40 - Benih Dosa

27 7 0
                                    

Untuk beberapa saat Aku berhasil menahan Jenglot Burung tanpa melakukan apa-apa, setelah melewati pertarungan yang melelahkan itu kugunakan kesempatan emas ini untuk mengatur nafasku. Waktu istirahatku takkan lama, dan Aku sangat yakin akan hal itu. Pergerakan Jenglot Chandra yang terakhir tidak akan bisa ditebak oleh siapapun.

Suara kepakan sayap terdengar tak jauh dariku, pendanganku tertuju pada Ratri yang tiba-tiba berhasil membebaskan dirinya dari cengkeraman Agnia. Ketika kedua sayap Ratri terangkat terbang ke udara, sepasang mataku melihat seekor Jenglot Ular sedang menggigit leher Agnia.

Wajahku memucat, sama seperti Agnia yang kini sedang menahan rasa sakit yang muncul dari bekas gigitannya. Jenglot Ular bernama Bara itu menyeringai menatapku dan menyunggingkan senyum kemenangan.

"Oi Manusia! Jika kamu tidak ingin teman Jinmu mati, lepaskan Kinari sekarang juga!"

Segera kulepaska Kinari dari Keris Atmaja, lalu berdiri mengambil jarak darinya. Gadis itu tak bisa berenang dengan sayap basahnya, dan memilih berlari ke tempat yang lebih aman.

Melihat Aku yang langsung melepaskan Kinari tanpa berpikir dua kali, Bara melonggarkan pertahanannya. Sayangnya hal itu membuat Agnia mendapatkan kesempatan untuk meledakkan apinya dan menggunakan ledakannya itu untuk melemparkan dirinya ke arahku.

Tubuh Agnia terlempar dengan manuver yang lebih terarah, hal itu membuatku bisa menangkap tubuhnya lebih baik daripada kali terakhir Aku melakukannya.

"Tch, Dasar Jin Api sialan!"

Agnia berhasil berada di dekatku, tapi Ia terlihat kesakitan. Kulit bekas gigitan di lehernya juga berubah menjadi keunguan, menandakan kalau sekarang ada racun yang sedang bereaksi.

"Menyalalah.... Jidaru Min Annar!"

Dinding Api menyelimuti kami dan membentuk sebuah bola raksasa yang melindungi kami, api itu tidak terasa panas akan tetapi hanya terasa hangat. Setelah api itu berhasil dinyalakan, tubuh Agnia mulai semakin lemah. Gadis Jin itu tidak bisa mengendalikan tubuhnya yang kini rubuh bersandar pada dadaku.

"Bocah... Tolong... Keluarkan racun sialan itu dari tubuhku..."

"Tapi bagaimana caranya?"

"Hi... Sap... Lalu buang..."

Perasaan canggung muncul dalam diriku, gigitan itu terletak pada leher bagian bawah, tepatnya pada bagian atas otot trapezius yang membentang dari bagian leher bawah, bahu, dan juga punggung. Jika racunnya tidak segera diambil, maka lengan Agnia bisa mengalami kelumpuhan.

Kubaringkan tubuh Agnia ke rerumputan, sementara Aku berlutut disampingnya. Kugunakan tangan kananku untuk menopang berat punggungnya, sementara kugunakan tangan kiriku untuk membantuku menahan racunnya menyebar.

"Ce... Cepatlah... Leherku rasanya mulai mati rasa. Lenganku juga, Aku tidak bisa menggerakkannya..."

Kutelan air ludahku, dan mendekatkan bibirku ke kulit lehernya. Lalu tanpa berpikir panjang Aku segera menempelkannya dan mulai menghisap. Darah hangat bercampur sesuatu yang amat pahit dan membakar mulai memasuki mulutku, setelah kurasa cukup Aku segera melepaskan isapanku lalu meludahkannya ke atas tanah.

Rumput yang awalnya hijau kini menjadi layu dan menghitam, mengetahui akan hal itu Aku menjadi panik. Tanpa menunggu Agnia memintaku, Aku segera kembali menghisap lehernya.

"Argh... Aahhh... Pe... Pelan-pelan saja..."

Agnia merintih kesakitan, tangan mungilnya menggapai-gapai mencari pegangan. Kubiarkan kedua tangannya mencengkeram lenganku dengan erat, dari hal itu Aku bisa merasakan sesakit apa reaksi yang ditimbulkan oleh racun Jenglot itu.

Malam Sebelum JumatWhere stories live. Discover now