xxiii

59.6K 5.6K 142
                                    

Bayu

Gue terpaku sebentar. Gue memang nggak secara langsung ada di tempat di mana Kira dan Hana saling curhat. Tapi, gue bisa denger jelas.

"Gue rasa gue suka sama Bayu."

Gue buru-buru pergi dari tempat itu sebelum Kira dan Hana menyadari keberadaan gue. Gue kembali ke meja di mana Indra dan Martin sedang sibuk makan.

"Mana si Hana sama temen cewek lo yang cantik itu Bay?" tanya Martin.

"Sebentar lagi mereka masuk." kata gue, padahal gue sama sekali enggak manggil mereka masuk.

Beruntung, mereka beberapa menit kemudian masuk. Mungkin, angin laut lama kelamaan membuat mereka kedinginan atau apa.

"Oh ya, gue denger kronologisnya dari Hana yang tau dari Om Dani. Jadi, cewek ini si aftertaste itu? Yang sukanya bantuin perusahaan gede buat ngancurin sistem rival nya? Dan.. Professor West mau rekrut dia, iyakan?" tanya Martin, gue mengangguk.

"Lalu, lo, Bayu alias Conor. Membantu Profesor West untuk nyari perhatian Kira, buat menyerahkannya pada Prof West."

"Gue mengira awalnya mereka dateng untuk rekrut Kira secara baik-baik, karena gue yakin Kira nggak akan nolak. Tapi nyatanya, Kira diperlakukan nggak baik sama Geovani. Dan, karena Prof West punya niat jahat dan bokap gue nggak setuju, dia nyuruh orang buat bunuh bokap gue. Pas dapet kabar itu, gue langsung bawa Kira pergi." jelas gue, memotong cerita Martin.

"Sebenarnya, gue bantu lo di sini bukan tanpa syarat." kata Martin.

Ya, gue udah tau itu dari awal.

Seorang Martin, termasuk dikenal sebagai cowok paling perhitungan di sekolah dulu. Pokoknya, nggak banget.

"Setelah gue berhasil ngebantu kalian, kalian harus sekolah di tempat yang bokap gue kasih, dan setelah lulus, kalian harus bekerja sama bokap gue. Dan.. Um, Indra. Kayaknya, ini cuma berlaku buat Kira dan Bayu aja. Lo bisa balik ke bokap lo lagi, kok."

Ayah Martin, Digor North, merupakan pengusaha terkenal yang berasal dari Jerman. Digor menikahi Ibu Martin yang berasal dari Indonesia, yaitu Tania Amanda. Mereka tinggal di Indonesia hanya beberapa tahun, lalu pindah ke USA. Dan kami, bertemu di sekolah. Gue dan Martin sempet temenan, walaupun nggak lama.

"Gue nggak ada niat sama sekali buat kerja jadi hacker kok, nyelamin deep web aja gue udah ketakutan karena tiba-tiba ada yang ngirimin foto gue di depan laptop detik itu juga. Gimana jadi hacker beneran? Lagian gue ikut ginian kan nyari pengalaman aja," ucapnya.

Dari awal gue emang udah nebak. Indra orangnya emang gitu. Selalu saja ambisius, dan selalu pengen nyoba segala hal.

"Gue setuju." ucap Kira tiba-tiba.

Gue meliriknya, pandangannya kelihatan mantap. "Oke kalau begitu, gue juga setuju. Tapi, gue nggak mau diperlakukan dengan tidak baik. Lo tau kan, seperti West memperlakukan gue dan bokap gue."

Martin tersenyum, "Bokap gue bukan tipe-tipe pshyco kok." katanya.

*

Gue, Kira, Indra, Hana dan Martin memasuki salah satu ruangan yang ada di kapal ini. Ruangan ini agak gelap, hanya diterangi satu lampu yang ada di tengah-tengah ruangan.

"Jadi, nama lo siapa?" tanya Martin.

"Opal." jawabnya, gue dengan cepat menggeleng.

"Namanya Naufal, gue kenal dia." kata gue.

"Itu nama panggilan, dasar penghianat." kata si Naufal.

"Lebih baik gue jadi penghianat dari pada terus-terusan dibodohi sama bos lo."

"Jadi, Naufal, apa alesan Geovani terus mengejar kami? Apa si West masih ngotot buat rekrut gue?" tanya Kira.

Naufal mengangguk, "Masih." jawabnya.

"Oh, kita lupa sama yang gendut ini. Siapa namanya, Bay?" tanya Indra.

"Epis." jawab gue.

"Nama panggilan lagi?"

Kali ini gue menggeleng, "Namanya emang Epis."

"Sekarang giliran elo, lo tau di mana Geovani dan temen-temen lo bersarang sekarang?" tanya Indra, ternyata cowok itu sudah siap dengan pistolnya.

"Hotel Madani." jawab Epis, rada sedikit takut, walaupun akhirnya ia menjawabnya entah benar atau tidak.

"Langsung aja to the point, abis ini gue mau buang mereka ke laut." ucap Martin, ia tampak serius saat mengatakannya. "Jadi, Epis, Opal, tolong jelasin ke kami. Apa senjata rahasia yang mereka punya?" tanyanya.

"Senjata rahasia apa?!" mereka tampak tidak mengerti, namun gue tau, mereka pasti menyembunyikan sesuatu.

"Kenapa mereka bisa selalu tau keberadaan Kita?" tanya Kira.

"Itu karena di baju lo ada pelacak." jawab Opal akhirnya.

"Baju?" Kira mengernyit, seingat gue dia udah lepasin pelacaknya waktu itu.

Opal mengangguk, "Geovani ngasih pelacak kecil di baju lo, jadi gak ketahuan. Baju yang waktu itu lo pake."

"Baju itu masih ada di mobil." kata Kira, ia merasa bersalah sepertinya karena kurang teliti.

"Biar gue yang ambil, dan buang ke laut." kata gue.

"Nggak usah, biar gue aja." sahut Kira.

Sebenarnya, ada apa dengan Kira? Kenapa cewek itu agak berubah sejak tadi? Apa cuma perasaan gue aja?

"Dan... Ada satu juga nempel di mobil kalian." kata Epis, tiba-tiba.

"Epis! Kenapa lo bilang!" bentak Naufal, yang lalu ditodong pistol oleh Indra.

"Semua udah jelas. Pertama, lo gak bisa pake mobil lo lagi. Kedua, dua orang ini kalo dilepasin pasti bakal jadi penghianat. Jadi, gue memutuskan buat buang mereka..."

"Gak perlu. Lo hanya harus tawan mereka sampe semua selesai, gausah dibuang ke laut." kata gue.

Karena menurut gue, itu terlalu kejam.

"Okelah, terserah kalian." ucap Martin akhirnya.

***

a.n :

Wah chapter ini benarbenar tidak jelas. Dan buat yang minta war-war an lagi, kapan-kapan aja ya. Gue bingung mau naro di sebelah mana soalnya.

Mulmed : Martin North.

AftertasteWhere stories live. Discover now