xiii

69.6K 6.7K 332
                                    

Bayu

Saat ini, gue dan Kira sampai di rumah Indra. Rumah itu masih tampak sama sejak terakhir kali gue melihatnya. Kira merapatkan jaketnya saat gadis itu turun dari mobil, lalu menatap sekeliling.

Gue segera memencet bel, menunggu seseorang membukanya. Tak lama, tampak seorang wanita paruh baya keluar dari rumah tersebut.

"Wah, Mas Bayu tumben ke sini, lagi mau liburan ya Mas?" tanya Bi Tini, pembantu kepercayaan Indra dan keluarganya.

"Eh iya, nih, Bi. Indra ada kan?" tanya Bayu.

"Ada kok, di kamarnya masih tidur. Dibangunin aja, kebiasaan si Indra kalo hari libur." kata Bi Tini, gue pun mengangguk.

Setelah Bi Tini membukakan pagar, gue kembali ke mobil dan segera memarkirkannya di dalam.

"Wah, Mas Bayu sama pacarnya ya? Cantik banget pacarnya Mas, bisa aja nyarinya.."

Gue hanya tersenyum tipis, dan menarik tangan Kira agar mengikuti gue. Mukanya masam banget, gak enak diliat. Tapi, memang sih, wajahnya masih sama. Masih cantik seperti biasanya.

"Mau kemana lo?" tanya Kira, suaranya sengaja ia pelankan.

"Ke kamar Indra lah, lo pikir mau ke mana?" ucap gue.

Kira berdecak, "Lo seriusan mau ngajak gue ke kamar cowok? Gue gamau deh melihat sesuatu yang aneh-aneh seperti kolor atau semacemnya berceceran.." katanya.

Gue hampir tertawa saat mendengar ucapan Kira tadi, emang benar sih, Indra kan sedikit jorok. Tapi gue gak bisa ninggalin Kira di ruang tamu gitu aja kayaknya. Dia kan gak kenal siapa-siapa.

"Lo ikut, tunggu di luar, gampang. Dari pada disini, emang lo kenal keluarga Indra?" kata gue.

"Oke."

Kira akhirnya menyetujuinya. Sejak pertama kali gue ngeliat Kira, gue emang udah tertarik banget sama dia. Mulai dari caranya menjalankan pekerjaannya, cara bicaranya, dan caranya berekspresi. Gue suka semuanya.

Yah, gue sadar, gue memang bodoh banget waktu itu. Mempercayai Profesor West, yang katanya akan memberikan kontrak kerja pada Kira secara baik-baik dan tidak ada paksaan. Tapi nyatanya? Dengan cara seperti itu, tentu aja gue gak setuju dan lebih memilih membawa Kira kabur. Di tambah, mengetahui kabar Ayah gue yang meninggal karena dibunuh atas suruhan Professor West.

Tapi apa? Gak ada sama sekali yang mengadukan ini ke polisi, karena takut akan menjdi korban selanjutnya. Gue bahkan belom sempet nangis, karena sibuk melarikan diri.

"Tunggu sini," kata gue, menunggu Kira menunggu di samping pintu kamar Indra.

Gue pun memasuki kamar Indra, dan melihat cowok itu masih ngorok. Dan... Yeah, namanya juga cowok. Udah jelas dia tidur gak pake baju, karena kadang gue juga begitu.

"Indra!" panggil gue, tapi Indra tetap bergeming di tempatnya. Masih aja ngorok pula.

Gue pun mengambil langkah seribu. Dengan cepat gue mengambil sebuah buku tebal, sepertinya kamus. Dan segera melemparkannya ke wajah Indra.

Berhasil. Sekarang cowok itu lagi gelagepan.

"HAAAHHH MAMAHHHH.." teriaknya histeris, seakan ada sesuatu berukuran besar yang benar-benar menimpa kepalanya. Padahal, itu cuman buku.

Setelah Indra sadar, akhirnya, dia menyadari kehadiran gue di hadapannya.

"Bayu?!" teriak Indra, gue tersenyum.

"Ngapain lo kesini? Pake nyambit gue segala! Bangunin dengan cara yang wajar kek!" kata Indra, mencoba bangkit dari kasurnya.

"Oke, langsung aja gue kasih tau. Sekarang, gue lagi ada masalah, gue kabur dari Profesor West. Dan...."

"LO KABUR?!"

"Ya."

"DAN APA?!"

"Dan... Bokap gue dibunuh."

Kami sempar berdiam diri selama dua menit, mungkin Indra sedang mencerna kata-kata gue atau apa. Yang jelas, cowok itu sedang bengong sambil menatap gue.

"Bokap gue harus tau!" kata Indra, setelah ia menyamber kaosnya dan memakainya, Indra melewati gue dan buru-buru keluar kamar.

"Eh... Bay.. Lo.. Bawa siapa?" kata Indra, yang gue liat dia lagi liatin Kira dari atas sampe bawah.

"Kok kalian pake baju couple?" tanya Indra lagi.

"Dia Kira, ceritanya panjang deh. Oh iya, gue sama dia perlu baju. Lo punya banyak kan?" tanya gue.

"Yang jelas gue gapunya baju cewek atau beha." kata Indra.

Kira makin menunjukkan wajah betenya, yah, gue akuin emang Indra rada mesum dan tolol.

"Mesum lo! Udah buru, gue butuh bokap lo juga."

Gue berjalan berdua Indra menunggu tangga bawah tanah, sementara Kira di belakang kami.

"Cantik juga Bay, kok lo bisa sih..." bisik Indra.

"Bisa lah! Dia punya gue, awas lu!"

"Oh okelah, gue tau gue ganteng. Jadi masih mampu menggaet banyak cewek cakep."

Oke. Gue akuin Indra emang ganteng, dengan rambut tajam-tajam mencuat dan wajah sedikit ke cina-cinaan. Padahal, dia gak ada turunan cina.

Tapi, tetep aja gue lebih ganteng. Admit it.


**************


a.n :

Bakir kembali, hehe. Sengaja sih bikin pov bayu, abisan lagi pengen nulis kayak gini wkwkw. sori bangetbanget, deskripsi vini sama indra beda jauh. soalnya gue bingung mau ngasih cast siapa btw

AftertasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang