Seketika Pras tersenyum miring, bersiap untuk menggoda Maura lagi. Laki-laki yang masih tampan di usia 53 itu mengangkat kepala Maura dari bahunya sambil senyum-senyum. "Kamu janjian mau pergi sama Galih? Jadi Papa mau besanan nih sama Pak Hendra?"
"Papa!" seru Maura sambil menyingkirkan tangan Pras yang membingkai wajahnya.
"Mau ke mana kalian?"
"Nggak tau. Diajakin ice skating di Jakarta."
"Jauh banget ke Jakarta segala! Kayak di sini nggak ada aja."
"Emang nggak ada, Papa!" jawab Maura malas dengan putaran bola matanya. Kemudian ia mengambil ponselnya untuk menghubungi Dewa agar tidak usah datang ke rumahnya. Tapi belum juga pesannya selesai ia ketik, Bi Kokom datang memberitahu kalau Dewa ada di depan rumah.
Maura sontak berdiri dan berjalan cepat keluar. Dewa ini benar-benar selalu seperti pucuk dicinta ulam pun tiba baginya. Sebelum dibutuhkan sudah lebih dulu datang, sebelum dipanggil sudah lebih dulu menghampiri, dan baru saja dipikirkan sudah lebih dulu muncul.
Apa jangan-jangan Dewa bisa nerawang???
"Pagi, Ra," sapa Dewa dengan senyumnya saat bertemu Maura di depan pintu. "Gimana? Udah enakan?"
"Dewa? Iya, pagi..." Maura menjawab sedikit gugup. Dia jadi bingung. Kalau nanti Galih datang saat Dewa sudah berada di sini, Maura harus berbuat apa? Pasti keadaannya jadi tidak mengenakkan. "Udah kok, gue udah sembuh."
"Tapi masih agak serak gitu suara lo."
"Iya nanti juga normal lagi kok. Yuk, masuk."
Dewa mengikuti langkah Maura menuju ruang tengah, tempat Mama dan Papanya berada. Bukan seperti tamu-tamu lainnya, Dewa selalu duduk di ruang tengah, bukan ruang tamu. Karena Dewa sudah bukan lagi seperti tamu di rumah ini. Bahkan mungkin kalau Dewa langsung masuk tanpa menekan bel lebih dulu pun tidak ada yang akan berkomentar.
Cowok berjaket army itu menyalami Pras dan Finda bergantian. Kemudian duduk di sofa lainnya bersebelahan dengan Maura.
"Dari mana, Wa?" tanya Pras. Tangan kanannya merangkul bahu Finda.
"Abis makan bubur, Om," jawab Dewa. Jawaban teraneh, dimana jika oranglain ditanya 'dari mana' maka akan menjawab dengan tempat, bukan dengan kegiatan. Apalagi kegiatan tidak penting seperti makan bubur ini. Itu sontak membuat Pras dan Finda tertawa. Mereka tahu kalau Dewa memang selalu menyenangkan seperti ini.
"Berarti abis lari pagi, ya? Biasanya abis jogging kan makan bubur," kata Pras.
"Nah! Apalagi ditambah sate usus, Om!" Dewa mengacungkan jempolnya yang juga dibalas dengan jempol Pras.
Maura geleng-geleng kepala dengan dua laki-laki ini. Mereka benar-benar cocok. Apalagi kalau sudah duduk di depan papan catur. Dunia serasa milik berdua.
"Lo mau ke mana? Kok udah rapih?" tanya Dewa pada Maura. Pras dan Finda sebenarnya mendengar, hanya pura-pura tidak mendengar saja. Pura-pura fokus pada televisi.
"Emm, gue mau pergi sih sebenernya," jawab Maura.
"Sama siapa?"
YOU ARE READING
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
Hello, Memory Ketujuhbelas!
Start from the beginning
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)