"Puas banget!!! Lo keren banget banget bangetbanget, Nan. Sumpah, deh!" ucapnya girang.
"Makasih," jawab Nando sambil menekan-nekan kepala Maura. Ia sungguh merasa banyak berhutang pada gadis ini. Perlu banyak berterimakasih. "Makasih banyak, Maura."
Deg!
Debaran itu hadir lagi. Perasaan itu muncul lagi. Membolak-balikkan hatinya.
Padahal baru saja hatinya dibuat bingung dengan Dewa, sekarang giliran Nando. Nando dan segala perubahannya.
Tapi satu hal yang akhirnya sekarang Maura mengerti. Setelah dua perasaan itu datang dalam waktu yang berdekatan. Bahwa perasaannya pada Nando, berada di tingkat yang lebih tinggi dari perasaannya pada Dewa.
Iya, betul seperti itu.
Maura paham. Maura yakin.
Entah karena apa. Entah bagaimana bisa. Maura tidak mengerti. Tapi inilah yang ia rasakan.
***
Di dalam mobil perjalanan menuju pulang, seperti biasa Maura duduk di depan, sebelah Dewa. Sementara Nando di belakang dengan tumpukan barang belanjaan.
"Wa, jadi Nando yang dulu tuh begini, ya?"
Dewa melirik Maura yang bertanya pada dirinya namun matanya malah mengarah ke belakang, ke Nando. Nando pun menanggapi pertanyaan candaan Maura dengan senyum geli sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Hm." Dewa hanya menjawab dengan gumaman dan kembali fokus pada jalan.
"Pantesan aja lo kalah, Wa," canda Maura sambil tertawa.
Sambil terkekeh geli, Dewa menyahut dalam hati. Iya, gue kalah mencintai lo.
"Tapi dulu gue juga pernah kalah dari Dewa."
"Hah? Kalah gimana?" Maura semakin menghadapkan tubuhnya ke belakang karena penasaran.
Nando tertawa pelan. "Ini cerita lama sih, tapi lumayan berkesan."
"Ya udah nggak apa-apa ceritain!"
"Waktu kelas sepuluh gue pernah deketin cewek, kakak kelas. Gue tembak eh tapi ditolak. Ya kan, Wa?"
Dewa hanya mengangguk. Tetap diam.
"Trus pas Dewa yang nembak diterima, gitu?"
"Bukan." Nando menggeleng. "Cewek itu yang malah nembak Dewa. Seminggu kemudian."
Maura terperangah lalu beberapa detik kemudian langsung tertawa kencang. "Ini bukan fiktif belaka, kan?"
"Kenyataan kali, Ra, kalo Dewa emang banyak yang deketin."
"Masa, sih? Kok gue nggak pernah liat selama ini?"
"Soalnya ada lo."
"Lho emang gue kenapa?"
Nando tidak menjawab lagi. Cowok itu hanya tersenyum. Memberikan kesempatan untuk Dewa yang menjawab. Supaya Dewa bisa menjelaskan pada Maura seperti apa arti kehadirannya bagi Dewa.
Saat sadar Maura sedang menuntut jawaban darinya, Dewa melirik dan malah mengalihkan jawaban.
"Halah, yang pada deketin juga kebanyakan cuma karna pengen naik mobil gue doang," katanya. "Sama minta catetan-catetan penting pelajaran buat modal kebetan ujian."
"Mulai negative thinking, deh!" tegur Maura. Sudah lupa dengan pertanyaannya tadi. Yang memang tidak terlalu penting juga sih. Lagian juga percuma, mau dipaksa jawab kayak gimanapun, Dewa tetap akan menjawab dengan kekonyolannya.
YOU ARE READING
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
Hello, Memory Ketigabelas!
Start from the beginning
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)