"Abis lulus kuliah langsung hijrah ke Bogor," jawab Galih. Matanya bertatapan dengan Maura.
"Kenapa Bogor? Maksudnya kenapa bukan Depok, Bandung atau tetep di Jakarta gitu?"
Galih terkekeh sekilas. Menertawakan dirinya sendiri. "Lucu sekaligus bodoh. Cuma gara-gara pacar saya ada di Bogor."
Maura membulatkan bibirnya.
"Tapi ternyata kita malah putus." Galih meletakkan telapak tangannya di meja. "Kamu inget kan dulu penampilan saya gimana? Yayaya, silakan ketawa aja kalau mau ketawa."
Maura hanya mengulum senyumnya sambil menggeleng. Padahal Galih sudah tertawa. Menertawakan dirinya sendiri lagi di masa lalu.
"Dulu gara-gara dia saya akhirnya mau merubah penampilan. Jadi sampai kayak sekarang gini. Saya sampai bela-belain pindah ke Bogor buat ngikutin dia. Tapi endingnya tetep aja nggak happy. But it's oke, i've learned so many things from her. Termasuk belajar merelakan orang yang kita sayangi menikah dengan oranglain. Itu pelajaran terberat yang dia kasih ke saya."
Dari percakapan Maura dengan Galih saat di mobil waktu beberapa hari yang lalu Galih mengantarnya pulang, Maura memang sudah tahu jika Galih memiliki pengalaman cinta yang tidak mulus. Tetapi, detail ceritanya baru Maura dengar malam ini.
Maura juga tidak mengerti mengapa seorang guru seperti Galih bisa dengan luwesnya menceritakan masalah percintaannya dengan anak murid yang baru dikenalnya kurang dari enam bulan. Apa yang membuat Galih percaya Maura bisa menjaga aib masa lalunya ini?
"I'm sorry to hear that," ucap Maura tulus.
Galih mengangguk. "You know what? She looks like you. Very similar."
Bayangkan sendiri seperti apa ekspresi Maura saat ini. Siapapun orangnya, jika disamakan dengan mantan kekasih seseorang pasti akan merasa canggung. Apalagi jika itu adalah guru sendiri.
Alhasil, Maura hanya bisa tersenyum. Tentu saja senyuman yang canggung. Dia bingung harus menjawab bagaimana.
"Oh iya, kamu dan keluarga sejak kapan pindah dari Bandung?"
Akhirnya Maura bisa kembali bernafas lega saat Galih mengalihkan pembicaraan mereka tadi.
"Baru pas awal semester ini kok, Pak."
"Oh... jadi kamu murid baru?"
Maura mengangguk.
"Tapi keliatannya kamu deket sama Dewa, padahal kalian beda kelas. Udah pernah kenal sebelumnya?"
"Belum kok. Waktu hari pertama sekolah, dia orang pertama yang ngajak saya kenalan. Orangnya juga asik, seru, jadinya deket sampai sekarang deh."
Galih mengangguk-angguk paham. "Bagus tuh, kamu bisa belajar banyak dari Dewa. Dia pemegang nilai tertinggi di angkatan kamu berturut-turut, tanpa pernah tergeser oleh siapapun."
Maura yang baru mengetahui hal ini sontak membulatkan matanya lebar-lebar. Kaget. Tidak menyangka. Memang sih, Maura tahu saat ujian tengah semester kemarin nilai-nilai Dewa nyaris sempurna. Tetapi Maura tidak tahu kalau Dewa adalah murid nomor satu di angkatan mereka.
Dewa peringkat satu? Dewa??! Dewa yang kelihatannya cuek dan selengean itu? Maura menggelengkan kepalanya saat pemikiran itu terlintas. Nggak boleh menilai orang dari luar.
"Kalau Nando, Pak?"
Nama itu terlontar dari bibir Maura. Nando yang semula bahkan dia pikir berada di peringkat di atas Dewa.
"Hmm... Nando yang mana ya?" Galih mengerutkan keningnya, menggali ingatan-ingatan nama siswanya.
"Ketua kelas 12 IPA 2, Pak. Temen sebangku saya." Maura membantu Galih mendapatkan kembali ingatannya.
"Oh!" Galih akhirnya mengangguk-angguk. "Elnando, ya?"
Maura mengangguk tak sabar.
"Saya agak lupa. Yah, maklum lah, siapapun yang ada di urutan dua, tiga atau seterusnya itu pasti nggak selalu diingat. Orang-orang pasti hanya akan selalu ingat dengan si peringkat satu saja."
Maura membenarkan dalam hati. Selalu, dimanapun dan kapanpun orang-orang hanya akan mengingat siapa si nomor satu. Bukan si nomor dua atau tiga. Apalagi jika si nomor satu itu tidak pernah tergantikan posisinya seperti Dewa.
Kemudian Maura pun tiba-tiba tersadar. Jika posisi nomor satu itu sangat dia dambakan terwujud di wishlistnya, maka itu artinya saingan utamanya adalah Dewa. Sahabatnya sendiri.
Apa mungkin Maura sanggup menyingkirkan Dewa?
***
Kalo kalian sering bersaing sama temen juga nggak? Masalah pelajaran tentunya. Jawab di komen ya ;)))
<<< Inesia Pratiwi >>>
(re-publish 16/9/17)
ESTÁS LEYENDO
Hello, Memory! [COMPLETED]
Novela Juvenil[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
Hello, Memory Kesebelas!
Comenzar desde el principio
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)