53 - Pertarungan Dua Puntianak

23 1 0
                                    

Puntianak adalah salah satu dari beberapa demit yang jarang ditemui semenjak perburuan demit yang dilakukan oleh manusia bertahun-tahun yang lalu, setidaknya hal itulah yang Aku tahu dari Chandra.

Hal itulah yang mungkin membuat Chandra mendirikan kerajaan hantunya sendiri, menciptakan pengikut seperti jenglot-jenglotnya, dan juga membantu Kak Alina yang memiliki kekasih pengertian seperti Tegar.

Selama beberapa bulan menjadi Puntianak, Aku sama sekali belum pernah melihat makhluk dari jenisku secara langsung. Bahkan walaupun pernah, hanya sekelebat bayangan. Puntianak bukanlah makhluk sosial seperti Banaspati yang biasanya tinggal berdekatan.

Kami Puntianak memiliki teritori sendiri, tempat kami mencari mangsa.

"Lingsir Wengi...

Ingsun Prabu Ingkang Andap Ashor..."

"Lingsir Wengi...

Ingsun Prabu Ingkang Adikara...

Kurasakan rasa hangat dan nyaman dari diriku, pikiranku terasa jernih dan tenang. Paku Puntianak dalam diriku sedang mengeluarkan aura tersembunyinya. Hal yang sama dilakukan oleh rival kami yang beridir tak jauh dari kami.

"Aku Nyeluk Kowe, Betari Geni!"

"Aku Nyeluk Kowe, Betari Janur!"

Aji dan laki-laki misterius bernama Baskara itu mengucapkan mantra secara bersamaan tepat saat Paku Puntianak tercabut. Aura berwarna kemerahan menyelimutiku, sementara itu aura berwarna kuning keemasan menyelimuti tubuh gadis puntianak bernama Widia.

Paku Puntianak milik Aji memanjang dan berubah menjadi tongkat panjang berujung lancip yang memancarkan sinar merah, sementara itu Paku Puntianak milik baskara memancarkan warna kuning keemasan.

Aura dari Paku Puntianak itu mengubah wujudku, dan wujud Widia menjadi Puntianak dengan rupa sempurna. Menampilkan bentuk asliku dengan gaun puntianak putih yang membalut seluruh tubuhku dari dada sampai ujung kaki. Menampakkan Kuku Puntianak, sepasang taring tajamku, dan sepasang mata merahku yang dulu hanya ada satu.

Widia mengalami perubahan yang sama, Ia mengubah wujudku dengan membelakangiku, mengambil posisi seakan Ia akan memeluk Baskara. Saat Aura kuning itu lenyap, mataku terbelalak. Gaun Puntianaknya tidak menutup sebagian besar tubuh bagian belakangnya, dan menampakkan sebuah lubang besar dengan tulang punggung putih dan daging kemerahan.

Aji yang melihat hal yang sama denganku hanya terdiam, sepertinya dia telah mengetahui identitas Puntianak Widia dari Joko. Tapi bukankah seharusnya Aji merasa terkejut? Tunggu apa jangan-jangan...

"Menarik sekali, Puntianak berjenis Kuntianak ya? Jensi yang berbahaya.

Tapi jangan khawatir Widia, kamu pasti lebih baik dari gadis itu."

Widia membalikkan tubuhnya, menunjukkan wujudnya dengan sepasang mata berwarna kuning keemasan. Aura kekuningan di sekitar tubuhnya seolah melindungi tubuhnya. Berbeda denganku, Widia memiliki wujud yang sedikit lebih liar dariku.

Deretan gigi-gigi tajam menghiasi mulutnya, sementara itu kuku-kukunya terlihat tajam meskipun tak sepanjang milikku. Rambut panjangnya tidak lurus dan tidak sepanjang rambutku, melainkan memanjang tak beraturan sampai perutnya.

"Aya, lakukan seperti biasa. Tahan gadis itu dan Aku akan melumpuhkan pemiliknya.

Aku yakin dia akan berhenti begitu majikannya terdesak."

Kuanggukkan kepalaku, Aku bersyukur Aji belajar dari pertarungan-pertarungan yang sebelumnya. Ia sekarang sudah bisa menyusun strategi sederhana, meskipun Aku yakin sudah terlambat bagi kami untuk melakukannya.

Malam Sebelum JumatWhere stories live. Discover now