"Jadi, semua itu hanya mimpi?" sekali lagi Fadil mengangguk perlahan. Buliran air mata Dirga terhenti saat menyadari bahwa apa yang baru saja dia takutkan hanyalah mimpi. Dia sama sekali tidak pernah berpikir seperti apa kehidupannya tanpa Echa?

"Apa kamu ingat? Semalam kamu meminta bantuan Mbok Ijah untuk membuat Echa cemburu melalui telepon? Bahkan, kamu memintaku untuk menelponnya hanya untuk mengetahui keadaannya. Dan tadi pagi sebelum kamu tertidur disofa, kamu juga masih meminta bantuan Mbok Ijah" Dirga berpikir sejenak, berusaha mengingat apa yang dikatakan oleh Fadil.

~Flashback On~

Dirga melirik ponselnya yang bergetar, nama yang saat ini membuatnya kesal terpampang dilayar ponsel. Enggan untuk menjawab panggilannya, tapi dia juga tidak ingin mengabaikan panggilan darinya. Sebelum dia menerima panggilan, dia berpikir sejenak. Mbok Ijah yang selesai beres-beres, membawakan setoples camilan untuk kedua majikannya.

"Mbok Ijah, tolong bantu saya ya" ujar Dirga mendadak.

"Bantu apa Den Dirga?" tanya Mbok Ijah sambil meletakkan camilan diatas meja.

"Bantu saya untuk buat Echa cemburu"

"Apa? Maksud Den Dirga..."

"Mbok Ijah cukup bicara seperti wanita nakal bersama saya ditelepon. Saya ingin membuat Echa mengira kalau saya sedang bersama seorang wanita. Buat dia mengira saya akan tidur dengan seorang wanita" Dirga menceritakan rencananya sambil menggoyangkan hp yang ada ditangannya, membiarkan hp itu terus berbunyi.

"Tapi Den..."

"Mbok Ijah... please... dari pada saya harus cari wanita lain yang -"

"Bantu saja Mbok, dari pada dia bikin ulah dengan wanita lain" potong Fadil cepat seakan mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Dirga selanjutnya. Dirga yang merasa dapat pembelaan dari Fadil, tersenyum penuh kemenangan.

"Mbok..."

"Hm... baiklah Den Dirga. Apa yang harus saya lakukan?" tanya Mbok Ijah duduk bersimpuh di sebelah meja.

"Sini Mbok duduk disebelah saya" pinta Dirga sambil menepuk sofa sebelah.

"Tapi Den..." Mbok Ijah merasa segan dengan permintaan Dirga, dia melirik Fadil meminta jawaban. Apakah dia harus menuruti permintaan Dirga?.

"Turuti saja Mbok" ujar Fadil sambil memakan kacang pilus. Sesuai persetujuan Fadil, Mbok Ijah duduk disebelah Dirga sedikit ragu-ragu dia menaruh kedua tangannya diatas pahanya yang tertutup rok panjang.

"Udah siap Mbok?" Mbok Ijah mengangguk pasrah dan mendengarkan semua rencana yang dikatakan Dirga dengan amat serius. Dirga tidak melekatkan ponselnya ditelinga, tapi dia menaruh ponselnya di depan bibirnya beberapa centi dan menekan tanda yes, lalu loudspeaker.

Dia terdiam sebentar, tidak ada suara dari seberang sana. "Halo, Mas" pria itu masih diam, tidak bisa bicara apa-apa. Meskipun saat ini dia masih kesal kepadanya, tapi... beberapa jam tidak bertemu dan mendengar suaranya seperti beberapa abad baginya. Dan dia sangat merindukan suara halus dari seberang sana, sehingga beberapa detik dia melupakan rencananya.

"Siapa sayang?" tanya Mbok Ijah sesuai permintaan Dirga beberapa detik lalu. Meskipun umur Mbok Ijah sudah menginjak kepala enam, tapi suaranya tidak kalah lembut dari wanita muda berumur dua puluhan dan itu berhasil membuat Echa sedikit terluka mendengar suara lembut Mbok Ijah.

Dirga terkesiap, mendengar suara lembut disebelahnya. Dia sama sekali tidak menyangka jika Mbok Ijah memiliki suara sangat lembut seperti itu "Bukan siapa-siapa" jawab Dirga tersadar dari lamunannya dan kembali ke rencana awal.

[03] Love Two Heart [Complete]Where stories live. Discover now