Hello, Memory Kedua! [Repost]

Start from the beginning
                                        

Hell no!! Masuk ke gerbang sekolah dengan Jazz merah baru hadiah ulang tahunnya kemarin agaknya terlalu mencolok untuk ukuran murid baru. Maura hanya ingin menjadi anak 'biasa' saja di kesan pertama masuk sekolah barunya.

"Ayo berangkat!"

Pras bangkit dari kursi sambil membawa tas kerjanya setelah menyelesaikan sarapannya. Sedangkan Maura masih bergeming. Gadis itu duduk dengan wajah tertekuk dan tangan kanan menyanggah dagu.

"Adek, ayo berangkat, dek!"

"Papa!!" seru Maura cepat.

Pras terkekeh. Panggilan itu selalu ampuh membuka mulut Maura tiap kali gadis itu melancarkan aksi ngambeknya. Semua orang di rumah tahu, Maura tidak suka dipanggil adik. Dia selalu tidak ingin diperlakukan seperti anak kecil. Pras dan Finda lantas jadi sering menggoda Maura dengan panggilan itu, seperti saat ini.

"Maura mau bawa motor!" ucap Maura memandang Pras penuh tuntutan.

"Jangan, dek," jawab Pras santai.

"Papa! Kenapa sih emangnya?"

"Banyak begal, dek," canda Pras. Finda tersenyum geli sambil menggelengkan kepala. Tangannya yang sedang berada di lekukan kerah Pras yang dirasa kurang rapih, turun ke bawah untuk memukul pelan dada suaminya yang terus menggoda Maura.

"Mama yang anter aja, Ra, sekalian Mama ada kelas pagi ini." Finda bersuara.

"Nggak usah, Adek sama Papa aja. Nanti Papa antar sampai ke dalam kelas, deh. Suer!" Lagi-lagi Pras menggoda. Kedua alisnya dimainkan naik-turun ke arah Maura.

"Papaaaa!!!" seru Maura kesal lalu bangun dari kursi dan menarik tasnya dengan gerakan kasar. Dia lalu berjalan mendekati Pras dengan langkah lebar dan menghentakkan kakinya kesal sambil mengerucutkan bibirnya tepat di depan Pras.

"Dianter Mama aja!" ucapnya di depan Pras lalu berjalan keluar rumah lebih dulu masih dengan langkah kesal. Dari belakang punggungnya Maura dapat mendengar kekehan Pras yang sangat keras.

Dalam hati Maura berpikir, entah apa yang salah dengan membawa motor ke sekolah? Mengapa semua orang melarangnya mengendarai motor? Apa... apa karena Maura tidak bisa mengendarai motor?

Oke entahlah, kali ini dengan rendah hati Maura mengakui kalau dia memang tidak bisa mengendarai motor. Dan wishlistnya yang kedua pun benar-benar telah gagal!

Harusnya sebelum bikin wishlist, belajar motor dulu dong, Ra! umpat Maura pada dirinya sendiri.

***

Keluar dari mobil, Maura memberikan senyuman terpaksanya karena harus ikut bersama Pras, bukan Finda. Tadi Finda mendadak harus mencari sesuatu di tumpukan kardus dari rumah lama mereka yang sejak kemarin belum sempat dirapikan. Padahal, Maura masih dalam aksi ngambek dengan Pras.

"Liat sendiri nama Adek di mading ya, cari kelas sendiri, cari bangku sendiri. Dan tetap fokus! Oke, Dek? Ayo, senyum dooong," ucap Pras dengan kedipan mata di balik kaca mobil yang dibuka hampir setengahnya.

"Papa!!!" seru Maura (lagi dan lagi).

Pras tertawa lagi sebelum akhirnya menyuruh supir menjalankan mobil kembali.

Begitu mobil Pras berlalu, Maura berjalan santai menuju gerbang sekolahnya. Dan setelah berjalan sekitar 200 langkah, Maura tiba di depan pintu gerbang sekolahnya. Sengaja selalu minta diturunkan jauh dari sekolah agar tak ada teman sekolahnya yang tahu kalau dia baru saja turun dari mobil harga 2 miliar itu.

Layaknya murid lama yang memang sudah biasa dengan lingkungan sekolah ini, Maura berjalan penuh percaya diri. Sebelumnya, dia dan Finda memang sudah pernah berkeliling ke sekolah ini lebih dulu, oleh karena itu hari ini dia sudah tidak perlu lagi celingak-celinguk mencari di mana mading yang menempel daftar kelas baru untuk tahun ajaran baru ini.

Hello, Memory!   [COMPLETED]Where stories live. Discover now