Maura mengerti luka itu. Jelas saja itu luka, jika telah dikhianati dan dimanfaatkan oleh orang yang dianggap teman. Dan itulah salah satu alasan mengapa Maura enggan menunjukkan kekayaan orangtuanya. Karena dia masih tidak percaya pada teman yang tulus.
Tapi sepertinya semenjak kehadiran Dewa, Maura mematahkan prinsipnya itu. Pada Dewa, dia tanpa takut menunjukkan siapa dirinya sebenarnya. Entah mengapa sejak pertama mereka bertemu, Maura tahu kalau Dewa berbeda dengan yang lain. Apalagi saat dia tahu kalau Dewa adalah orang yang tidak terlalu peduli pada apa yang dipakainya, berapa uang sakunya atau berasal dari golongan apa keluarganya. Dewa tetap menjadi dirinya sendiri dan bebas berteman dengan siapapun.
Dan itu yang Maura suka.
Itu yang membuatnya percaya dengan Dewa.
Kemudian saat mengenal Nando, Maura juga lagi-lagi mematahkan prinsipnya. Melihat ketidakpedulian Nando pada apapun dan siapapun yang berada di sekitarnya membuat Maura percaya kalau Nando bukan seperti anak remaja kebanyakan. Ditambah lagi dengan kehidupannya yang memprihatinkan, Nando berjuang keras untuk belajar dan merubah nasib keluarganya.
Maka Maura pun percaya.
Mungkin Maura belum menyadari perubahannya ini. Dulu Maura adalah orang yang benar-benar tidak bisa mempercayai siapapun. Tidak ada satupun temannya yang dia perkenankan tahu siapa orangtuanya, seperti apa rumahnya atau berapa uang sakunya. Kekasihnya sekalipun.
Tetapi semenjak mengenal Dewa dan Nando, sepertinya Maura mulai berubah.
"Kalau yang itu namanya bukan temen. Tapi benalu," ucap Maura membalas perkataan Nando tadi. "Gue tau lo udah nggak percaya untuk berteman lagi. Makanya itu ikut gue kalau lo mau tau teman seperti apa yang pantas lo percayai."
Maura berdiri dari kursinya, kemudian menggendong ranselnya. "Gue juga bukan orang yang gampang percaya sama oranglain. Tapi gue percaya sama lo. Cuma lo dan Dewa yang tahu seperti apa rumah gue, siapa orangtua gue. Karena gue percaya kalian adalah teman yang pantas dipercayai. Yang bukan mau berteman dengan gue karena alasan."
Setelah itu Maura memberikan senyumnya pada Nando sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. "Gue nggak maksa lo buat percaya sama gue. Tapi besok dan seterusnya, gue akan tetep terus mencoba."
Nando tidak menjawab apapun saat Maura melambaikan tangannya.
"Duluan, ya," kata Maura lalu berjalan menuju pintu kelas. Menemui Dewa.
Di ambang kebimbangan, Nando masih duduk menatap punggung Maura. Seolah ada sebuah dorongan di dalam hatinya untuk memanggil Maura kembali. Tadi saat Maura berbicara, Nando sebenarnya berpikir. Selama ini memang definisi teman yang dia tahu adalah temannya yang dulu mendekat sewaktu dia berjaya kemudian meninggalkannya saat terpuruk.
Tetapi Nando juga menyadari, Maura adalah satu-satunya orang yang selalu berbicara dengannya meskipun selalu ditanggapi dingin olehnya. Yang selalu mengajaknya ke kantin meskipun sering ditolaknya. Yang dengan suka rela mengajak ke rumahnya dan meminjamkan semua buku yang diinginkannya. Dan yang terpenting, Maura menganggapnya teman di saat dia bukan siapa-siapa dan tanpa apa-apa. Di saat yang lain justru meninggalkannya.
Maka dengan dorongan di hatinya yang semakin kuat itu, Nando pun mulai mengerti. Apakah ini yang dimaksud dengan teman yang tulus?
