xxvi

58.4K 5.3K 138
                                    

Hana

Kami semua menoleh ke asal suara. Di ambang pintu, berdirilah Digory North bersama anak semata wayangnya yaitu Martin North. Aku lumayan sering bertemu Digory North jika aku dan Martin bertemu, tapi sepertinya ada aura yang sedikit berbeda di antara mereka berdua kali ini.

"Kami memang akan membantu kalian." ucap North, ia tersenyum -sebenarnya senyumnya ini bisa dibilang sediki terlihat keji-. "Tapi dengan satu syarat, aku ingin kalian membuat pertolonganku ini tidak sia-sia. Aku ingin Bayu dan Kira bekerja padaku setelah melanjutkan sekolahnya. Dan aku ingin...."

Digory North terlihat menunduk, "Aku ingin salah satu dari kalian membunuh profesor West dan mengambil apa yang mereka curi dariku." ucapnya.

Kami berempat melebarkan mata. Aku tidak pernah melihat Ayah Martin seperti ini. Maksudku, mereka memang terlihat kejam kalau dilihat dari tampangnya. Tapi percayalah, aku cukup mengenal Martin dan Ayahnya. Mereka sebenarnya mempunyai sisi lembut.

"Tapi.... Gimana kalau kami masuk penjara? Lagi pula, West ada di Washington. Bukan di sini. Dan apa yang harus kami ambil darinya?" kata Bayu, ia adalah orang pertama yang berani protes sejauh ini.

"Ah... Tentu saja tidak, ku dengar West sudah berada di Indonesia. Dan ku pikir, tua bangka itu ada di pulau ini. Aku ingin kalian mengambil chip berisi data-data perusahaan kami dulu."

Aku bergidik. Aku tidak kenal siapa profesor West itu. Sama sekali tidak kenal. Aku hanya pernah diceritakan oleh Martin, bahwa Ayahnya memiliki rival besar dalam pekerjaannya. Meskipun Ayahnya tidak pernah kalah, namun tetap saja, ia harus berusaha keras untuk melawan West yang tentunya tidak mudah untuk dikalahkan.

"Kalian tidak mungkin masuk penjara, karena ada aku." tambah North lagi.

Aku menelan ludahku. Aku sudah cukup takut dengan polisi. Maksudku, bandar narkoba mana yang tidak takut dengan polisi? Kalau saja aku ketahuan, bisa-bisa aku masuk penjara dari usia dini. Ku pikir, aku tidak akan mengambil peran itu. Biar saja Bayu atau Kira atau mungkin Indra yang membunuhnya. Walau aku tahu, mereka tidak akan berani. Kecuali aku.

Aku sudah pernah membunuh.

Aku punya alasan membunuh orang itu kok. Itu karena orang itu selalu menagih hutang yang tidak pernah aku lakukan. Makanya, aku membunuhnya. Omong-omong, yang berhutang bukan aku, tapi.. Adikku. Entah di mana keberadaanya sekarang.

"Oke, aku hanya ingin kalian melakukan apa yang ku mau. Sisanya, kalian akan menyusun rencana kalian sendiri."

Setelah itu, Digory North lenyap dari sini. Menyisakan Martin yang tampak serba salah. Aku yakin, Martin sedikit tidak setuju dengan Ayahnya.

"So? Tunggu apa lagi? Ayo, kita bikin rencana." kata Kira.

Kami duduk melingkar. Aku duduk di samping Martin dan Indra. Ah, kenapa dua cowok ini selalu menempel padaku.

"Menurut gue, mendingan kita langsung aja datengin mereka. Walaupun kita nantinya ditahan, gue minta tolong Martin dan bodyguard-bodyguard nya buat dateng nyerbu lalu menyelamatkan kita." kataku, mereka semua memandangku.

"Bisa juga. Tapi, mungkin kita harus bikin seapik mungkin." ucap Kira.

Benar sih, rencanaku barusan terkesan acak-acakan.

"Gue dan Hana akan jadi umpan." ucap Bayu, aku melotot.

"Kok gue?!" pekikku.

"Kalau Kira yang jadi umpan, itu terlalu berbahaya. Sedangkan mereka sama sekali nggak ada urusannya sama elo, Han. Jadi nggak mungkin mereka mencelakai lo." jelas Bayu, yah, mau gimana lagi. "Kira dan Indra, kalian ditugasin buat nyari chip itu." lanjutnya.

"Bahkan gue sama sekali gak tau itu chip apaan, man." keluh Indra.

"Itu gampang, lalu?"

Kami semua memandang Kira, gadis itu tampak kebingungan.

"Maksud gue, kita bisa nanya Epis—."

Bayu menjentikkan jarinya, "Nah. Dan, Martin. Selama Kira dan Indra nyari chip itu, lo harus tetap berjaga-jaga. Sampe nanti diantara kami semua bikin keributan, lo baru nyerbu."

"Boleh juga." kata Martin, cowok itu tersenyum.

"Ayo, tunggu apa lagi?"

Ini akan seru. Aku tidak menyesal telah mengenal mereka.

****

Kami berlima sudah berada di hadapan Epis. Salah satu kacung Geovani yang malangnya bukan main. Tapi, yang lebih malang itu Opal. Martin telah membuangnya ke lautan lepas dengan tangan dan kaki diikat. Bisa bayangkan kondisinya saat ini bagaimana?  Dia pasti sudah mati.

"Lo tau keberadaan chip itu, Epis?" tanya Bayu.

Epis mengangguk, "Gue tahu." jawabnya.

"Di mana?" sekarang, giliran Kira yang bertanya.

"Tentu aja chip itu nggak ada di  Geovani, tapi setahu gue chip itu ada di kantor cabangnya si West yang ada di pulau ini. Lo tau kan, Bay?"

Bayu mengangguk. Saat ini, aku bisa mengambil kesimpulan bahwa si West itu sedang berada di kantornya. Mungkin dia sedang menunggu Geovani menangkap Kira dan Bayu, lalu menyerahkan mereka padanya.

***

a.n : 

ada yang menganggap cerita ini bertele-tele? sebenernya ini masih lumayan panjang menuju ending.

AftertasteWo Geschichten leben. Entdecke jetzt