“Kau benar-benar ingin cerai?” ia bertanya balik.

Aku mengangguk. “Ya,” jawabku dengan tegas. Baekhyun menunduk dan menghela napasnya dengan berat sebelum melihat kembali ke mataku.

“Kenapa?” tanyanya dengan lemah. Aku tertawa kecil mendengarnya.

“Tanyakan sendiri pada dirimu. Menurutmu kenapa?” sindirku.

Baekhyun berdiri dari kursinya dan duduk di meja, tepat di depanku. “Taengoo, maafkan aku karena tidak membalas pesanmu. Aku-“

“Mengapa?” aku memotongnya. Baekhyun terlihat bingung dan menatapku dengan alis berkerut. “Mengapa kau tidak membalas sama sekali? Mengapa kau tidak menghubungiku sama sekali? Apakah kau tahu betapa aku merindukanmu? Apakah kau tahu bagaimana aku menunggu kabarmu setiap waktu? Apakah kau tahu ketakutan ku terjadi sesuatu padamu?” aku terus berbicara. Mataku mulai buram oleh air mata yang menggenang.

“Maafkan aku. Yoona mengambil dan menyembunyikan handphoneku,” jawabnya. Aku tertawa tidak percaya.

“Dan butuh waktu 4 bulan untukmu menemukannya,” sindirku dengan nada mengejek.

“Tidak. Aku sempat menemukannya namun tertangkap dan dia memindahkannya. Aku baru menemukannya lagi semalam saat ia sedang tertidur. Aku tidak bermaksud untuk mengabaikanmu, Aku tidak bisa pergi kemanapun. Ia mengurungku dalam kandang besi dan tidak ada pintu keluar,” Baekhyun berusaha menjelaskan padaku. Dan jujur saja aku percaya. Lihat saja semua bodyguard itu.

Tapi bukan berarti aku memaafkannya begitu saja. “Kau bisa mengirimku email. Kau bisa mengirimkanku pesan video,” balasku.

“Aku… tidak terpikirkan hal itu,” jawab Baekhyun dengan suara pelan, tidak menatap mataku. Rasa kecewa muncul dalam hatiku. Sebagian dari diriku berpikir bahwa Baekhyun tidak melakukan usaha apapun untuk menghubungi. Tidak satupun. Tapi bagian diriku yang lain berpikir bahwa ia hanya terlalu stress untuk bahkan terpikirkan hal itu.

“Aku punya satu pertanyaan,” mulaiku, menarik perhatiannya padaku.

“Apa?”

Aku tidak bisa menanyakannya dengan mudah. Ada dua kemungkinan jawaban yang mungkin keluar dari mulutnya. Dan aku tidak yakin apakah aku bisa menerimanya jika jawaban yang ia berikan tidak sesuai dengan keinginanku.

“Apakah kau mulai mencintainya? Seperti kau mulai mencintaiku?”

Aku memaksakan diriku untuk bertanya. Terlihat jelas bahwa Baekhyun terkejut dengan pertanyaanku. Dia tidak langsung menjawab dan hanya menatapku dengan mata melebar dan mulut yang sedikit terbuka.

“Katakanlah, apakah kau mencintainya?” aku mengulang pertanyaanku.

“A…aku…. Aku tidak…. Tahu,” jawabnya dengan lemah dan tergagap.

Aku tertawa pahit. “Kau tahu? Kau terlihat bahagia kemarin saat aku melihatmu di toko. Kau senang? Kau sedih jika dia marah padamu? Kau senang melihatnya tertawa? Apakah kau selalu mencoba membuatnya tersenyum? Kau merindukannya saat ia pergi?” aku menyerangnya dengan seluruh pertanyaan yang muncul dalam otakku.

Melihatnya tidak menjawab apapun dan hanya melihat kearah lantai, aku merasa kecewa dan sakit hati dengannya. “Jika kau tidak bisa menjawab semua itu dengan mudah, maka hanya ada satu jawaban. Dan jawaban itu menambah alasanku untuk bercerai denganmu. Aku tidak bisa berbagi sesuatu yang kusayangi dan terkadang aku harus melepaskan apa yang kusayangi,” ujarku.

“Aku akan mengirimkan surat cerai padamu secepat mungkin. Sampaikan salam ku pada Yoona,” lanjutku, berdiri dari kursi dan berjalan menuju pintu.

Saat aku ingin memutar gagang pintu, Baekhyun menarik tanganku dan memegangnya erat. “Aku tidak mau. Aku mencintaimu Taengoo. Aku tidak akan pernah melepaskanmu,” ujarnya memelukku erat.

Dengan lembut aku mendorongnya.

“Kau tidak mau. Tapi kau akan dan harus melepaskan. Aku tahu kau menyayangiku, dan kau juga tahu aku menyayangimu. Tapi aku tidak bisa hidup seperti ini. Maafkan aku,” aku berbalik badan dan membuka pintunya.

“Tapi satu hal yang harus kau tahu,” aku berhenti sebelum berjalan keluar. “Kau tidak akan jatuh hati padanya jika kau begitu menyayangiku.”

Baekhyun POV

Taeyeon berjalan pergi begitu saja setelah mengatakan itu. Aku ingin mengejar dan memohon padanya untuk tidak menceraikanku. Tapi kakiku terasa seperti tertanam di lantai.

“Taengoo,” aku merasakan air mata mulai jatuh ke pipiku.

“ARGH!” aku menyingkirkan semua barang yang ada diatas mejaku. Melemparnya kesegala arah dan membiarkannya tergeletak begitu saja dilantai. Aku jatuh terduduk di kursiku, membiarkan semua airmataku keluar dari tempatnya.

Kenapa aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya padamu? Kenapa?

Maafkan author beberapa hari ga update. Sibuk anet sama urusan kampus T^T

I Met You On Our Wedding Day [BAHASA INDONESIA]Where stories live. Discover now