Hello, Memory Ketigabelas!

Start from the beginning
                                        

Sial, dia inget semuanya.

"Oh itu...." Dewa memutar otaknya. Memutuskan apakah harus mengatakan yang sebenarnya atau tidak.

"Iya itu maksudnya lo mau nggak jalan-jalan ke Seaword sama gue?"

Akhirnya itulah yang berhasil keluar dari mulutnya. Sebab situasi ini sedang tidak tepat untuk menanyakan perasaan Maura padanya. Ataupun mengungkapkan perasaannya pada Maura.

Dewa akan mencobanya lain kali.

"Hahaha, gue cuma pengin ngerjain lo doang tadi," kata Dewa lagi. Berbanding terbalik dengan isi hatinya.

"Ih ngeselin!!!!!!" Maura mencubit lengan Dewa gemas sekaligus kesal. Ternyata benar dugaannya tadi kalau Dewa akan mengerjainnya seperti biasa. "Gue hampir aja mikir lo ngomong serius kayak tadi itu mau nanya gue mau nggak jadi pacar lo. Ih, sumpah ya, hampir aja gue terlena sama tatapan lo sama nada bicara lo dan sama keseriusan lo! Ihh!!!"

Eh? Dia ngarep gue tembak atau gimana ini?

"Lo tadi mikir gitu?" tanya Dewa. Mimiknya serius lagi.

"Nggak! Udah lah lupain!" jawab Maura judes lalu hendak keluar dari mobil. Tapi Dewa menahannya.

"Ra, emang kalo gue tanya itu lo mau jawab apa?"

"Udahlah. Udah nggak lucu lagi, Wa! Sana pulang!"

Akhirnya Maura berhasil lolos dari cengkraman Dewa dan keluar dari mobil dengan wajah kesal tapi menggemaskan.

Tapi Dewa tidak langsung menyerah. Ia ikut turun dari mobil dan kembali menahan tangan Maura.

Ia penasaran.

"Ra, bentar, gue mau nanya."

Raut wajah Dewa masih serius. Namun Maura membalas dengan tatapan mau tak mau. Ia kesal. Malas jika nanti dikerjai dengan Dewa lagi. Padahal di barbershop tadi ia sudah terbawa perasaan kalau saja Nando tidak tiba-tiba datang.

"Apa lagi?"

"Ra, menurut lo jatuh cinta sama sahabat sendiri itu gimana?"

"Nggak gimana-gimana. Kan nggak dosa ini."

"Ra, gue serius."

Saat Dewa menggenggam kedua tangannya dengan mimik wajah dan tatapan seserius seperti di barbershop lagi, Maura langsung diam. Tidak munafik, ia kembali terbawa perasaan.

Tapi Maura mencoba meyakini bahwa perasaannya ini lebih besar kepada Nando. Bukan Dewa.

Dewa terlampau dekat sebagai sahabatnya.

"Kalo lo pernah nggak jatuh cinta sama sahabat sendiri?" Dewa mengganti pertanyaannya. Yang masih tak bisa membuat Maura bersuara.

"Salah nggak kalo gue jatuh cinta? Sama sahabat gue sendiri?" tanya Dewa lagi.

Maura masih diam.

"Salah nggak kalo gue jatuh cinta sama lo?"

Kali ini membuat Maura menutup kedua matanya.

"Dewa... maaf," lirihnya diiringi tarikan napasnya yang panjang.

Berat sekali Maura ingin mengatakan bahwa perasaannya pada Dewa jauh lebih besar untuk sahabat dibanding untuk cinta.

Sahabat tidak akan pernah meninggalkan. Tapi cinta bisa kadaluarsa.

Persahabatan akan bisa menjadi cinta. Tapi kalau cinta belum tentu bisa menjadi sahabat.

Dan tanpa harus mendengar kelanjutan ucapan Maura lagi, Dewa sudah paham. Ia pun tersenyum lebar dan tulus. Penolakan memang selalu terasa sakit.

Dewa pun menarik Maura ke dalam dekapannya. Mengusap kepalanya dengan lembut. Memejamkan matanya sambil terus tersenyum.

"It's okey. Gue tetep cinta sama lo, Ra."

***

Kyaaaaa!!!! Selamat baper~ doakan semoga updatenya bisa lancar terus yah! Aamiin

<<< Inesia Pratiwi >>>

|||   NANDO sebelum makeover   |||

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

|||   NANDO sebelum makeover   |||

|||   NANDO setelah makeover   |||

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

||| NANDO setelah makeover |||

(re-published 17/9/17)

Hello, Memory!   [COMPLETED]Where stories live. Discover now