xxix

53.7K 5K 113
                                    

Kira.

Gue berada di dalam suatu ruangan megah yang ada di kantor cabang milik profesor West. Ruang kerja West, lebih tepatnya.

Sebenarnya, kantor cabang ini tidak terlalu besar. Warna di sini dominan dikuasai oleh warna putih, tapi, jika kita masuk ke ruangan si West, warna yang mendominasi adalah warna kayu-kayuan alias cokelat.

Geovani mendorong gue untuk cepat-cepat duduk. Sekarang, tangan gue masih diikat. Gue nggak perduli sebenarnya, toh gue akan tetap menurut. Dan gue harap, Indra mengerti apa yang gue lakuin. Berhubung Indra rada-rada, tapi gue percaya kok.

"Tunggu di sini, bentar lagi Profesor dateng." kata Geovani, gue pun mengangguk seraya menatapnya tajam.

Akhirnya, yang gue tunggu-tunggu datang juga. Pria yang umurnya sudah sekitar lima puluh tahunan keluar dari sebuah pintu yang ada di pojok ruangan ini. Itu Profesor West!

"Halo, Miss Kira. Senang bertemu denganmu."

Dari segi penampilan, Profesor West memang kelihatan hangat dan ramah. Namun siapa sangka bahwa sebenarnya pria ini adalah seorang psikopat yang tidak segan-segan membunuh musuhnya demi keberhasilan bisnisnya?

"Halo, Profesor." balas gue, setenang mungkin.

"Geovani, sepertinya kau bisa melepaskan ikatan di tangannya." ucap Profesor West, seraya tersenyum pada Geovani.

Geovani segera melepaskan ikatan yang ada di tangan gue. Sekarang, gue bisa bergerak bebas. Walaupun gue sama sekali tidak berniat untuk melawan. Mana mungkin gue bisa mengatasi banyaknya bodyguard di luar sana?

"Jadi, aku akan langsung memberikan tugas untukmu. Untuk menggantikan Conor, tentu saja. Omong-omong, dia itu benar-benar pengkhianat bukan?" katanya, gue mengangguk.

"Benar, Profesor. Bayu— eh, maksud saya Conor, memang penghkianat."

"Kalau begitu, setelah kau menyelesaikan tugas dariku, kau harus menandatangani perjanjian kontrak untuk bekerja padaku dalam jangka waktu yang tidak ditentukan."

"M-maksudnya tidak ditentukan?"

Gue rada sedikit gemetar, sebenarnya.

"Ya, tidak ditentukan. Seperti Conor dan Ayahnya, mereka bekerja padaku hampir seumur hidup mereka. Hingga Conor berkhianat padaku, lalu, kontrak kerjanya pun juga sudah ludes. Tapi, kau tenang saja. Conor sebentar lagi bernasib seperti ayahnya juga. Ia akan mati. Jadi siapapun yang berkhianat padaku, dia akan mati. Sudah jelas, Miss. Kira?"

Gue perlahan-lahan mengangguk. Satu kata yang ada di kepala gue saat ini adalah buset! Man!

Memangnya dia presiden atau sejenisnya? Sampai-sampai siapapun yang berkhianat padanya itu akan mati? Yang berkhianat pada presiden saja ujung-ujungnya paling hanya dipenjara dan diberikan keringanan seringan-ringannya.

"Baiklah, Miss Kira. Tugasmu sekarang adalah mengembalikan data." kata Profesor West.

"Data? Bukannya itu hal yang mudah, profesor?" tanya gue.

"Benar sekali. Ini sangat mudah. Tapi sayangnya, aku ingin kau mengembalikan data yang sudah bertahun-tahun hilang di dalam sebuah chip."

Mata gue melebar. Chip.

"Chip? Chip untuk apa, Profesor?"

"Kau hanya perlu mengembalikan datanya, Miss Kira. Tidak perlu tahu apa yang ada di dalamnya."

Gue pun tersenyum, lalu mengangguk. Otak gue mulai bekerja, memikirkan apa yang harus gue lakukan dengan chip ini. Menggantinya dengan chip palsu? Mengirimkan datanya ke email gue? Atau bagaimana?

Sepertinya, kalo gue ngirim ke email gue, itu pasti beresiko besar. Gue nggak mau ambil resiko buat dibunuh di sini.

"Geovani, kau bisa mengantarkan Miss Kira ke ruangan yang sudah aku sediakan." ucap profesor West, sambil tersenyum.

Gue pun merasakan tangan gue yang ditarik kasar oleh Geovani untuk meninggalkan ruangan ini menuju sebuah ruangan yang berada di seberang ruangan ini. Ruangan kecil dengan peralatan komputer lengkap, serta penjagaan yang ketat di dalam maupun di luar.

Gimana gue bisa konsentrasi kalo harus diawasin kayak gini?!

Beberapa menit kemudian, empat orang masuk ke dalam ruangan ini dan membuat ruangan kecil ini serasa sesak. Salah satu di antara mereka membawa sebuah kotak kecil dan memegangnya dengan sarung tangan. Itu berlebihan.

"Ini chipnya, dan lo bakal diawasin selama ker-."

"Sori-sori aja, gue nggak mungkin kerja kalau gue diawasin. Berasa diintimidasi, tau?" potong gue, sekarang muka Geovani jadi ngeselin. Tunggu... Emang udah dari sananya sih, ngeselin.

"Oh, oke... Kalau gitu kami akan keluar." kata Geovani, ia tersenyum licik.

Gue segera merampas chip itu, lalu memasukkannya ke dalam slot komputer. Sebenarnya, bagi gue ini sama sekali nggak sulit. Yang sulit itu, gimana caranya gue mindahin data ini ke chip lain sementara di pojok ruangan terdapat cctv.

Mereka pasti akan ngawasin gue dari sana.

Sebelum mereka benar-benar keluar ruangan, gue segera membuka laci-laci yang ada di meja. Chip kek, apa kek, gue harus nemuin sesuatu buat copy datanya.

Ketemu! Hanya memori card berukuran 6GB, tapi gue rasa ini cukup.

Gue mulai bekerja, apapun caranya gue akan mengembalikan data itu. Sekitar dua puluh menit, pekerjaan itu selesai. Gue sempat buka data itu, lalu gue melihat nama Digory North di sana. Nggak salah lagi, ini pasti chip itu!

Dengan gerakan yang tidak terlalu mencurigakan, gue segera memasukkan memori card itu, lalu mengcopy semua datanya. Semua gue lakukan senetral mungkin, agar tidak ketahuan tentu saja.

Tanpa gue duga, beberapa orang masuk ke dalam ruangan gue sekarang.

Sedangkan jelas-jelas gue lagi nge-copy data itu!

****

a.n :

yha, gantung lagi. maafkan dd yha.

AftertasteWhere stories live. Discover now