"Ngagetin aja!" seru Maura.
"Masih belom dapet temen?" tanya Dewa tanpa menanggapi seruan kekagetan Maura.
Maura hanya diam. Tak mampu menjawab karena selain murid cowok, di kelasnya memang belum ada yang mendekatinya untuk mengajak bergabung atau sekedar berkenalan. Kebanyakan murid cewek di kelasnya sudah membuat kubu-kubu sendiri. Tanpa berniat mengajak Maura ke dalamnya.
"Ya udah kalo gitu ke kantin, yuk?" kata Dewa lagi.
Belum sempat Maura menjawab, seorang gadis sudah berdiri di sampingnya dan menyapanya. "Maura, kan?"
Maura menoleh dan mengangguk. Tersenyum. "Iya."
"Hai, gue Elma, kita satu kelompok bahasa Inggris," ucap cewek bertubuh kurus itu sambil menunjuk papan tulis.
"Oohhh... iya. Hai, Elma! Salam kenal, ya." Maura tersenyum sambil mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Elma dengan riang. Setelahnya mereka berdua mulai berbincang-bincang sekilas, menanyakan asal kelas sampai tukeran nomor telepon.
Dewa yang masih berdiri di depan Maura pun akhirnya berdeham dengan tangan bersidekap. "Jadi sekarang udah dapet temen, ya?" sindirnya.
Maura memutar kepalanya lagi ke arah Dewa dan tersenyum tanpa dosa. "Hehe, i, ya, ke kantinnya nggak jadi. Gue sama Elma aja."
"Hm, oke!" Dewa membuang napas panjang. "Manusia memang selalu seperti itu. Kalo ada yang baru, yang lama dilupakan. Ya sudahlah, gue ke kantin duluan aja. Sendirian. Tanpamu."
Tawa Maura langsung terlepas mengiri langkah kaki Dewa yang berlalu darinya dan Elma. "Konyol," gumamnya.
"Lo kok bisa kenal sama Dewa, padahal katanya lo murid pindahan?" Elma bertanya di sebelahnya. Maura pun menoleh lagi.
"Emang kalau yang kenal sama Dewa mesti murid lama?"
Elma mengangkat bahu. "Ya enggak sih. Wajar aja deh, siapa juga sih yang nggak kenal Dewa. Mamang yang biasa ngasih makan kelinci di belakang gedung sekolah aja kenal sama dia."
"Kok bisa terkenal gitu?"
"Karna cuma dia satu-satunya yang punya mobil atap terbuka di sekolah ini."
"Oh, orang kaya," gumam Maura.
Elma ternyata mendengar gumamannya. "Hmm, anak orang kaya yang nggak peduli sama kekayaannya."
"Nggak peduli gimana?"
"Dia itu selalu bertingkah seolah dia cuma anak orang biasa, yang cuma lagi 'dipaksa' makai semua barang-barang mahal. Dia cuek-cuek aja sama semua yang dia punya. Malah pernah waktu itu ada temennya yang minjem mobil, dan Dewa enteng-enteng aja minjemin tanpa khawatir mobilnya bakal hilang. Pernah juga waktu blackberry barunya hilang di dalem kelas, Dewa cuma malah ketawa-tawa bareng temennya karna khawatir video-video aneh di dalem hape nya kesebar luas. Sepatu-sepatu ori mahalnya juga sering banget dituker waktu sholat jumat di masjid sekolah, dan Dewa malah santai aja masuk kelas pakai sendal jepit."
Maura mengangguk-angguk paham sambil melangkahkan kakinya menuju kantin bersama Elma, yang resmi menjadi teman perempuan barunya di kelas. Sesekali dia sempat tertawa kecil menanggapi ocehan Elma.
"Dia itu aneh, selalu masa bodo sama yang dia punya. Padahal kalau emang dia nggak mau dan nggak suka, kenapa harus makai itu, kenapa harus beli itu? Apa mungkin semua orang kaya emang begitu kali ya? Belum pernah ngerasa kekurangan makanya enteng banget menyia-nyiakan yang mereka punya."
"Jangan berprasangka buruk," sahut Maura. "Eh, di kantin makanannya ada apaan aja yang enak?" tanyanya mencoba mengalihkan pembicaraan dari topik 'orang kaya' yang secara tidak langsung menyinggung dirinya juga.
YOU ARE READING
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...
Hello, Memory Kelima!
Start from the beginning
![Hello, Memory! [COMPLETED]](https://img.wattpad.com/cover/57194961-64-k900663.jpg)