18 - Senja di Ujung Cerita (Tamat)

2.1K 129 12
                                    

Sore hari yang tenang dengan matahari yang mulai menggelincirkan dirinya di ufuk barat, hari ini banyak hal yang terjadi, dan aku ingin menenangkan diri sejenak dengan Kembang Tujuh Rupa yang diseduh dengan air panas dan Semangkuk Telur Ayam Kampung Rebus buatan Aji.

Semua hal itu kini tersedia untukku, tapi sayang ketenanganku harus terusik dengan seorang gadis kecil dan juga Genderuwo raksasa yang kini berada di teras rumah Aji.

Tubuh ruhku kini membaik dan begitu juga tubuh fisikku, seharusnya perasaanku juga membaik, akan terapi melihat seorang gadis kecil didepanku yang mengenakan pakaian milik adik Aji, dan mandi di kamar mandi yang sama denganku membuatku sedikit kesal. Seakan-akan Aji akan memperlakukan semua gadis dengan cara yang sama.

Gadis berkuncir dua yang hidup sendirian bersama Genderuwo? Sepertinya tak jauh berbeda dengan Aji yang tinggal berdua denganku...

Aji sialan, ia tega sekali meninggalkanku berdua dengan gadis kecil sialan itu. Apa dia tidak tahu kalau semenjak aku bertemu gadis iblis sialan itu aku jadi membenci semua gadis kecil?

Selain itu, kenapa gadis kecil itu hanya diam mengacuhkanku sambil duduk melamun bagaikan orang tolol? Apa tidak ada otak di dalam kepalanya?

"Hai semuanya... Maaf menunggu lama..."

Aji datang dengan membawa sepiring makanan tradisional bernama jadah, aku sangat mengenal makanan itu, karena kadang-kadang aku menemjkannya di sesaji yang kutemukan untuk kumakan. Akan tetapi aku tidak pernah menyukainya, aku lebih suka memakan bunga tujuh rupa atau telur ayam kampung mentah.

"Makananmu sudah datang Uwo..."

Monster Genderuwo di samping gadis itu berteriak kegirangan bagaikan gorila mendapatkan setandan pisang, benar-benar kontradiksi. Bagaimana caranya monster mengerikan itu bisa dekat dengan gadis mungil itu?

"Baiklah... Hmm.. Kita mulai dari mana ya?"

Kutatap Aji dengan tatapan tertajam yang kumiliki seakan aku bisa menebak isi pikirannya saat ini. Gadis kecil aneh yang tadi ia temui hanyalah pengemis dengan pakaian lusuh, dan kini gadis pengemis itu menjadi seorang gadis kecil manis yang mengenakan gaun tanpa lengan milik adik kecilnya. Hal itulah yang membuatnya menjadi salah tingkah, dasar pedo sialan.

"Ahh baiklah hmm... Namamu... Lia bukan?"

Gadis aneh itu hanya mengangguk sambil mengacuhkan Aji, mata bulatnya tak sekalipun memandang Aji. Lia, gadis kecil aneh itu sepertinya hanya peduli pada Genderuwonya.

"Bisa kau ceritakan kenapa Genderuwomu menyerang sekolahku dan juga Aya?"

Tenang sejenak, sinar matahari bersinar memancarkan warna oranye, gadis itu terdiam beberapa saat. Ia seperti menyusun kata-kata yang akan ia ucapkan, hal itu mungkin karena dia jarang berbicara dengan siapapun selain Genderuwonya.

"Orang itu... Orang itu yang membuat Uwo melakukannya..."

Kami terdiam, Aji merogoh sakunya lalu duduk pada kursi kayu yang berada di sampingku. Entah kenapa aku merasa kalau kami berdua sedang menginterogasinya seperti filim bioskop yang kulihat semalam.

"Kau tahu sesuatu tentang Paku aneh ini?"

Aju menunjukkan sebuah Paku berwarna kebiruan yang ia letakkan di atas meja kayu bundar, diantara piring berisi telur dan jadah.

"Laki-laki itu yang memberikannya padaku, ia memintaku... Untuk memasangkannya pada tangan Uwo."

Di mata Aji Paku itu mungkin terlihat seperti Paku biasa, tapi tidak dimataku. Ada tiga berkas aura disana, aura hitam milik Uwo Genderuwo, aura kuning cerah milik gadis itu, dan aura biru dari seseorang yang pernah kukenal. Aura asli paku itu sepertinya sudah menghilang bersama tangan Uwo yang hancur.

"Orang itu..."

"Namanya Chandra bukan?"

Kupotong kata-kata Aji sebelum ia menyelesaikannya, ia tak akan marah hanya karena hal itu. Aku hanya benci jika Aji terlalu lama menggali informasi dari gadis itu.

"Kak Aya benar... Laki-laki itu... Bernama Chandra..."

Senja berkhianat pada siang dan perlahan meninggalkannya, kulihat wajah langit berubah muram...

Cerita ini sepertinya masih belum berakhir...

Malam Sebelum JumatWhere stories live. Discover now