"Maura!"
Akhirnya setelah yakin dengan hatinya, Nando memanggil Maura kembali. Yang langsung membuat cewek itu memutar kepalanya cepat. Rambutnya bergerak indah mengikuti perputaran kepalanya. Menciptakan gerakan slow motion pada seluruh mata yang kebetulan sedang melihatnya.
Termasuk Dewa yang sudah berdiri di depan pintu kelas. Penuh terpesona memandang Maura.
"Ayo bareng," kata Nando saat Maura menatapnya dengan alis terangkat. Cowok itu berdeham dan membuat senyuman kaku di bibirnya. Membuat Maura tertawa sambil mengangguk-angguk.
"Gue tunggu di depan sama Dewa, ya," kata Maura lalu berbalik dan melangkah lagi ke arah pintu kelas. Tempat Dewa masih berdiri menatapnya.
"Wa, mulai hari ini penghungi mobil lo nambah satu, ya," ucap Maura saat sudah berada di depan Dewa.
"Siapa?" tanya Dewa yang sudah tidak lagi terpana pada Maura.
"Tuh." Maura menunjuk ke arah Nando dengan bibirnya yang maju lucu.
"Si culun?" Dewa membelalak.
"Eh, jangan suka merendahkan orang. Kalau dia nggak culun juga lebih ganteng dari pada lo tau!" Cewek itu menjulurkan lidahnya, yang dibalas Dewa dengan tepukan gemas di kepalanya.
"Emang ada acara apa kita pulang bareng dia?" tanya Dewa sambil melirik Nando yang sedang berjalan ke arah mereka. Sikunya bertengger di bahu Maura.
"Nggak ada." Maura menggeleng-geleng. "Mulai sekarang kita harus berangkat dan pulang sekolah bareng Nando. Oke?"
Sontak, Dewa kembali membuka matanya lebar. Kaget. Cowok bertopi SMA terbalik itu bahkan sampai memundurkan punggungnya membentur ujung kusen pintu kelas.
"Kenapa gue jadi kayak supir gini?" protesnya dengan kening berkerut.
"Tenang, nanti gue ikut patungan uang bensin." Maura mengedipkan sebelah matanya.
"Bukan masalah bensinnya, tapi..." Ucapan Dewa itu terpaksa terhenti karena Maura mencubit pipi sebelah kiri Dewa sambil tersenyum aneh. Itu seolah isyarat untuk Dewa berhenti bicara karena Nando kini sudah berdiri di samping mereka.
Maura ingin menjaga perasaan Nando.
"Udah? Yuk kita pulang," ujar Maura pada Nando. Masih tanpa sadar mencubit pipi Dewa. Barulah saat Dewa berteriak kesakitan, Maura menurunkan tangannya dari pipi Dewa. Kali ini cewek itu tersenyum manis penuh permohonan maaf. Yang dibalas Dewa dengan putaran bola mata kesal lalu berjalan begitu saja lebih dulu ke parkiran.
Sambil terkekeh, Maura mengikuti langkah Dewa bersama Nando di sebelahnya. Menatap geli punggung Dewa yang tertutup ransel yang hanya digantung satu bahunya.
"Dewa tuh lucu banget, ya?" Entah itu sebuah pertanyaan untuk Nando atau untuk diri Maura sendiri. Tetapi pertanyaan itu mampu membuat Nando menoleh ke arah Maura. Hanya saja Nando tidak menjawab apa-apa. Berasumsi bahwa pertanyaan itu hanya gumaman Maura pada dirinya sendiri saja.
Dan di bawah silaunya pantulan sinar matahari siang ini, Nando baru menyadari kalau ini adalah kali pertamanya ia menatap wajah Maura sedekat dan sefokus ini. Dia pun menyadari pula, kalau ternyata Maura cantik.
***
<< Inesia Pratiwi >>
(re-publish 12/9/17)
YOU ARE READING
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
Hello, Memory Kesembilan!
Start from the beginning
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)