengan cara sendiri. Ada yang suka pesta semalam suntuk, ada yang memilih diam di rumah dan membaca buku. Kamu pikir aku enggak menikmati hidup?"

Mulutnya terkatup rapat.

Mobil berhenti di depan Balai Kartini. Kulepas sabuk pengaman, lalu kubuka pintu mobil. "Makasih," ujarku, lalu turun.

Aku masuk ke Kartika Expo dan menuju stanku. Di sana, aku melihat Yolanda sedang duduk di kursi sambil menatap ponsel. Aku mengajak mantan teman kuliahku itu berbagi stan demi menekan biaya sewa. Dia berjualan kain batik karena bosan menjadi pegawai. Kami sesama pengusaha pemula yang masih berjuang.

"Di luar panas, di sini dingin," ujarku sambil mengambil oversized army jacket dari dalam tas dan mengenakannya.

Dia mendongak, lalu bangkit dan merapikan sack dress satin warna krem yang dipakainya. "Jangan jutek, nanti calon pembeli kabur."

"Enggak janji."

Yolanda terkekeh, lalu pergi ke resepsi pernikahan temannya.

Kuhempaskan pantat di kursi yang tadi dia duduki, lalu kulemparkan pandangan mataku ke sekeliling ruangan. Suasana masih sepi karena bazar baru saja dibuka. Bazar fashion dan kuliner ini dimulai Jumat lalu. Selain bazar, juga ada fashion show, talk show dan demo masak.

Hari ini adalah hari terakhir. Sejauh ini jualanku baru laku sepuluh. Dua jam berlalu dan belum ada pembeli. Sejak tadi hanya ada beberapa pengunjung yang melihat-lihat. Aku pun mengusir kejenuhan dengan membaca berita di ponsel.

"Baca apa?"

Aku menengadah dan melihat Nandini berdiri di hadapanku.

Kumasukkan ponsel ke tas. "Chris Cornell bunuh diri."

Love Me If You DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang