xxvii

60.1K 5.5K 252
                                    

Hana.

Aku tidak tahu apa yang sedang aku lakukan di sini, di pantai. Tepatnya, kami. Yah, lagi-lagi biang keroknya itu Indra. Cowok itu menyarankan kami agar berlibur dan bersantai sebentar sebelum berada di medan tempur -itu adalah kalimatnya tadi, aku hanya menirukannya-.

Kami berlima berdiri canggung di pinggir pantai. Indra sepertinya sudah sangat gatal untuk bermain-main, tapi tidak dengan aku, Kira, Bayu dan Martin.

"Gue mau keliling, kenapa nggak ada yang bergerak sama sekali?" kata Indra, tampangnya terlihat sangat frustasi.

Aku menahan tawaku, walau tetap saja terdengar seperti tawaan.

"Ayok deh," kata Martin, yah, tentu saja cowok itu bukan tipe-tipe yang bisa di ajak serius. Tidak beda jauh dengan Indra, walau tampang Martin lebih sedikit horor dibanding Indra.

"Hana." panggil Indra, sambil memberi isyarat untuk meninggalkan Bayu dan Kira berdua dengan mengedipkan matanya.

Ah, aku mengerti. Dan aku pasti berakhir dengan dua cowok itu.

"Hun, ke sana yuk." kata Martin, sambil menunjuk sebuah tebing yang tidak jauh dari kami.

Raut wajah Indra berubah, ia tampak bingung. "Hun? Bihun?" tanyanya.

Aku tertawa mendengarnya. Sebenarnya, aku dan Martin itu pernah berpacaran. Tapi, tidak lama karena kami jarang bertemu atau berkomunikasi.

"Nggak usah manggil gue gitu lagi, Tin." kataku.

"Maksud gue Hunny, Ndra. Eh... Tapi kenapa, Han?" tanya Martin.

"Karena kita udah nggak pacaran lagi."

"HAH?! PACARAN?! Kalian bercanda atau-"

"Kami pernah pacaran, Ndra. Tapi karena Martin jarang ngehubungi gue.... Jadi..."

Indra tampak kaget. Memang, aku tidak terlalu ingin mengumbar kemesraan seperti Bayu dan Kira. Ah, tidak juga sih, mereka hanya ketahuan sedang bermersaan. Tentu saja aku tidak sengaja waktu melihatnya.

"Oh, itu bagus sekali. Yang terpenting, kalian udah putus sekarang. Jadi, gue ada kesempatan. Iya nggak, hun?"

Aku kembali tertawa mendengar celotehan Indra yang benar-benar membuat wajah Martin masam semasam masamnya wajah masam paling masam sedunia.

"Tapi gue masih ada kesempatan, tau?" kata Martin, nada bicaranya seakan mengancam Indra.

"Gue nggak bilang gue ngasih kesempatan ke elo, Tin. Udah ah yuk, ke sana." ajakku.

"Pokoknya gue bakal perbaikin lagi dari awal!" ucap Martin ngotot.

Indra menggeleng, "Oh no, no, Martin ganteng tapi gantengan gue. Sekali nggak ada kesempatan, ya tetap gaada kesempatan." katanya.

Wajah Martin makin masam, namun aku menanggapinya dengan senyuman. "Jadi pacar atau enggak, gue tetep deket sama lo kan? Kalopun kalo gue mau pacaran, gue lebih milih pacaran sama ni anak dibanding elo." ucapku, sambil menarik lengan Indra yang wajahnya berseri-seri.

"Tuh, dengerin North." ucap Indra, yang hampir ingin digebok Martin kalau saja aku tidak melarangnya.

Aku menikmati berteman dengan mereka berdua. Mereka membuatku nyaman, karena Martin yang selalu bersikap manis padaku dan Indra yang kocak. Untung saja, selera humorku bagus.

=Aftertaste=

Kira.

Tinggal gue dan Bayu yang berdiri canggung di tengah-tengah keramaian turis di pantai ini. Belum ada percakapan sedikitpun antara kami, sejak Indra, Hana dan Martin pergi. Gue sendiri bingung, sebenarnya gue dan Bayu ini apa? Gue sedikit takut kalau rasa suka gue cuma sepihak. Lagi pula, perempuan mana yang ingin merasakan cinta sepihak?

Sejak hidup gue menjadi awut-awutan dan sedikit tidak jelas seperti ini, gue merasa.... Gue bisa lupain Khafi. Buktinya, perasaan gue ke Bayu mulai tumbuh dan berkembang.

"Kira, lo nggak apa-apa kan?"

Gue sempat tertegun sebentar, walau akhirnya gue tersadar. Gue menggeleng, "Nggak, gue gak apa-apa kok."

"Luka itu masih sakit?" tanyanya.

"Udah enggak, kalopun sakit, gue bisa nahan kok."

Setelahnya, gue memilih duduk. Sepertinya, gue harus menikmati sunset di sini. Spot nya lumayan bagus dari tempat kami berdiri sekarang.

Bayu ikut duduk di sebelah gue, matanya tetap lurus ke depan.

"Seperti yang lo mau, Kir." katanya, "Gue bakal bales dendam, gue yang akan bunuh West. Gimanapun dia udah bunuh bokap gue, dan gue mau bikin lo hidup seperti dulu."

Gue menggeleng, "Nggak, Bayu. Gue nggak mau kalau lo sampe ngebunuh orang."

"Nggak ada jalan lain."

Bayu menatap ke arah gue, raut wajahnya kelihatan pasrah banget.

"Tenang." kata gue. "Semua pasti ada jalan keluarnya, gue yakin."

Bayu pun mengangguk mengiyakan. Gue yakin seyakin-yakinnya, ini semua akan berakhir. Gue gak perduli kalau gue harus bekerja untuk North. Walau kelihatannya Ayah Martin itu jahat dan memiliki aura kelam, tapi gue yakin, dia itu lembut.

"Kira." panggil Bayu.

Gue menoleh.

"Rasanya gue udah jatuh cinta sama elo."

****

a.n :

Kalau nggak pake bumbu cinta-cintaan, ga enak. Jadi, gue selipin part cinta-cintaan ini ya..

AftertasteWhere stories live. Discover now