Part 18 Arrgh!

6.4K 856 5
                                    

Setelah sesi foto-foto, aku dan Nandini langsung balik ke Jakarta. Untungnya, jalanan tidak terlalu macet. Jadi, aku bisa sampai di kost menjelang sore. Nandini menghentikan mobilnya di dekat kostku karena di depan kost ada seorang cowok yang memarkir Honda CBR250RR warna merah tepat di depan gerbang. Suara mesin motor meraung-raung tanpa henti, dan memekakkan telinga.

"Eh, ada Pangeran Nampan Berkuda Besi," kataku sambil melepas sabuk pengaman.

"Kok nampan?" tanya Nandini.

"Menurutku sih dia jauh dari tampan, tapi kalau menurut pacarnya dia paling ganteng sedunia," balasku.

Nandini tertawa. "Dia ngapain sih? Norak banget."

"Itu kode buat manggil pacarnya. Sambil pamer kalau dia punya motor besar," balasku.

Aku keluar dari mobil, lalu berjalan menuju bagasi. Kubuka pintu bagasi Nissan March Nandini, kemudian kuambil tas kertas berisi baju jahitan dari Riyanti, yang kemarin kuambil di rumahnya. Saat aku menutup pintu, si Pangeran Nampan melewatiku. Cewek yang diboncengnya melambai ke arahku. Aku membalas lambaian Venna, salah satu penghuni lantai dua.

"Ban mobilmu kempes tuh!" teriakku sambil mengamati ban belakang mobil Nandini sebelah kiri yang kempes.

"Oh, ya? Pantes tadi agak enggak enak. Kiirain karena jalannya enggak rata," kata Nandini sambil melepas sabuk pengaman, lalu keluar dari mobil. Dia mengecek ban yang kumaksud.

"Gimana nih? Dekat sini ada tukang tambal ban, enggak?" tanyanya penuh harap.

"Aku enggak tahu," balasku.

"Masa sih harus telepon Papa, tapi dia lagi ke Bekasi," kata Nandini sambil memandangi ponselnya.

"Katanya mau belajar cara mengganti ban?"

"Iya pengin, tapi rasa malas selalu menang," jawab Nandini santai.

Aku memutar bola mata. "Gimana kalau kamu lagi naik mobil sendirian, lewat jalan yang kanan kirinya hutan, jauh dari mana-mana, terus ban mobilmu bocor?"

"Ye, ngapain aku lewat jalan kayak gitu?"

"Siapa tahu kamu mau cari Tarzan."

"Ngapain aku cari Tarzan?"

"Kali aja Tarzan-nya mirip Travis Fimmel di iklan celana dalam Calvin Klein," jelasku.

"Ah, itu sih seleramu. Jadi, gimana dong?" tanya Nandini.

Minta tolong siapa ya? Nungguin bapaknya Nandini bisa lama. Aku enggak yakin kalau ada anak kost yang tahu cara mengganti ban mobil. Sebenarnya, di depan kost ada kost campur. Kemungkinan besar ada seseorang yang bisa ganti ban mobil, tapi aku tidak kenal satu pun penghuninya. Masa sih ketok pintu terus nanya siapa yang bisa gantiin ban mobil? Ah, aku ingat seseorang yang tinggal di dekat sini dan bisa mengganti ban mobil. Tapi, aku tidak yakin kalau dia ada di rumah. Ini kan hari Minggu, kemungkinan besar dia pergi. Tapi, tidak ada salahnya sih menelepon dia. Kuambil ponsel dari dalam tas, lalu menghubunginya.

"Halo," sapaku.

"Halo."

"Mm ... kamu di mana?"

"Rumah."

"Bisa minta tolong, enggak?"

"Enggak," balas Kai singkat.

"Ya sudah kalau begitu," balasku.

"La...!" serunya buru-buru.

"Iya, tolongin dong," pintaku.

"Minta tolong apa, sih?"

Love Me If You DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang