Maura duduk dengan gelisah. Tak tahu kenapa ia malah jadi seperti seorang pacar yang sedang diam-diam jalan dengan selingkuhan dan takut ketauan. Aneh. Padahal ini hanya Galih, guru mereka. Dan dirinya dengan Dewa pun bukan apa-apa.
"Sama Pak Galih," jawab Maura kemudian.
Dewa mengalihkan pandangan. Tidak lagi menatap Maura. Ia nampak menautkan alisnya ke arah televisi. Pura-pura tertarik pada siaran tv. "Mau ke mana?" tanyanya, sok biasa saja. Padahal rahangnya sudah mulai mengeras.
"Ice skating. Emm... lo ikut juga, yuk?"
Dewa diam sesaat. Jauh di dalam hatinya, ia sedang memadamkan perasaan cemburu yang perlahan membakarnya. Dewa berulang kali merapal dalam hati kalau Maura bukanlah siapa-siapanya, tak patut ia cemburui mau pergi dengan siapapun dia.
Kita cuma sahabat. Nggak lebih. Jangan cemburu, nanti Maura risih.
"Gue mau ke bengkel," jawab Dewa. Menolak dengan tenang. "Sayang banget nggak bisa ikut."
Maura menghela napas. "Yahh... yaudah mobilnya tinggal aja di bengkel."
Dewa menoleh lagi menatap Maura. "Nggak bisa, udah janjian sama temen gue mau ganti sarung jok."
"Yahh...."
Dewa tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya. "Next time aja, ya, kita ice skating lagi berdua." Ia lalu berdiri. "Om, Tante, pamit lagi ya," katanya pada Pras dan Finda.
"Kok langsung balik, sih?" tanya Maura, ikut berdiri.
"Udah ditungguin temen."
"Mau ke mana, Wa? Kok buru-buru?" tanya Pras. Dewa pun menoleh dan melangkah mendekati kedua orangtua Maura.
"Mau ke bengkel dulu, Om. Udah ditungguin temen mau ganti sarung jok mobil," jawab Dewa lalu menyalami Pras dan Finda.
"Oh, iya iya yaudah hati-hati, ya."
Di teras rumah, Dewa berbalik menatap Maura lagi. Cowok itu tersenyum sambil menepuk-nepuk kepala Maura. "Lo hati-hati, ya! Jangan sampe kenapa-kenapa lagi. Nanti gue kan nggak bisa jemput lo lagi. Jauh."
Maura cuma mengangguk pelan. Seperti ada rasa bersalah dalam dirinya, namun tak tahu apa penyebabnya. Dan entah kenapa, rasanya berat sekali melepas Dewa pergi.
"Bye-bye! Jangan kangen gue, ya, Ra!"
Dan begitu Dewa berbalik lagi menuju mobilnya, sebuah mobil baru berhenti di samping mobilnya. Dari kaca depannya, baik Dewa maupun Maura bisa melihat kalau pengemudi mobil itu adalah Galih.
Begitu juga dengan Galih, dari kaca depan mobilnya, ia bisa melihat saat tadi Dewa meletakkan tangannya di kepala Maura dan mereka tersenyum bersama.
Lewat kaca depan itu juga, dua pasang mata Dewa dan Galih bertemu. Masih menghormati Galih sebagai gurunya, Dewa pun tersenyum dan mengangguk sopan lalu meloncat masuk ke dalam mobilnya. Meski hatinya sangat panas.
Mendapatkan Maura benar-benar sulit. Banyak saingannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
Hello, Memory Ketujuhbelas!
Mulai dari awal
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)