Hello, Memory Keduabelas!

Start from the beginning
                                        

Tadi ia sempat ingin menolak, tapi Maura tidak memberinya ruang untuk bicara. Ia langsung membawanya ke beberapa toko. Dan ini adalah toko keempat.

"Biarin aja."

Dewa tiba-tiba bersuara seolah tahu apa yang ada di pikiran Nando.

Nando menoleh, merasa heran dengan siapa Dewa sedang berbicara.

"Biarin aja Maura ngelakuin apapun. Niat dia baik kok buat lo," sambung Dewa setelah memasukkan ponselnya ke dalam saku.

"Maksudnya buat apa?"

"Dia cuma mau ngebantuin lo." Dewa memperhatikan Maura yang sedang menggigit kukunya, bingung dengan jejeran baju yang berada di hadapannya. "Supaya lo nggak dipandang sebelah mata lagi sama anak-anak lain."

"Gue nggak masalah kok dengan keadaan gue yang sekarang."

"Yakin?" Dewa memutar kepalanya, menatap Nando. "Bukannya karna terpaksa?"

Nando diam.

Memang sebenarnya keadaan-lah yang mengharuskannya menjadi seperti ini. Mau bagaimana lagi, jika kehidupan keluarganya sudah tak se-sejahtera dulu mana mungkin gaya hidupnya harus tetap seperti dulu?

Awalnya memang karena terpaksa, tetapi lama-kelamaan Nando terbiasa dengan keadaannya. Ia tidak lagi memikirkan apa kata teman-temannya, bagaimana pandangan mereka terhadap keluarganya. Nando hanya ingin fokus pada masa depannya saja.

Maka, ia pun nyaman menjadi seperti ini.

"Maura cuma pengin merubah lo. Meskipun dia tau penampilan bukan segalanya. Tapi dia pikir, dari situ dia bisa mulai merubah hidup lo. Dia pikir lo yang sekarang itu bukan lo yang sebenarnya. Walaupun dia nggak bisa merubah lo lagi jadi kayak dulu, seenggaknya bisa sedikit lebih baik dari sekarang. Seenggaknya dia bisa mengembalikan jati diri lo yang sebenarnya."

"Ternyata dia terlalu ikut campur urusan gue."

Dewa langsung mengubah tatapan matanya menjadi marah. Tersinggung dengan ucapan Nando.

"Dia itu peduli!!" geram Dewa.

"Tapi gue nggak bisa membalas apa-apa sama dia."

Dewa mendengus. "Lo pikir dia tipe orang yang begitu? Dia tulus."

"Terus apa maksud lo ini ada hubungannya sama Mia?"

"Niat awalnya Maura emang bukan tentang lo dan Mia. Tapi menurut gue ini bisa jadi tentang Mia juga. Kalau lo bukan lagi jadi Nando yang kayak sekarang, mereka yang dulu memandang remeh lo nggak akan bisa melakukan hal itu lagi. Begitu juga dengan Mia, lo nggak akan dipandang rendah lagi sama dia."

"Tapi tetep aja gue masih miskin."

"Nggak apa-apa miskin, yang penting oranglain menghargai. Nggak apa-apa miskin, yang penting nggak bisa direndahkan. Itu tujuan sebenarnya Maura buat lo."

Nando pun ikut memperhatikan Maura yang kini tengah membawa barang-barang pilihannya ke kasir. Ia semakin menyadari kecantikan Maura bukan hanya sekedar pada wajahnya saja. Tapi juga pada hatinya.

Untuk orang yang sudah sejauh ini membantunya, mempedulikannya, membawanya keluar dari kubangan, menjadikannya sahabat, Nando berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak akan meninggalkan Maura.

Hello, Memory!   [COMPLETED]Where stories live. Discover now