Ah, kenapa gue jadi ngurusin masalah oranglain gini, batin Maura sambil menggelengkan kepala mengenyahkan rasa penasaran di kepalanya.
"Rumah lo di mana nih, Ra? Kan nggak lucu kalo lo gue bawa ke rumah gue."
"Di Rancamaya."
"Blok apa?"
Belum sempat menjawab, Maura tiba-tiba mencengkram lengan Dewa dan berteriak menyuruhnya memelankan laju mobil. Dewa yang tidak mengerti maksud Maura hanya bisa mengikuti apa yang diperintahkan Maura. Matanya mulai mengikuti pandangan mata Maura.
Lalu tatapannya terhenti pada seorang cowok dengan seragam yang sama sepertinya sedang berjalan sendirian di trotoar. Baru saja sebuah motor melaju kencang dan menyipratkan air becekan di jalan ke seragamnya. Dan Nando sama sekali tidak mengumpat ataupun meneriaki pengendara motor itu.
"Ada apa dengan Nando?" tanya Dewa yang membuat Maura langsung menoleh cepat ke arahnya.
"Lo kenal Nando?" tanya Maura balik.
"Kita sekelas waktu kelas sebelas."
"Oh. Eh, dia ngapain ya jalan ke situ?"
"Ya suka-suka dia lah," jawab Dewa acuh tak acuh.
"Coba ikutin deh, Wa," perintah Maura.
"Maksudnya mobil gue disuruh masuk ke gang itu?"
"Bukan... ikutin aja sampe ke depan gang itu. Buruan!" desak Maura.
Dewa menurut dengan malas. Mobilnya kembali dihentikan didekat mulut gang kecil tersebut. Maura memanjangkan lehernya ke depan, mengintip Nando yang masih berjalan menyusuri gang tersebut.
Dia mau ke mana, sih? Gue turun aja, deh.
Duh, kenapa gue jadi suka ngurusin urusan orang gini, sih! kata hatinya yang lain.
"Eh, dia berhenti, tuh!" seru Maura tiba-tiba lagi yang membuat Dewa mendesah malas.
"Masuk ke mana tuh dia? Ngapain dia ke situ, ya?" oceh Maura lagi.
Dewa mengangkat kedua tangannya ke atas, dijepit diantara lehernya dan kepala kursi mobil. Dengan santai dia menjawab pertanyaan Maura. "Itu emang rumahnya."
"Hah?" Maura sontak memutar kepalanya dengan cepat menghadap Dewa. Dia mengerjapkan matanya selagi otaknya mencerna ucapan Dewa tadi. Sedangkan Dewa malah memejamkan matanya.
Jadi di situ rumahnya? Di gang kecil dan becek gitu?
"Kok lo tau kalo rumahnya di situ?"
"Gue pernah kebetulan nganterin dia pulang pas bokapnya mendadak meninggal," jawab Dewa masih dengan mata tertutup. "Rumahnya jelek, Ra. Nyokapnya sakit-sakitan. Adiknya udah berhenti sekolah."
"Anak-anak di sekolah juga tau?"
Dewa mengangguk.
Maura merasakan haru di dalam dadanya. Dibalik sikap pendiam, dingin dan serba sendiriannya Nando ternyata dia menyimpan beban hidup yang seberat ini.
Tidak seberuntung dirinya atau Dewa, di luar sana juga mungkin masih banyak orang yang mungkin memiliki nasib yang sama dengan Nando. Harus menyembunyikan kepahitan sendiri, di saat oranglain sibuk mengucilkannya.
Orang-orang yang selalu mengucilkan dan menghina orang yang mereka anggap lebih buruk darinya sesungguhnya adalah orang yang sebenarnya sedang takut jika suatu saat nanti mereka berada di posisi itu. Mereka menutupi ketakutannya dengan bertindak arogan.
"Yuk, pulang, Wa," ajak Maura dengan suara pelan. Dia lalu menyandarkan kepalanya ke kursi mobil dengan pandangan mata ke jalanan samping.
Dewa tidak menjawab dan langsung menjalankan kembali mobilnya mengantar Maura sampai ke rumah.
Sepanjang perjalanan baik Maura maupun Dewa sama-sama tidak mengeluarkan suara. Maura masih memikirkan tentang Nando dan Dewa masih diganggu oleh pikiran kalut di dalam kepalanya sejak di sekolah tadi.
Sampai di depan rumah Maura, Dewa mematikan mesin mobilnya. Dia melepas sabuk pengaman dan kembali diam.
"Gue nggak nyangka kalau Nando..." Maura mulai berbicara lagi lalu kemudian tidak mampu lagi melanjutkan kata-katanya.
"Hidup kan emang kayak roda. Berputar terus, Ra. Nando juga dulu nggak kayak gini, alam yang secara alamiah membuatnya jadi di jungkir balik ke bawah kayak gini. Kita juga nggak akan selamanya hidup enak begini, suatu saat nanti kita juga akan merasakan sakitnya terjatuh. Bukan hidup namanya kalo cuma monoton."
Maura kembali diam. Berkali-kali dia membuang napasnya panjang-panjang. Entah kenapa Maura juga tidak mengerti mengapa dia jadi seperti ini, mudah bersimpati terhadap oranglain yang padahal baru saja dikenalnya kemarin. Mengapa dia jadi sering mencari tahu tentang urusan hidup oranglain.
Bukan seperti dirinya yang dulu; cuek dan tidak mau repot-repot mencampuri urusan oranglain.
Tapi tunggu dulu, kayaknya bukan cuma gue yang jadi aneh begini, deh. Dewa juga!
"Dewa, sejak kapan lo bisa ngomong bener kayak tadi?" Perlahan-lahan Maura mulai menarik bibirnya ke atas, membentuk senyuman.
"Kapan? Gue dari tadi diem aja kok. Oranglain kali, tuh."
Maura memutar bola matanya malas lalu hendak membuka pintu mobil. "Ya udah, thanks ya udah nganterin gue pulang, Wa," kata Maura.
"Ra," panggil Dewa ketika tangan Maura sudah hampir membuka pintu mobil. Maura pun menoleh menatap Dewa lagi.
"Kenapa?"
"Gue haus masa," kata Dewa dengan wajah memelas. "Di sini ada jual air minum nggak, ya?"
Maura tertawa lalu membuka pintu mobil dan keluar. Dia menggerak-gerakkan jari telunjuknya kepada Dewa. "Ayo, masuk. Bantuin gue nimba air dulu kalau lo mau minum."
"Lah, siap! Samson mah kuat, Neng!" jawab Dewa bersemangat kemudian turun dari mobilnya dengan cepat. Mengikuti langkah Maura memasuki gerbang rumahnya.
Dewa senang, sekaligus lega. Akhirnya dia bisa lari untuk sebentar saja. Dari kegelisahan dan ketegangan hatinya. Setidaknya, dia tidak perlu pergi kemana-mana untuk menghindar dari rumahnya. Karena sekarang dia memiliki Maura yang mau membukakan pintu rumah untuknya bisa bersembunyi.
***
Menurut kalian bacaan ini termasuk bacaan berat nggak sih? Soalnya bakal banyak konflik dan teka-teki nya nih nanti. Tiap chapternya juga dibuat panjaaaaaanggg banget.
Suarakan di komen ya! :))
<<Inesia Pratiwi>>
(re-publish 6/9/17)
YOU ARE READING
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
Hello, Memory Kelima!
Start from the beginning
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)