31 - Jin dan Jenglot

18 8 0
                                    

Apa yang dihadapanku sekarang, adalah sosok yang mungkin paling aku cari. Tapi dia juga adalah sosok yang paling ingin aku hindari saat ini.

Sekumpulan makhluk tak kasatmata terlihat berputar-putar di sekeliling tubuhnya. Itukah banaspati yang belum meledakkan dirinya menjadi bom api?

Dimataku sosok makhluk-makhluk itu terlihat seperti gumpalan asap bening yang berputar-putar di sekitar tubuh Chandra.

Sepasang mata Chandra kuning menyala menatap marah pada Agnia, apakah hal itu karena kami mengusik Tegar dan Alina?

"Chandra, apa yang kau lakukan disini?"

"Pergilah Tegar, kau dan Alina lebih baik mundur. Temui Ranna di sungai, dia akan mengantarku ke rumahku."

Untuk sementara pertahanan Chandra mengendur, ia berbicara dengan Tegar seolah ia melupakan Agnia yang berada di hadapannya. Tapi menurutku hal itu wajar, karena ada sekitar satu lusin Banaspati yang siap ia ledakkan di depan hidung Agnia.
"Tapi bagaimana dengan tubuh Alina?"

"Aku sudah menyiapkan tubuh baru untuknya, segeralah pergi sebelum tubuh barunya membusuk!"

Melihat kesempatan itu Agnia segera mengangkat tangannya ke udara dan bersiap untuk mengucapkan mantera. Tapi saat itu juga sesosok makhluk berwujud wanita berambut panjang dan berbadan ular datang melilit tubuh Agnia. Makhluk itu mengancam Agnia dengan mengalungkan kuku tangannya di sekitar leher Gadis Ifrit itu.

"Jika jadi kau aku takkan melakukannya, dasar budak manusia."

"Jenglot yang melayani setengah manusia seperti Chandra tak pantas mengatakan seperti itu Bara!"

Melihat kondisi yang tak menguntungkan itu, aku mencoba menggerakkan tanganku untuk mengambil Paku Puntianak di ubun-ubun Agnia, tapi saat itulah sesosok gadis kelelawar berambut pendek datang dari angkasa. Dengan cepat ia menjatuhkanku ke tanah dan menahan tubuhku dengan sepasang sayap raksasanya.

"Jangan ikut camput manusia, kau hanyalah korban dari Pak Tua Slamet. Jika kau memberontak akan sangat mudah bagi Tuan kami untuk membunuhmu."

Kulihat Aya yang terbaring di atas tanah, gadis kelelawar di sampingku terlihat tidak tertarik pada Aya. Ia hanya terdiam sambil terus menahan tubuhku dengan sayapnya, dan menempelkan kuku jarinya pada punggung leherku.

"Posisimu benar-benar sangat terdesak bukan Agnia? Di mana kakek tua Slamet itu sekarang? Masih bersembunyi dari Gagak Hitam?"

"Tak biasanya kau banyak omong Chandra, bocah setengah demit tua sepertimu tak perlu mengurusi urusan manusia seperti dia."

"Seperti biasa kau memiliki mulut yang kasar Agnia, kedatanganmu mungkin benar-benar tak kuharapkan, tapi aku sangat senang karena kamu telah mengantarkan Sang Ratu Senja ketempatku.

Kakekmu benar-benar kurang ajar, mencuri salah satu Paku Puntianak milikku dan menggunakannya pada Sang Ratu Senja tanpa seijinku.

Ratri, lupakan manusia itu. Bawa tubuh Ratu Senja ke dekatku."

"Baiklah Tuan Chandra"

Perlahan-lahan tekanan sayap di atas tubuhku berangsur-angsur berkurang. Ratri, sang gadis kelelawar itu melepaskanku dan menyambar tubuh Aya begitu aku menyadarinya.

"AYA!!!"

Terlambat, Ratri membawa gadis itu terbang mendekat ke sisi Chandra yang kini sedang berdiri di tengah-tengah rerumputan yang hangus.

Ratri menyerahkan tubuh Aya kepada Chandra, dan laki-laki misterius itu menerimanya dengan kedua tangannya.

Tubuh Aya terkulai lemas diatas kedua tangan Chandra, saat itulah tangan Chandra bergerak melepaskan Paku Puntianak dengan paksa.

"Makhluk yang sangat cantik, sayangnya isinya tak secantik wadahnya."

Saat Paku itu tercabut, kedua mata Aya terbuka. Tubuhknya terlihat tegang, lalu ia berteriak mengerang kesakitan dengan kencang selama beberapa saat. Sampai kemudian tubuhnya kembali melemas, tapi kali ini dengan kedua mata yang terbuka dan tubuh yang tampak menggigil.

"Berterimakasihlah padaku gadis kecil, aku sudah membebaskanmu dari kutukan titah sejati. Kau takkan merasa sakit kepala lagi jika tidak menuruti kata-kata bocah manusia itu."

Sepasang mata hitam milik Aya menatap nanar pada kedua mata kuning keemasan milik Chandra. Sejenak kemudian ia menatapku dengan tatapan sedih, seakan ada kata-kata yang tak bisa ia ucapkan meski sangat ingin.

"Sepertinya urusan kita telah selesai Agnia, aku dapatkan Paku dan Ratu Senja kembali.

Titipkan salam untuk Pak tua itu!"

"Tunggu Chandra! Mau kau bawa kemanakah sahabatku?"

Kuberanikanikan untuk berteriak pada sosok yang paling kubenci itu, kutatap kedua matanya menanatang. Meskipun apa yang kulakukan benar-benar bodoh dan tidak ada gunanya, tapi setidaknya aku bisa menahannya untuk sejenak.

"Hmm... Sahabat ya? Apakah kata-kata manis itu yang kau gunakan untuk menjebak Ratu Senja agar jatuh ke tanganmu wahai manusia? Benar-benar cara yang licik untuk membuat gadis hilang ingatan sepertinya menurutimu.

Kalau kau benar-benar sahabatnya, datanglah besok ke rumah kami. Gadis Jin temanmu itu akan dengan senang hati mengantarkanmu.

Bara, Banaspati, saatnya pulang!"

Gadis Ular yang melilit Agnia bergerak dengan cepat dan menghilang diantara pepohonan. Sementara itu sosok Chandra menghilang dengan perlahan bagai tersapu angin.

Meninggalkan Agnia dan Aku yang masih tak mempercayai kejadian yang baru saja menimpa diriku.

Malam Sebelum JumatDove le storie prendono vita. Scoprilo ora