Maura pun memutuskan untuk mendekat dan menyentuh bahunya dari belakang. "Dewa!"
Kaget, Dewa segera menurunkan ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku celana. Wajahnya yang semula tegang dan gelisah langsung dia rubah menjadi wajah konyolnya yang seperti biasa. Tangan kanannya bergerak mengacak-acak rambutnya untuk dirapikan.
"Eh, ada Maura? Kok belum pulang, Ra?" tanya Dewa sambil tersenyum seperti biasa. Namun di mata cokelat itu Maura masih melihat ada sisa-sisa kegelisahan yang gagal disembunyikan.
"Abis ngerjain tugas," jawab Maura. "Lo kenapa belum pulang?"
"Oh, ini juga mau pulang kok. Kebetulan gue bawa mobil, Ra. Mobilnya kosong nih, kalo lo mau masuk sih masih muat kayaknya deh. Lo nggak gemuk-gemuk banget, nggak makan tempat. Mau nyoba masuk dulu nggak?"
Maura tertawa. "Lo mau nawarin nganter pulang aja kenapa harus pakai kalimat konyol gitu sih?"
"Emang gue nawarin nganter pulang? Gue cuma nyuruh lo masuk mobil doang."
"Iya terus setelah gue masuk ngapain? Mobilnya jalan, kan?"
Dewa mengusap-usap dagunya sok serius. "Kenapa jadi mobilnya yang jalan? Perasaan nggak punya kaki deh."
Maura memutar bola matanya lalu menepuk lengan Dewa. "Ya udah yuk, gue mau nyoba masuk mobil lo, muat apa enggak," ucapnya kemudian berjalan mendahului Dewa.
Di belakang Maura, Dewa terkekeh lalu ikut berjalan. Sok tau jalan duluan, emang dia tau mobil gue parkir di mana? batin Dewa.
Yang membuat Dewa bingung sekaligus kaget adalah ketika ternyata apa yang dipertanyakan batinnya sekarang sudah terjawab di depan matanya. Maura berdiri tepat di samping pintu mobilnya, tanpa kerepotan mencari, tanpa kerepotan bertanya.
Kok dia bisa tau mobil gue yang ini?
"Ngapain berdiri di situ?" teriak Dewa dari tempatnya. "Mobil gue yang ini," katanya sambil menunjuk mobil carry yang terparkir di samping mobilnya.
"Ohya?" Maura tak peduli. Cewek itu malah meloncat masuk ke dalam mobil Dewa tanpa membuka pintunya lebih dahulu. Rok sekolahnya yang terhempas tidak dia pedulikan lagi. Dia lalu duduk di kursi mobil yang atapnya terbuka itu kemudian menguncir rambutnya ke belakang dengan ikat rambut hitam yang melingkar di lengannya.
Dewa hanya bisa terkekeh melihat kelakuan Maura. Dia membunyikan alarm mobil lalu membuka pintu kemudinya.
"Ngapain di sini? Bukannya mobil lo yang itu?" sindir Maura ketika Dewa sudah duduk di balik kemudi.
"Lo tau dari mana ini mobil gue?"
Karna cuma dia satu-satunya yang punya mobil atap terbuka di sekolah ini. Maura teringat kembali dengan ucapan Elma. Dia pun tersenyum samar. "F 4 ST. Plat nomornya unik banget." Maura malah mengalihkan pembicaraan.
"Pegangan, nanti mental. Karna ini emang fast banget."
"I know," jawab Maura santai. "Makanya gue udah menyiapkan buat nguncir rambut."
Dewa terkekeh lalu mulai menginjak pedal gas setelah memindahkan parsneling. "Lo jadi imut dikuncir gitu. Gemesin kayak kelinci di belakang sekolah."
Maura mendengus malas. "Nggak ada yang lebih bagus lagi dari kelinci?"
"Hahaha..." Dewa tertawa lebar. Maura memperhatikannya dari samping sambil kembali memikirkan apa yang dilihatnya tadi. Bingung. Apa yang terjadi atau apa yang dilihatnya di ponsel itu sehingga seorang Dewa yang selalu tampak ceria dan konyol bisa berubah menjadi tegang dan gelisah seperti tadi.
YOU ARE READING
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
Hello, Memory Kelima!
Start from the beginning
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)