Part 13 : Musuh dalam selimut

1.9K 241 12
                                    

Yuki POV

Satu bulan sudah berlalu. Tidak ada yang berubah dari apartemen milikku. Syuting di film baruku memang terbilang singkat, namun jika di hitung-hitung waktu yang sudah aku lewatkan tanpa melihat macetnya Jakarta bisa membuatku rindu akan suasana ibu kota ini.

"Hufthh, " aku menghela napas saat kembali aku mengingat adegan terakhir di film yang ku perankan bersama Al.

Aku merasa gila dengan pikiranku sendiri, bagaimana tidak?
Jika aku yang pernah protes akan sikap Al yang pernah mencuri ciumanku waktu itu, di dalam adegan terakhir justru aku yang melakukannya terlebih dahulu.
Aku malu, tapi aku tidak bisa berpikir dengan baik.
Bagaimana aku akan menjelaskan pada pacar palsuku itu.
Apa aku harus bilang jika aku hanya mendalami peran saja sedangkan aku menikmatinya?
Ya, menikmatinya.
Aku tidak pernah merasakan sensasi gila seperti ini, selama yang aku ingat, aku hanya pernah merasa kagum pada sosok Stefan yang dulu pernah bermain satu judul sinetron bersamaku, dan setelah itu rasa kagum itu hilang, lenyap entah kemana. Tapi berbeda saat aku bersama Al.
Tidak ku pungkiri jika Al bisa menyentuh hatiku dengan sikap cueknya, tapi yang kulihat ia adalah sosok yang hangat tidak seperti apa yang ia tunjukkan di depan orang lain.

Oh mama papa, apa ini yang kalian sebut cinta.
Jawaban yang selalu kalian berikan saat anakmu bertanya alasan kalian menikah.
Inikah rasanya jatuh cinta?
Bahkan untuk waktu yang singkatpun tak ingin lewatkan melihat wajahnya.

Tapi aku ingat, setiap orang yang siap jatuh cinta maka ia pun harus siap untuk patah hati.
Bagaimana denganku?
Melihat teman yang dihianati saja aku ikut kesal dan sedih,
lalu jika suatu saat orang yang aku cintai berbuat demikian aku harus apa?
Apa aku harus membalas atau justru mengikhlaskannya?
Ah entahlah, aku hanya ingin menikmati perasaan ini, perasaan yabg orang bilang adalah anugerah.

Saat ini aku masih berdiri di balkon apartemen dengan tangan kanan menopang dagu menikmati semilir angin yang sudah aku rindukan karena sebelumnya sudah menjadi kebiasaanku jika tidak ada pekerjaan atau bosan.

Ketukan pintu membuatku menoleh ke sumber suara.
Ily masuk ke kamar dan berkata bahwa Al datang ingin menemuiku.

Tapi kenapa dia datang kemari, apa ada hal yang penting?

Aku menuju pintu kamar untuk menemui pacar palsuku itu, kulihat dia sudah duduk, tapi ada apa dengannya?
Dia terlihat gelisah.

" Gue mau ngomong sesuatu sama lo! "

" Ngomong aja! "

" Gue mau bilang kalo gue- "
Ucapnya terhenti, ia nampak ragu untuk bicara.

Aku menaikkan alisku seolah bertanya, lelaki di depanku ini nampak ragu untuk mengatakan sesuatu yang tidak aku ketahui.

" Gu gu gue butuh bantuan lo,"
Ucapnya tergagap.

Aku tidak mengerti dengannya yang datang tiba-tiba untuk meminta bantuan padaku.

Aku menyuruhnya untuk menenangkan kegelisahannya itu , dan aku beranjak ke pantry untuk mengambil air minum.

Ia masih terlihat ragu, bahkan berkata bahwa ia bingung harus memulainya dari mana.
Jangankan dia, aku saja kini bingung apa yang membuatnya datang kemari tiba-tiba.

Waktu terus berjalan, jarum panjang pada detik jam sudah berpindah bahkan sampai tiga kali putaran.
Aku masih setia menunggu, sedangkan lelaki di depanku ini masih menunduk entah melihat apa.

" Lo mau ngomong apa sih? " tanyaku Bosan.
Pertanyaanku membuatnya menoleh ke arahku, lalu kulihat ia meraih gelas kecil berisi teh hangat yang selanjutnya ia teguk sedikit.

Pacar sewaan? (✔)Where stories live. Discover now