Hello, Memory Keempatbelas!

Start from the beginning
                                        

"Setuju!!!!" seru Maura girang. Ia gantian memindahkan kedua tangannya ke pipi Dewa. Mencubit gemas.

"Ra, pipi gue diciptakan buat dicium, bukan dicubit," protes Dewa.

Maura tertawa. "Siapa juga sih cewek yang mau nyium lo?"

"Ngantriiii! Coba tolong kasih tau, Nan."

Nando hanya tertawa. Dua temannya ini sangat kelihatan cocok.

Mereka sama baiknya, sama kompaknya, sama persepsinya, sama cara pandangnya dan sama derajatnya. Jika mereka menjadi pasangan, Nando yakin akan menjadi pasangan yang paling membuat oranglain iri melihatnya.

"Terserah sebanyak apapun yang mau nyium, tapi cuma gue yang boleh nyubit!" tegas Maura sambil tertawa-tawa.

Ah, andai ini konteksnya tentang cinta, Dewa pasti sangat senang.

Kalo aja lo ganti kalimatnya jadi 'terserah sebanyak apapun cewek yang mencintai lo, tapi cuma gue yang boleh lo cintai' pasti gue bakal janji untuk setuju, Ra, batin Dewa.

***

Padahal mereka bertiga berjalan di koridor seperti biasa, tanpa ada rasa bangga, sok populer, pamer atau merasa sombong. Tapi selalu saja mereka menjadi pusat perhatian siswa lain.

Ditambah lagi hari ini Nando dengan penampilan barunya. Makin saja membuat mereka bertiga seolah seperti artis hollywood berkacamata hitam dan fashion mahal dengan bodyguard yang mengawal. Silau. Membuat siapapun rela menyingkir dari jalan.

Meskipun begitu, bukan berarti siswa lain jadi segan terhadap mereka bertiga, terutama Dewa. Tidak. Mereka tetap tidak merasa sungkan atau malu untuk bergabung. Bahkan seringnya Dewa atau Maura lah yang mengajak mereka bergabung.

Tidak ada tingkatan kasta bagi mereka. Semua sama rata, semuanya teman.

Nando yang semula sering ditindas oleh anak-anak lain, perlahan-lahan mulai dihargai kehadirannya karena berdekatan dengan Dewa dan Maura. Memang itulah tujuan Maura sejak awal. Ia ingin Nando tidak lagi dianggap remeh hanya karena penampilan dan kesendiriannya. Maura ingin mereka semua tahu kalau Nando juga bisa menjadi teman siapapun. Nando juga harus dihargai.

"Gue bakal berhasil kan, Wa?" bisik Maura pada Dewa, yang berjalan di sebelah kanannya.

"Keliatannya sih gitu," jawab Dewa.

Maura tersenyum.

Meskipun ia menyadari hidupnya jadi berubah sejak kepindahannya ke Bogor, tapi ia juga bersyukur karena bisa juga membantu merubah kehidupan oranglain.

Meskipun banyak wishlistnya yang gagal ia capai, kebersamaannya dengan Dewa dan Nando sudah membayar semuanya.

Kebetulan saat mereka berjalan menuju kelas ujiannya masing-masing, dari arah berlawanan segerombol cewek-cewek cantik Bogor yang menamai diri mereka sebagai Adorable berjalan dengan langkah indah.

Luna berada di paling depan, bersebelahan dengan Mia dan anggota lainnya.

Ini terlihat seperti di sinetron dalam televisi. Dimana dua kubu penguasa sekolah sedang berjalan berlawanan dan membuat rakyat sekolah lainnya mundur sambil menonton dalam tegang. Karena biasanya jika dalam sinetron, pertengkaran antara keduanya akan terjadi.

Tapi tentu tidak dengan mereka semua.

Dewa, Maura dan Nando seolah menjadi kubu anak-anak IPA yang otaknya berada di atas rata-rata.

Luna, Mia dan anggota Adorable lainnya seolah menjadi kubu anak-anak gaul yang kecantikannya berada di atas rata-rata. Kecuali berat badannya, berada di bawah rata-rata!

Hello, Memory!   [COMPLETED]Where stories live. Discover now